UPI & The Prince of Kornel

Suatu hari di tahun 1809. Bupati Sumedang Pangeran Kusumadinata IX atau dikenal juga sebagai Pangeran Kornel (The Prince of Kornel) mendapat kabar bahwa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels akan melakukan inspeksi mendadak (onaankondugde inspecties) ke wilayah Sumedang. Daendels merasa berang atas belum selesainya megaproyek ambisinya Jalan Raya Pos (Groote Postweg) yang membentang sepanjang 1000 km dari Anyer sampai Panarukan. Daedels berniat berkunjung dan menegur langsung Bupati Sumedang atas keterlambatan pembangunan jalan tersebut.

Itulah peristiwa Cadas Pangeran yang heroik. Di satu pihak Daendels merasa kesal karena ambisi pembangunan jalan Anyer-Panarukan terganjal dengan belum tuntasnya jalan di area perbukitan berbatu sekitar Cadas Pangeran. Di sisi lain, sang Bupati Pangeran Kornel juga merasa masgul karena melihat rakyatnya yang diperlakukan semena mena. Ribuan rakyatnya telah meninggal dunia karena kelelahan kerja paksa, kelaparan, dan menderita sakit selama pembangunan jalan di Cadas Pangeran berlangsung.

Alkisah, ketika pertemuan Gubernur Jenderal Daendels dengan Pangeran Kornel berlangsung suasana sangat mencekam. Pertemuan tidak kondusif. Pangeran Kornel melakukan jabatan tangan dengan Gubernur Jenderal Daendels dengan tangan kiri. Sedangkan tangan kanan Sang Pangeran ini siap memegang erat keris pusaka yang dibawanya. Tindakan ini membuat Daendels terkejut dan merasa diremehkan.
Peristiwa heroik ini diabadikan secara visual di wilayah Cadas Pangeran perlintasan jalan Bandung – Sumedang.
Ini kisah heroik. Ungkapan protes simbolik. Sang Pangeran siap berhadapan langsung secara head to head, dengan Gubernur Jenderal Daendels. Apapun resikonya.
Dalam sebuah versi, disebutkan akhirnya Daendels tak jadi marah. Ia merubah siasat dan berjanji kepada Sang pangeran akan membawa tentara Zeni Belanda untuk menuntaskan jalan sekitar Cadas Pangeran yang berbukit terjal, berbatu dan curam.

Heroik

Dalam suasana memperingati Hari Pahlawan ini, peristiwa Cadas Pangeran yang terjadi lebih dari dua abad lalu ( tahun 1809) dapat ditarik beberapa catatan penting.
Pertama, prilaku kepahlawanan adalah prilaku mulia. Prilaku untuk siap membela rakyat. Cinta kepada rakyat dengan sebenar benarnya cinta. Nyaah jeung deudeuh ka rahayat telah divisualisaikan secara simbolik oleh Bupati Sumedang Pangeran Kusumadinata IX atau juga dikenal Pangeran Kornel.

Kedua, sikap kepahlawan adalah keberanian bersikap untuk melawan kedzoliman. Ini penting dimiliki oleh semua orang. Bagi pemimpin (umaro) ini harus menjadi karakter kemimpinan atau Leadership Style. Kepemimpinan yang memberikan solusi dan alternatif, bukan kepemimpinan yang hanya piawai dalam memberikan perintah. Be a leader with a ladder, not a Boss with an Order.(Mridha,2018). Apa yang ditampilkan Pangeran Kornel ini juga sisi lain dari pemimpin yang berani mengambil resiko untuk kemaslahatan masyarakat luas.
Ketiga, sifat kepahlawanan juga mengekspresikan kecerdikan (smart thinking). Apa yang dilakukan Pangeran Kornel juga ekspresi seorang pemimpin/Bupati yang cerdik. Dalam sejarah pembangunan Jalan pos Anyer-Panarukan, bisa jadi ada puluhan wilayah kabupaten yang dilewati. Semua bupati yang kena mega proyek tersebut, nyaris bersepakat dengan Belanda dan tak ada perlawanan. Namun di Sumedang, bupatinya melawan. Dia cerdik. Berani. Hadir untuk berargumen. Dengan segala argumen yang dikemukakan, Daendels yang kejam dan bengis tersebut bisa luluh dan memahami argumen yang dikemukakan Sang Pangeran. Apa yang bisa petik dari peristiwa ini, berprilakulah dengan cerdik, gunakan strategi yang tepat untukā¶ kemaslahatan rakyat banyak.

