Di Balik Si Balok yang Menyegarkan
|SIAPA yang tidak suka minum minuman dingin? Selain segar, minuman dingin sangat membantu kita melepas dahaga dan lebih nikmat dari minuman biasa. Terlebih jika ditambah es batu, akan semakin segar dan lebih enak. Pasti sering kita temui di sekitar kita penjual minuman yang menambahkan es batu sebagai pelengkap untuk menyegarkan minuman yang dijual. Es teh, es jeruk, es kelapa muda, es cendol, dan lain-lain. Tapi di balik kesegaran minuman berpelengkap es tersebut, pernahkah kita berpikir bagaimana es batu tersebut berasal selain tentunya dari air? Dan apakah cukup hanya dengan air untuk bisa menghasilkan es batu?
Kejanggalan ini saya rasakan ketika saya melihat es batu yang berbentuk balok besar yang sering saya lihat di warung yang menjual minuman dingin. Yang saya pikirkan saat itu, cetakan es-nya besar sekali sehingga bisa mencetak es balok sebesar itu. Anehnya lagi, saya melihat es balok itu ada juga di pasar dan di swalayan di mana es balok itu digunkan untuk mengawetkan ikan dan seafood. Saya melihat dengan jelas ada orang yang menghancurkan es balok yang kemudian diletakkan di sebuah boks untuk mengawetkan ikan. Kini saya melihat es yang dihancurkan bukan untuk minuman.
Rasa kejanggalan tersebut kemudian menuntun saya untuk mengetahui bagaimana es balok tersebut dibuat dan dijual sehingga bisa sampai ke mulut pembeli minuman dingin dari berbagai tempat. Tepatnya di sebuah tempat di daerah Bogor, saya menemukan pabrik berskala kecil yang memasok es balok untuk dijual ke warung-warung. Menurut ED, sang pemilik, sehari ia bisa memroduksi kurang lebih 100 balok es dengan harga Rp 7500 per balok.
“Kalau bulan puasa biasanya bisa lebih banyak, jumlahnya bisa dua kali lipat dan harganya lebih mahal,” ujar DN yang telah melakoni usaha ini sejak tiga tahun lalu.
Menurut DN, selama usaha ini berlangsung, ia sempat mengalami “petak-umpet” dengan aparat kepolisian yang melakukan razia. Sebab, sudah lama pabrik es balok tertangkap menggunakan bahan yang tidak layak untuk dikonsumsi seperti air sumur atau air sungai. Dan polisi sudah menyegel beberapa pabrik es balok berskala besar yang tertangkap menggunakan air selain air PAM untuk produksinya.
“Kan kita memang produksi untuk industri. Buat ngawetin ikan, makanan laut, sama buat dinginin minuman kemasan.Tapi permintaan dari warung-warung kan banyak, jadi ya kita tetep ‘masok’ ke mereka,” kilah DN. Yang berarti, pabrik ini juga menggunakan baik air sungai maupun air sumur sebagai bahan baku produksi.
Lanjut DN, setiap harinya pabrik kecilnya itu bisa menjual hampir seluruh jumlah yang di produksi ke kurang lebih 30 penjual minuman dingin, belum lagi warung kecil yang juga meminta pasokan es balok. Terlebih jika bulan puasa, penghasilan perhari pabrik DN bisa dua kali lipat dari biasanya.
Ditanya soal penggunaan air sumur, DN mengakuinya karena penggunaan air bersih akan meningkatkan biaya produksi. Meski ia masih menggunakan air bersih dari PDAM untuk produksinya meski tidak banyak. Ia mengatakan konsumennya juga sudah mengerti bahwa es balok produksinya tidak 100% sehat. “Kan misalnya kita udah jaga kebersihan dari sininya, tapi pas nyampe sana kita gak bisa jamin. Dari pengangkutan, penyimpanan, kita gak bisa jamin tuh bersih atau enggaknya,” ujar DN.
Dari penelitian yang dilakukan berbagai ilmuwan, es balok mengandung bakteri E. Coli yang berbahaya bagi tubuh jika dikonsumsi. Es balok dengan bahan baku seperti air sungai, tawas, hingga kaporit dapat menumbuhkan bakteri E.coli yang dapat menyebabkan penyakit seperti diare, muntaber, hingga kanker. Meski banyak masyarakat yang mengerti bahayanya es balok, banyak pula masyarakat yang masih memilih es batu dari es balok untuk dikonsumsi dan dijual kembali. Seperti Nanang, yang berjualan rujak buah keliling. Nanang menggunakan es balok untuk mengawetkan buah-buahan agar tetap segar dan enak ketika dimakan.
Lain halnya dengan Yani, salah satu pelanggan es kelapa muda di Bandung Utara. Ia mengaku sering membeli es kelapa muda dan berbagai minuman dingin lainnya yang esnya diambil dari bongkahan es balok. Namun ia tidak merasa risi atau waswas dengan ketidakhigenisan es balok yang ia minum.
“Udah kebal saya, lihat aja nih masih sehat begini,” ujar Yani seraya tertawa. “Ya kalau kita jaga kesehatan kagak bakalan kenapa-napa. Asal tetep jaga kesehatan aja,” lanjutnya kemudian.
Produksi es balok dengan bahan baku berbahaya akan terus berlanjut semakin berjalannya waktu dan semakin tingginya kebutuhan konsumen akan es untuk melengkapi minuman pelepas dahaga. Dan jika masyarakat tetap mengonsumsi es balok, tak menutup kemungkinan kesehatan masyarakat akan terancam. Mungkin sudah saatnya masyarakat sekaligus konsumen bisa memahami mana yang baik dan mana yang tidak untuk kesehatan. Dan bagi produsen, mungkin sudah saatnya untuk mulai memerhatikan kebersihan dalam usaha yang dijalani, agar kedua belah pihak saling diuntungkan. (Setianita Dyah Tsamara/Mahasiswi Ilmu Komunikasi FPIPS UPI/WAS)