Departemen Pendidikan Musik dan Tari Gelar Kerjasama Pertunjukan Gending Karesmen

Bandung, UPI

Fakultas Pendidikan Seni dan Desain menggelar pertunjukan gending karesmen yang bertemakan legenda dengan judul “Lalayang Salaka Domas” di Gedung Kesenian Amphiteater, Kampus UPI, Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Rabu,  (13/11/2019).

Pertunjukan yang diinisiasi oleh mahasiswa dan dosen jurusan Pendidikan Seni Musik, mahasiswa Pendidikan Seni Tari, mahasiswa Pendidikan Seni Rupa, mahasiswa Pendidikan Desain Komunikasi Visual dan seniman lainnya ini digelar dalam rangka penelitian dosen, yang digelar

Dalam pertunjukan tersebut, selain ada pemain yang berperan sebagai tokoh-tokoh dalam legenda lalayang salaka domas, ada juga layeutan sora atau paduan suara yang menambah megahnya pertunjukan tersebut dengan diiring musik gamelan karya gending karesmen yang berjudul Salaka Domas. Layeutan sora atau paduan suara yang tampil pada pertunjukan tersebut dinyanyikan dengan laras atau nada salendro dan pelog.

Begitupun dengan musik gamelan yang terdiri dari saron satu, saron dua, demung, peking, bonang, rincik, selentem, kenong, kempul, goong, goong bari, dogdog, dan kendang, sebagai pengiring dari layeutan sora atau paduan suara dan pertunjukan legenda lalayang salaka domas tersebut memainkan gending karesmen dengan gamelan yang berlaras atau bernada salendro dan pelog, yang berjudul Salaka Domas yang di cipakan dan di pimpin oleh Maman Sudirman, S.Sn.

Pada pertunjukan tersebut para pemeran dan musisi mempunyai pengaruh yang sangat kuat satu sama lain, karena mereka harus bekerja sama dalam setiap adegan, maka antara musik dan adegan harus menyatu sehingga menimbulkan suasana yang terlihat benar-benar nyata. Dan agar para audiens terbawa dalam suasan yang sedang diceritakan tersebut. Selain itu, mereka juga harus mengatur volume musik gamelan dan volume suara para tokoh agar terdengar sampai ke penonton paling belakang.

Pertunjukan gending karesmen dengan tema legenda yang berjudul Lalayang Salaka Domas tersebut sukses digelar dan mengundang banyak penonton, baik yang berada di daerah kampus Universitas Pendidikan Indonesia maupun di luar kampus. Saking banyaknya yang menonton, para audiens banyak yang menonton di pintu masuk, dan sebagiannya lagi berdesak-desakan duduk di lantai.

Pada awal acara, dibuka dengan layeutan sora atau paduan suara yang dinyanyikan oleh mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dari jurusan Pendidikan Seni Musik yang berjumlah sepuluh orang. Para wanita cantik ini menyanyikan lagu pembukaan dengan gerakan yang semangat, dan diiringi dengan musik gamelan oleh mahasiswa jurusan Pendidikan Seni Musik yang di pimpin oleh Maman Sudirman, S. Sn.

Setelah itu ada penampilan dari dosen jurusan Pendidikan Seni Musik yaitu Suwardi Kusmawardi, S. Kar., M. Sn. yang menampilkan rajah atau pantun sambil memainkan kecapi untuk mengiringi pantun. Ditambah dengan gapura atau hiasan tiang yang sering dijumpai di pedesaan menambah suasana menjadi lebih nyata seperti pada zaman dulu. Dan dengan lighting yang berwarna warm, seolah-olah diterangi oleh cahaya obor pada malam hari.

Selanjutnya dimulai dengan Sunten Jaya dan Guru Gantangan, yaitu saudara dari Munding Laya, tepatnya keponakan Prabu yang ingin berbuat jahat kepada Munding Laya Dikusumah, karena Munding Laya adalah anak kesayangan dari Patmawati yaitu ibunya dan istri Prabu. Oleh sebab itu Sunten Jaya merasa iri, dan akhirnya Sunten Jaya bersama Guru Gantangan membuat sebuah rencana agar Munding Laya di penjara.