UPI Multicampus

Ada hubungan yang erat antara Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan kota Sumedang. UPI menganut sistem manajemen Multi Campuses. Selain kampus utama di Kota Bandung, juga beberapa kampus UPI terletak di beberapa wilayah lainnya yaitu : Sumedang, Cibiru, Tasikmalaya, Purwakarta dan Serang Prov Banten.
Perjalanan UPI dalam beberapa dekade terakhir ini, telah membawa UPI ke tatanan kelembagaan dan manajemen yang kokoh, program dan layanan akademik yang lebih bermutu, serta aset dan fasilitas yang lebih fleksibel.

Bagi UPI Kampus Sumedang, visi UPI kampus Sumedang difokuskan pada kepeloporan dan keunggulan di bidang pendidikan dasar, lanjutan, akademik, profesi, dan vokasi di tingkat nasional pada tahun 2025 dan internasional tahun 2035.
Seperti ditegaskan Direktur UPI Kampus Sumedang, Prof.Dr.Yudha Munajat Saputra, M.Ed., dalam bingkai visi, bidang pendidikan memperoleh perhatian khusus, mengingat kekuatan dan jati diri UPI Kampus Sumedang yang sesungguhnya berkisar pada bidang pendidikan. Namun demikian, disiplin dan bidang keilmuan tetap dikembangkan melalui penguatan ilmu pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu dengan semangat cross fertilization principles.
Saat ini UPI kampus Sumedang membina 8 program studi yaitu : PGSD S1 guru kelas, PGSD S1 guru Penjas, Pendidikan Jasmani S2, Pendidikan Keperawatan D3 dan S1, Pendidikan Profesi Ners, Pendidikan Industri Pariwisata S1, dan PPG PGSD.
Sebagai kaji banding, beberapa Universitas maju di luar negeri juga menerapkan Multi campuses system.
The State University of New York (SUNY) misalnya, memiliki 4 kampus di beberapa lokasi yang berbeda yaitu Albany (1844), Binghamton (1946), Bufallo (1846), Stony Brook (1957). Sebagai public university system, SUNY menetapkan motto To Learn, to search, and to serve. Jumlah lokasi kampus terletak di 64 titik kampus, dengan jumlah staf akademik sebanyak 32.496 orang untuk melayani mahasiswa sebanyak 394.220 ( Fall 2020). Sistem universitas multi kampus dengan multi disiplin ilmu.

The Town of Toffu

Sumedang terkenal sebagai kota Tahu (the Town of Toffu). Dalam ilmu Cocokologi, sering orang yang berasal dari Sumedang identik dengan orang yang berpengeTAHUan. Orang cerdik cendikia. Yaitu tadi namanya cocokogi. Di Sumedang, sejumlah universitas telah didirikan : UNPAD, ITB, IPDN, UPI Kampus Sumedang. Kota Sumedang identik dengan Kota Pengetahuan. Kota Sumedang juga terkenal sebagai sentra Tahu yang paling lezat sedunia.
Menurut Ong Joe Kim seorang tokoh tahu Sumedang ( Wikipedia,2020), “tahu” berasal dari kata bahasa Mandarin doufu.

Konon, diawali dari kreatifitas pasangan imigran China, Ong Kino dan istri yang merintis untuk memproduksi tahu Sumedang. Tahun demi tahun usaha ini mereka ditekuni, dan dilanjutkan oleh anak tunggalnya Ong Boen Keng sekitar tahun 1917. Usaha ini ditekuni oleh generasi Ong Boeng Keng sampai sekarang.
Dalam Legenda Boeng Keng Tahu Sumedang (2015), dibalik kemashuran tahu Sumedang, ada cerita unik disampaikan cicit Ong Kino. Konon suatu hari, sekitar tahun 1928, sang kakek Ong Boeng Keng didatangi oleh Bupati Sumedang Pangeran Soeria atmadja. Sang pangeran kebetulan lewat dengan menggunakan dokar kebanggaannya, melihat seorang kakek sedang menggoreng sesuatu dengan aroma yang khas mengundang selera. Sang pangeran lantas turun dan bertanya kepada kakek tua itu, Maneh keur ngagoreng naon? Kamu sedang menggoreng apa ? Kemudian kakek tua itu menjawab sekenanya bahwa yang digoreng itu “tahu”. Kemudian, sang Pangeran mencicipi tahu yang digoreng tersebut. Ia lantas berkata, enak benar makanan ini. _Coba kamu jual, pasti laris. Sejak itulah tahu Sumedang menjadi ikon. Menu makan khas. Itulah Tahu Sumedang yang melegenda. Sumedang the town of Toffu. Kota “pengeTAHUan!!!