Pertunjukkan Musik “Nyintreuk Nyentrik” Gerbang Awal Dunia Musikal Mahasiswa Baru

Bandung, UPI

Senin (11/11/2019) telah sukses dilaksanakan pagelaran mahasiswa baru Pendidikan Seni Musik UPI 2019, yang berjudul”Nyintreuk Nyentrik”. Bertempat di Gedung pertunjukkan Amphiteater yang tak jauh dari Gedung lama FPSD, acara yang berlangsung hampir dua jam tersebut sukses menyita perhatian warga seni musik selaku tamu undangan para dosen, dan masyarakat umum.

Dalam pagelaran ini,mahasiswa baru musik 2019 menjadi panitia acara,namun ada pula yang menjadi talent dalam penampilan. Sudah menjadi tradisi bahwa pagelaran mahasiswa baru musik, adalah sebagai penutup rangkaian acara Mabim (Masa bimbingan), sebagai tanda simbolis bahwa, mahasiswa baru diterima di Departemen Pendidikan Seni Musik. Selama kurang lebih lima bulan lamanya, mahasiswa baru digembleng oleh panita acara angkatan 2017 dan 2018 untuk terlibat dalam berbagai acara sejak dini. Diantaranya, tampil menjadi paduan suara dalam upacara 17 Agustus, menjadi paduan suara dalam pembukaan hari pertama MOKAKU UPI,dan puncaknya adalah pagelaran ini. Tujuan dari panitia kaderisasi mengagendakan hal tersebut agar mahasiswa baru lebih siap sejak dini mengenai seluk beluk dunia perkuliahan,dan diajarkan untuk mandiri dalam mengelola segala hal. Karena nantinya, mereka akan menghadapi bentuk pementasan yang lebih besar dalam mata kuliah”Manajemen Pertunjukkan”di semester ketujuh.

Rangkaian acara yang dipandu oleh Asrul Annas dan Yusniar Azizah, selaku MC ini diawali dengan sambutan dari salah satu perwakilan orangtua mahasiswa baru. Di dalam sambutannya, Ibu dari salah satu mahasiswa baru mengucapkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada panitia kaderisasi, karena selama kurang lebih lima bulan mahasiswa baru diberi kepercayaan untuk terlibat dalam event event besar. Beliau percaya, bahwa keputusannya untuk mempercayakan sang anak berada di jurusan musik sama sekali tidak salah. Beliau yakin, anaknya akan menjadi salah satu orang hebat di masa depan dan salah satu jalannya melalui kampus tercinta ini di Prodi Pendidikan Musik.

Rangkaian acara berlanjut dengan sambutan hangat dari salah satu dosen pendidikan seni musik,yaitu Dr. Sandie Gunara, M.Pd selaku Sekretaris Departemen mewakili Dr. Uus Karwati,S.Kar.,M.Sn. yang berhalangan hadir saat acara dilaksanakan. Beliau sangat mengapresiasi dan memberi sambutan luar biasa atas terselenggaranya salah satu hajat terbesar milik mahasiswa baru dan untuk mahasiswa baru. Tak lupa, beliau menyematkan selempang kepada perwakilan mahasiswa baru sebagai simbolis bahwa mereka sudah diterima di Departemen Musik. Sambutan selanjutnya, diberikan oleh Fiqri Apriyadi, selaku ketua HIMA MUSIK (Himpunan Mahasiswa Musik) angkatan 2017, yang memberi semangat kepada mahasiswa baru bahwa ini masihlah awalan mereka dalam pintu gerbang dunia perkuliahan. Masih amat panjang perjalanan mereka dan hal yang akan mereka hadapi kedepannya. Dan sambutan terakhir, diberikan oleh Adel selaku ketua pelaksana pagelaran sembari mengucapkan terima kasih kepada jajaran panitia pagelaran dan panitia kaderisasi sebagai pembimbing.

Pada saat acara dimulai, apresiator banyak yang bertanya-tanya apa maksud dari judul dan tagline yang terpampang dalam dekorasi di atas panggung pertunjukkan. Sebelum mengetahui maksud inti dari hal yang dipertunjukkan, perlu diketahui, apa perbedaan judul dan tagline dalam sebuah pagelaran. Judul biasanya lebih mengacu pada hal apa yang akan diangkat dalam sebuah pertunjukkan, dan saat direlasikan (dihubungkan), menyangkut mengenai hal apa, lalu diberi sebuah nama yang bersangkutan dengan isi pertunjukkan. Sedangkan tagline lebih kepada penjelas judul dan isi yang ada. Sebagai contoh pagelaran kali ini mengambil judul”Nyintreuk Nyentrik”. Judul tersebut diambil dari bahasa Ibu warga Jawa Barat yaitu orang orang sunda. Dalam hal ini mahasiswa baru mengangkat seni musik ranah tradisional/musik daerah dikombinasikan dengan alat-alat musik barat seperti gitar, bass dan alat-alat gesek orkestra. Nyintreuk merupakan teknik yang dimainkan oleh tangan kanan dalam alat petik kecapi yang dalam arti bahasa Indonesia “menyentil”seperti menyentil sepasang telinga. Sedangkan nyentrik memiliki artian sesuatu yang tidak biasa atau unik. Jadi dapat diartikan,mahasiswa baru musik 2019, menampilkan dominasi permainan alat petik kecapi dan dikolaborasikan alat musik barat untuk menjadi sebuah sajian yang lain daripada sajian sejenis lainnya. Dan tagline yang diambil oleh mahasiswa baru adalah “Koat Kowet Kawat”. Sepintas seseorang yang bukan kelahiran tanah sunda agak asing dengan istilah tersebut. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar, dikarenakan tidak semua apresiator memiliki darah sunda dan sebagian adalah orang sebrang. Diambil dari bahasa Sunda, Koat Kowet adalah suatu istilah yang mengacu pada kegiatan sepasang tangan menyentuh sesuatu menggunakan kuku jari, sedangkan Kawat, karena senar kecapi yang menyerupai kawat disentuh oleh sepasang tangan menggunakan kuku jari. Memang dalam memainkan kecapi, kuku jari merupakan bagian terpenting untuk memproduksi bunyi. Jadi dalam hal ini, tagline tersebut memperjelas bahwa hal yang diangkat dalam pagelaran tersebut adalah alat petik kecapi.