Di samping Sunten Jaya dan Guru Gantangan memuat rencana jahatnya, Pamawati bermimpi tentang Munding Laya yang sedang bertemu dengannya yaitu, setelah Patmawati pergi meninggalkan Munding Laya, kemudian datang sekelompok orang yang tidak dikenal yang ingin membunuh Munding Laya. Dari sana Patmawati mulai mencemaskan keadaan Munding Laya, dan bertanya kepada semua pelayan tentang keadaan Munding Laya yang sedang tidak ada di kerajaan.

Kemudian para pelayan memberitahu informasi yang mereka dapat tentang Munding Laya kepada Patmawati. Karena masih simpang siur, Patmawati dan para pelayan berdo’a bersama agar tidak terjadi hal yang buruk kepada Munding Laya. Dengan diiring musik gamelan yang bagus, membuat para penonton semakin tertarik untuk melihat adegan dan alur cerita selanjutnya. Pada saat itu juga, penonton semakin banyak yang masuk kedalam gedung untuk melihat pertunjukan tersebut.

Setelah itu, Sunten Jaya dan Guru Gantangan memfitnah Munding Laya kepada Prabu, atas perlakuan Munding Laya yang dapat memecahkan kerajaan Padjadjaran. Pada awalnya Prabu tidak percaya, tetapi karena terus di hasut oleh Sunten Jaya dan Guru Gantangan, akhirnya Prabu percaya akan omongan mereka. Dan akhirnya Prabu memenjarakan Munding Laya. Kemudian datang Patmawati untuk membebaskan Munding Laya, tetapi semua itu percuma.

Karena keadaan Padjadjaran semakin genting, Prabu mencari solusi agar tidak terjadi perpecahan, dan solusinya harus ada salaka domas. Prabu memerintahkan Sunten Jaya untuk membawa salaka domas tersebut, tetapi karena sifat liciknya itu, Sunten Jaya memerintahkan hal tersebut kepada Munding Laya, dengan syarat jika tidak mendapatkan salaka domas, maka Munding Laya akan selamanya dipenjara.

Kemudian Munding Laya menyanggupi tawaran tersebut dan memulai perjalanannya untuk mendapatkan salaka domas. Setelah sampai di puncak gunung, Munding Laya bertarung dengan Jongrang, yaitu penjaga jabaning langit, dan harus menaklukan Guriang tujuh untuk mendapatkan lalayang salaka domas. Dalam pertarungan Munding Laya dengan Jongrang, Munding Laya bertanya dimana lokasi jabaning langit. Dan Jongrang menjawabnya, salaka domas itu ada di dalam diri Munding Laya, lalu ketika Munding Laya bertanya lagi dimana tempat Guriang tujuh, Jongrang Kalapitung menjawab di tubuh Munding Laya.

Singkat cerita, Munding Laya berhasil mendapatkan salaka domas dan pulang ke Padjadjaran, dengan menceritakan semua yang terjadi, dan kerajaan Padjadjaranpun aman dan tidak terpecah belah karena telah di selamatkan oleh Munding Laya. Dan Prabu telah sadar bahwa dirinya telah dikhianati oleh Sunten Jaya da Guru Gantangan. Pada akhirnya kerajaan Padjadjaran aman dan damai seperti sedia kala.

Pada penutupan ditampilkan lagi layeutan sora, masih tetap pada lagu yang sama, seperti pada awal pembukaan acara pertunjukan gending karesmen tersebut yang berlaras atau bernada salendro dan pelog. Dengan diiringi musik gamelan yang sama pada laras atau nada salendro dan pelog yang berjudul Salaka Domas yang diciptakan dan dipimpin oleh Maman Sudirman, S. Sn.

Para audiens yang menonton sangat terhibur, karena pertunjukan ini sangat jarang ditemui di kampus, dan sayang banyak penonton yang tidak bisa masuk untuk menonton acara ini karena di dalam gedung sudah penuh. Pada pertunjukan gending karesmen ini sangat bagus, karena jarang diadakan di kampus membuat sesuatu hal yang baru, dan dilihat dari audiens yang datangpun sangat tertarik, apalagi ceritanya tentang legenda, semakin menambah pengetahuan tentang cerita rakyat yang hampir punah ini. Meskipun masih dalam tahap awal, tapi ini sudah bagus, dan diharapkan ada lagi pertunjukan yang seperti ini agar semua orang tidak hanya menonton, tetapi disamping itu mendapatkan pengetahuan juga. (Mesy Sopiani, Mahasiswi Pendidikan Seni Musik)