Tim PKM RSH FPIPS UPI Teliti Fenomena Phubbing

Bandung, UPI

Sebanyak 4 orang mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang tergabung dalam tim Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)-Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial menyoroti fenomena phubbing yaitu perilaku fokus pada gawai yang sangat dekat dengan kalangan zilenial. Mereka tertarik untuk mengkaji keterkaitan antara phubbing dan dampaknya terhadap civic competence di kalangan zilenial.

Tim yang dimaksud beranggotakan Dery Dwi Darmawan (PKn 2019), Elda Dwi Pratiwi (PKn 2019), Maitria Prada Yusuf (Pendidikan Sosiologi 2020), dan Yunita Putri (Psikologi 2021). Penelitian dilakukan di bawah bimbingan dosen Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FPIPS UPI Sri Wahyuni Tanshzil, S.Pd., M.Pd.

Menurut Elda yang mewakili tim, mengatakan bahwa smartphone merupakan salah satu bentuk manifestasi dari perkembangan teknologi dewasa ini. Di satu sisi keberadaan smartphone dapat memberikan manfaat dan kemudahan bagi manusia dalam mengakses segala bentuk informasi tanpa batas ruang dan waktu. Namun, di sisi lain keberadaan smartphone apabila tidak digunakan secara bijak, akan menimbulkan permasalahan yang serius, salah satunya mengakibatkan munculnya permasalahan “Phubbing” (Phone and Snubbing).

Phubbing merupakan permasalahan yang timbul akibat tingginya intensitas penggunaan smartphone, yaitu berupa perilaku pengabaian lawan bicara dan lebih memilih fokus pada gawai saat sedang bertemu dengan satu orang atau lebih maupun saat berada di suatu forum sosial. Berdasarkan hasil penelitian, phubbing saat ini menjadi fenomena yang banyak terjadi pada generasi zilenial sebagai generasi yang sangat akrab dengan smartphone,” ungkapnya.

Phubbing dianggap sebagai tindakan menghina dan merupakan tindakan yang tidak menghormati seseorang dalam lingkungan sosial. Karena hal tersebut dapat melukai perasaan lawan bicara akibat merasa tidak dihargai saat berinteraksi secara langsung. Jika generasi Z ini terlena dan menyalahgunakan smartphone secara tidak sadar, maka akan menimblukan dampak negatif terhadap kompetensinya sebagai warga negara yang sangat diharapkan dapat berkontribusi positif bagi terwujudnya bonus demografi.

Lebih lanjut dijelaskan,”Orang yang menerima perlakuan phubbing dari lawan bicaranya tersebut akan cenderung melakukan hal yang sama. Akibat menerima pengabaian karena lawan bicaranya fokus pada smartphone, maka orang tersebut juga akan melakukan hal yang sama dengan fokus pada smartphone-nya. Sehingga perilaku phubbing berdampak pada menurunnya kualitas hubungan sosial.Lebih luasnya, perilaku phubbing juga dapat melemahkan kemampuan berinteraksi secara sosial dan melakukan hubungan interpersonal, di mana keterampilan tersebut adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap warga negara (civic competence).”

Generasi zilenial menjadi penentu kesuksesan bonus demografi, ujarnya, oleh karena itu harus memiliki kompentensi kewarganegaraan yang terdiri dari pengetahuan (civic knowledge), keterampilan (civic skill), dan karakter yang baik (civic disposition). Jika perilaku phubbing yang menjamur di tengah-tengah generasi z dibiarkan, maka kompetensi kewarganegaraan tersebut dapat menurun. Sehingga secara tidak langsung, kualitas generasi Z ini sangat berdampak pada keberhasilan dari bonus demografi.

Tim yang merupakan gabungan dari jurusan dengan rumpun ilmu sosial yang berbeda yaitu pendidikan kewarganegaraan, sosiologi, dan psikologi melalui penelitian ini berharap dapat memberikan pemahaman kepada generasi zilenial mengenai ancaman phubbing yang dapat menurunkan keterampilan kewarganegaraan (civics competence), sehingga generasi zilenial dapat menghindari perilaku phubbing dan dapat menjadi generasi yang berkontribusi bagi terwujudnya bonus demografi. (ed/dodiangga)