UPI Tingkatkan Pemeringkatan melalui Rekognisi Internasional

Bandung, UPI

Kegiatan non lomba atau pengakuan atau rekognisi itu terbagi dalam 4 aspek, pertama, mahasiswa berwirausaha, kedua, pertukaran mahasiswa, ketiga, pengabdian pada masyarakat, dan keempat, rekognisi. Artinya, rekognisi menjadi salah satu unsur penting di dalam penilaian non lomba. Presentasi di tahun 2018, untuk rekognisi masuk dalam kegiatan non lomba, dimana skor perhitungannya hanya 5% dan yang menarik, di tahun 2019 skornya naik menjadi 10%, sehingga ini mejadi peluang untuk mengembangkan rekognisi melalui kegiatan-kegiatan lintas negara.

Pernyataan tersebut diungkapkan Kepala Divisi Kerjasama dan Hubungan Alumni Direktorat Kemahasiswaan UPI Dr. Sandey Tantra Paramitha, S.Si., M.Pd., melalui siaran pers-nya usai melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi terpumpun tentang Kesukarelawanan. FGD ini dilakukan oleh Universiti Teknologi Mara (UiTM) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang dilaksanakan dalam rangka Lawatan dan Diskusi Akademik UiTM-UPI. FGD diselenggarakan di Ruang Rapat Partere Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Jumat (26/4/2019).

Dijelaskannya,”Dalam kegiatan tersebut, mahasiswa UPI dam mahasiswa UiTM tampil menjadi narasumer dalam kegiatan FGD yang memaparkan tema leadership untuk kemahasiswaan dan kegiatan kesukarelawanan atau aktifitas sosial di bidang kemahasiswaan. Pemaparan tersebut disaksikan oleh dosen UiTM dan pimpinan Ormawa UPI. Ini menjadi menarik karena memiliki korelasi dengan pelaksanaan aktifitas kesukarelawanan dan leadership organisasi kemawasiswaan.”

Kegiatan yang dilakukan oleh kedua negara tersebut memiliki dampak positif, ujarnya, selain mendapatkan pengalaman akademik, hal ini juga bertujuan untuk mendapatkan pengakuan atau rekognisi secara internasional atas aktifitas mahasiswa yang melakukan kegiatan akademiknya, yang mengaplikasikan keilmuannya untuk memberikan solusi terhadap permasalahan di lingkungan masyarakat.

“Untuk diketahui, rekognisi ini tidak hanya sebatas menjadi narasumber tetapi ada persyaratannya, seperti harus adanya sertifikat apresiasi atas sebuah karya yang bobotnya 70%, yang dilengkapi dengan foto-foto, URL dan surat undangan sebagai sebagai pembicara yang nilanya 30%, sehingga menjadi nilai yang menguatkan rekognisi,” ungkapnya.

Ini mejadi penting, tegasnya, karena dalam hal ini rekognisi merupakan salah satu aspek di dalam pemeringkatan perguruan tinggi. Ada beberapa hal yang yang perlu diperhatikan. Rekognisi terkait dengan hak paten, hak cipta atau buku, juri atau pelatih internasional, juri atau pelatih nasional, peserta dan pemakalah conference atau seminar internasional, peserta dan pemakalah conference atau seminar internasional nasional, peserta pameran internasional dan peserta pameran nasional.

Dijelaskannya,”Terkait dengan skor penilaian untuk rekognisi, bahwa rekognisi yang diperoleh mahasiswa itu ada 4 kategori, pertama ketika dia mendapatkan skor 3, jumlah poin rekognisi lebih dari 50, sedangkan ketika mendapatkan skor 2, jumlah poin rekognisinya 31 sampai 50, untuk skor 1, jumlah poin rekognisi maksimal 30, dan untuk skor 0 itu tidak ada poin rekognisi.” (dodiangga)