Warli Haryana Gelar Pameran Tunggal dengan Tajuk Eksplorasi Jiwa Rupa

Bandung, UPI

Sebanyak 30 buah karya Praktisi Seni dan Dosen Seni Rupa Fakultas Pendidikan Seni dan Desain Universitas Pendidikan Indonesia (FPSD UPI) Warli Haryana ditampilkan dalam pameran tunggal yang bertajuk Eksplorasi Jiwa Rupa Interesting Point of Life di Equilibrium Art Gallery Jalan Sersan Bajuri No. 88, Bandung, mulai Sabtu, 16 Desember hingga Jumat, 22 Desember 2017.

Karya yang ditampilkan terdiri dari tema-tema wayang/epos mahabharata, cerita rakyat dan masyarakat urban. Semua tema tersebut diramu dengan unsur kelokalan budaya, mengikuti ruang dan waktu, dan karyanya tidak terbatas pada satu media, tetapi lebih ditekankan pada multi teknik, sesuai kondisi dan hasrat untuk berkarya. Sehingga dalam wujud karyanya terdapat teknik manual dan teknik digital atau keduanya di combine menjadi satu teknik baru dalam inovasi karya (hybrid).

Diungkapkan Warli Haryana,”Pameran tunggal yang bertajuk Ekplorasi Jiwa Rupa memberikan komitmen bahwa berkesenian itu seyogyanya dapat mengejawantahkan fenomena saat ini dan merekam jejak-jejak masa lalu untuk dapat menggali kembali makna budayanya yang mulai memudar.”

Owner Equilibrium Art Gallery Yoda Satria berkesempatan membuka gelaran pameran ini. Performance Monolog by Man Doblang featuring LQ Hendrawan mengawali pembukaan dengan diiringi suara merdu kelompok musik karuhun karinding cinta. Hadir dalam kesempatan tersebut GM Equilibrium Art Gallery Bandung Reggyna Sabara, Dekan Fakultas Pendidikan Seni dan Desain UPI Dr. Zakarias S Soeteja, M.Sn., Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa Bandi Sobandi, M.Pd., Dosen Senior FPSD UPI Dr. Agus Nursalim, Seniman Senior Diyanto, budayawan Mahendra dan masyarakat pecinta seni.

“Melakukan eksplorasi kekaryaan yang bertajuk Pengembaraan Jiwa Rupa dapat dilakukan sebab pada hakikatnya manusia memiliki imajinasi dan rasa untuk proses berfikir yang dapat diwujudkan dalam bentuk rupa, gerak, bunyi, dan paduan dari semua wujud ekspresi itu menjadi karya seni. Maka jatidiri manusia yang memiliki kepekaan jiwa mengejawantahkan alam dalam kehidupannya, ia dapat dikatakan sebagai pelaku seni/seniman atau budayawan. Sebab ia telah terlahir untuk ikut aktif menciptakan barometer kesenian yang dilandasi akal budi dalam menentukan proses kelanggengan hidup, serta menciptakan ranah cipta karsa dalam keselarasan manusia dan alamnya yaitu budaya,” ungkapnya.

Berkesenian adalah gejolak jiwa, lanjutnya, dapat dirasakan dalam hati meski tidak lepas dengan kompleksnya entitas kehidupan yang ada di lingkungan sekitar kita, baik dalam tatanan social dari masyarakat tradisi menuju lingkung nusantara hingga dunia.

Ditegaskannya,”Dalam hiruk pikuknya kehidupan itulah, saya sebagai praktisi seni dan pendidik seni, dosen di Departemen Pendidikan Seni Rupa Fakultas Pendidikan Seni dan Desain Universitas Pendidikan Indonesia, mengajak diri dan masyarakat untuk menjadi tidak lupa jati diri dan kodrati asal budayanya, sehingga kita dapat ikut mengakselerasi tatanan peradaban baru manusia yang muncul dan terus berkembang ini menjadi dinamika globalisasi yang bermartabat.”

Dalam karyanya Warli Haryana menyuguhkan 3 tema karya rupa, pertama, memegang teguh pilar-pilar kehidupan dengan pondasi yang kokoh tentang pitutur dan kearifan lokal yang terdapat dalam cerita wayang maupun epos Mahabharata. Terdapat beberapa pembelajaran yang dapat direnungi bersama contohnya tentang kekuasaan dan intrikintrik politik yang menyebabkan rusaknya paugeran hidup bahkan tatanan hidup suatu bangsa.

Kedua, tentang masyarakat urban yaitu mencoba memahami akibat kemodernan dan kekinian banyak menyebabkan kaum urban menjadi lupa diri serta tidak memahami arti sesungguhnya makna kesucian, kesetiaan maupun perjuangan hidup untuk mencari kesempurnaan, dan ketiga, keteguhan hidup yang mulai langka pada masa kini tentang menjaga keselarasan alam dan menjaga kemakmurannya. Hal ini tidak seperti pada masyarakat masa lalu yang lebih menyukai mempertahankan akan hak warisan leluhurnya daripada mengeksploitasi maupun menjual kemakmurannya sendiri. Sehingga bagaimana generasi kita nanti?

Wujud karya rupa yang dihasilkan ini tidak lepas dari asal-usul Warli Haryana, yang dilahirkan dari pasangan bapak Satibi Purwaharsaja seorang pelukis wayang kaca dan penyanyi yang dijuluki macan keroncong di Solo, dan ibu Markiyah, di sebuah kampung kecil Dukuh Mranggen Desa Karangwungu, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten, Karisedanan Surakarta, Propinsi Jawa Tengah, sementara kakaknya dan dua adiknya juga berkecimpung di pendidikan seni rupa dan musik. Jadi semasa kecil hingga dewasa selalu disuguhi kesenian wayang kulit dan musik keroncong serta lingkungan masyarakatnya, yang membuatnya menjadi lebih dekat dan mencintai budaya nusantara.

Perjalanannya dalam berkesenian cukup panjang yaitu dari tahun 1986 sudah bekerja di advertising sambil menempuh pendidikan Sekolah menengah Seni Rupa (SSRI/SMSR) di Yogyakarta dan di tahun 1990 bekerja sebagai desainer dan trainer sambal melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Jurusan Pendidikan Seni Rupa yaitu di IKIP Bandung serta di tahun 2007 di Prodi Seni Pascasarja UPI.

Diungkapkannya,”Sebagai manusia, alangkah indahnya jika dapat ikut aktif memberikan peran dan memaknai suatu peradaban manusia, yang dapat menemukan jatidiri. Sehingga pengembaraan jiwa rupa sebagai pelaku seni akan memiliki tujuan hidup, yaitu hidup untuk terus berkarya, dan karya harus dapat menginspirasi hidup agar dalam jatidirinya menemukan sebuah kepuasan batin yang paling dalam untuk bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan dunia.”

Diharapkannya, masyarakat yang mengunjungi dan melihat pameran “Ekplorasi Jiwa Rupa” dapat berkelana ke dalam dunia baru, untuk menyelami alam pikiran karya Warli Haryana yang sarat simbol dengan pesan moral dan lakon-lakon kehidupan. Karyanya menyuguhkan berbagai entitas kehidupan yang sedang berjalan, dan menambah kaya warna direktori seni rupa Indonesia. (dodiangga)