Penampilan dibuka dengan sebuah overture (musik pembuka dalam suatu pagelaran) dengan menampilkan sebuah karya lagu sunda berjudul “Hariring Kuring”, dibawakan oleh layeutan sora (paduan suara) mahasiswa musik 2017 dan 2018. Hariring kuring sendiri menceritakan tentang kegalauan seseorang memikirkan kekasihnya dan dituangkan dalam sebuah nyanyian saat ia hanya seorang diri. Tak ketinggalan, Dewi Noer Hardiyanti salah satu mahasiswi musik 2018 turut menjadi arranger (yang mengaransemen) lagu tersebut. Suaranya yang agak sengau dan manis menjadi penutup penampilan pertama saat dibagian akhir ia membawakan part solonya. Memang, pembawaannya yang manis namun sendu sangat pas akan lagu ini, sehingga saat mengaransemennya ia bisa sepenuh hati masuk kedalam cerita lagu.

Overture yang kedua dilanjutkan dengan sebuah musik yang mengiringi seorang juru pantun yaitu Setia Mulyana, salah satu mahasiswa musik 2018. Komposisi musik overture yang kedua dikomposisi oleh Habib Utsman Az Zahir. Biasanya pertunjukkan semacam ini ada di dalam “Carita Pantun”. Carita pantun umumnya menceritakan latar cerita kerajaan dalam bahasa Sunda, diikuti juru pantun yang melagukan naskah cerita. Bagi apresiator yang pernah mendengar istilah”Carita Pantun”, pasti akan terpikir dan terbawa oleh suasana saat Setia berpantun sambil berlagu, diiringi beberapa permainan kecapi, suling dan alat-alat gesek orkes. Kemeriahan tak cukup sampai disitu, sebuah karya yang berjudul “Cipanon Ngembeng”dibawakan dengan suasana bersedih oleh Arti Intan Agustin, mahasiswi musik 2017. Lagu yang menceritakan tentang kesedihan mendalam seseorang, sehingga mengeluarkan air mata yang deras, sukses dibawakan oleh sang vokalis sehingga apresiator terayun oleh ayunan gelombang suara yang menyayat-nyayat.

Penampilan dilanjutkan oleh layeutan sora mahasiswa baru dengan membawakan “Kasih Sempal Guyon”dengan sangat manis dan ceria. Terlihat layeutan sora perempuan bersahutan dengan laki -laki seolah membawa atmosfer kegembiraan dan puluhan senyuman dari apresiator, ditambah lagi dengan para talent perempuan menari seolah tanpa beban di atas panggung. Hampir tiba dipenghujung acara kawih “Angin Burit” yang diaransemen oleh Lutfi Al Faris mahasiswa musik 2016, menjadi karya terpanjang yang dibawakan. Masih dengan format layeutan sora, mahasiswa baru sebagai talent bisa dibilang cukup berhasil dan apik dalam membawakannya. Karena karya tersebut biasanya, agak susah dinyanyikan dalam layeutan sora. Tempo yang mendadak cepat saat tengah tengah lagu, lalu diisi oleh bagian soloist. Untungnya, soloist dalam layeutan sora tersebut pas dan tidak berlebihan dalam mengisi bagiannya dan penampilan ditutup oleh kecapi kreasi ”Kelangan” yang mengundang tepuk tangan kencang penonton, sekaligus gelak tawa penonton. Mengapa dikatakan demikian? soloistnyalah yang membuat apresiator berdecak kagum. Dialah Isma, mahasiswi baru musik 2019, menunjukkan kebolehannya dengan basic cengkok sinden, ditambah kejernihan suaranya membuat energi penonton seolah tersedot untuk bertepuk tangan riuh.

Tak hanya untuk mahasiswa baru, pagelaran ini menjadi ajang untuk musisi-musisi muda dalam menyumbangkan hasil karya dan pemikirannya. (Irien Rahmayani-Mahasiswi Pendidikan Seni Musik FPSD UPI 2018)