Bystander Intervention Program Diteliti Tim PKM-RSH UPI

Bandung, UPI

“Bystander Intervention Program, ini merupakan sebuah program untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual dengan mengedepankan peran pengamat yang aktif atau active bystander, yang memiliki sikap empati serta asertivitas yang tinggi dengan mitos pemerkosaan yang rendah,” pernyataan tersebut disampaikan mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2020 Muhammad Ilham Mudin yang juga Ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)-Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) dalam siaran pers-nya.

Dijelaskannya bahwa dengan meningkatnya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia belakangan ini menjadi perhatian tim-nya untuk melakukan penelitian karena merasa tergugah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hadirnya Bystander Intervention Program diharapkan dapat menurunkan angka kekerasan seksual.

“Program ini sudah terbukti berhasil menurunkan angka kekerasan seksual di Amerika Serikat dan Kanada serta sudah menjadi program wajib bagi mahasiswa baru di sana,” ungkapnya.

Program ini mengusung tagline Do Something, ungkapnya lagi, diinisiasi oleh Muhammad Ilham Mudin mahasiswa Psikologi angkatan 2020, dengan anggota Diana Tanjung Sari mahasiswa Psikologi angkatan 2020, Annisa Fadillah mahasiswa Pendidikan Sosiologi angkatan 2019, dan Shalom Duta Putra Harahap mahasiswa Pendidikan Sosiologi angkatan 2019. Kegiatan berlangsung di Auditorium Lantai 3 Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPI, pada Rabu (10/8/2022) dan Sabtu (13/8/2022), dihadiri oleh 14 mahasiswa UPI jenjang S1 sebagai partisipan program.

Dijelaskannya,”Program ini merupakan rangkaian pelaksanaan penelitian eksperimen dan bentuk realisasi dari pelaksanaan PKM-RSH yang telah berhasil lolos pendanaan. Dalam pelaksanaannya, pada sesi pertama, Rabu (10/8/2022), tim peneliti memulainya dengan melakukan pre-test kepada para partisipan sebagai langkah awal untuk mendapatkan baseline atas variabel yang diteliti.”

Berikutnya, ujarnya, peneliti memberikan perlakuan (intervention) kepada para partisipan yang dikemas dalam sebuah bentuk psikoedukasi atau pematerian mengenai variabel yang diuji. Pematerian meliputi kekerasan seksual, mitos pemerkosaan, empati, dan bystander intervention behavior.

Tim peneliti menutup sesi pertama dengan melakukan test kepada para partisipan untuk memperoleh gambaran terkait dengan perubahan perilaku yang mungkin ditunjukkan oleh para partisipan setelah mendapatkan pematerian.

Sementara itu pada sesi kedua, Sabtu (13/8/2022), dilanjutkan dengan pematerian yang membahas tentang situasi yang berpotensi menimbulkan kekerasan seksual, tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang active bystander, dan asertivitas.

“Lepas itu, tim peneliti membuka sesi diskusi, sharing session, dan role play bersama para partisipan. Terakhir, ditutup dengan melakukan post-test kepada para partisipan untuk memperoleh data kuantitatif yang siap diolah dan dianalisis,” katanya.

Setelah mengikuti program ini, ujarnya lagi, para partisipan yang diwakili oleh Nabila dan Tohawi Ibrozi mengakui bahwa hadirnya program ini sangat bermanfaat dan membuka wawasan baru tentang jenis-jenis kekerasan seksual yang seringkali tidak disadari. Mereka juga menjadi lebih memahami pentingnya peran active bystander dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungannya.

“Diharapkan, dengan hadirnya program ini dapat meningkatkan awareness para partisipan mengenai fenomena kekerasan seksual yang terjadi disekitarnya sehingga mereka dapat memberikan perannya sebagai active bystander dengan Do Something dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual. Bagaimanapun, fenomena ini dapat terjadi pada siapa saja, oleh siapa saja, dan di mana saja. Oleh karenanya, peran mahasiswa sebagai agen of change sangatlah dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan ini,” pungkasnya. (ed/dodiangga)