Dr. Purnawan: Mau Menguji Korosi atau Metalografi, Gunakan Saja D’SAM
|Bali, UPI
Alat ini di desain untuk meningkatkan produktivitas kerja. Berdasarkan uji coba, pengamplasan menggunakan D’SAM bisa dilakukan dalam waktu 10 menit. Sementara itu, jika dilakukan secara manual, membutuhkan waktu hingga 4 jam. D’SAM, dalam satu kali amplas, bisa mengamplas hingga 4 spesimen, jika dilakukan secara manual, hanya mampu 1 spesimen, artinya 1 operator 1 spesimen. Di sisi lain, alat ini bisa dual proses, yaitu membuat benda-benda uji spesimen untuk uji korosi dan metalografi secara bersamaan.
Peryataan tersebut diungkapkan Dosen Departemen Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr. H. Purnawan, S.Pd., M.T., yang membimbing Hendry Wiradijaya Nurjaman, Syahromi Padang, dan Muhammad Arlie Arlando yang tergabung dalam kelompok PKM-KC UPI, saat mendampingi tim-nya presentasi di Fakultas Hukum Universitas Udayana Jalan Raya Kampus Unud, Jimbaran, Bali, Kamis (29/8/2019).
Lebih lanjut dijelaskan,”D’SAM atau Disc Sander Abrasive Machine merupakan alat pengamplas spesimen benda uji korosi dan metalografi. Intinya ini adalah sebuah mesin pengamplas, namun dalam konteks PKM-KC, alat ini yang dimunculkan adalah noveltinya atau kebaruannya. Kebaruannya itu adalah keamanan dan tingkat produktivitasnya. Mesin ini berfungsi untuk menghasilkan benda-benda uji spesimen untuk uji korosi dan metalografi.”
Selama ini yang digunakan oleh mahasiswa maupun industri masih manual, ungkapnya. Jadi, untuk menghasilkan uji korosi itu harus melalui proses pengamplasan beberapa tahap sampai benda tersebut siap untuk dilakukan uji korosi. Demikian pula jika benda tersebut untuk uji metalografi, dia harus melalui beberapa proses sehingga benda tersebut siap untuk dilakukan proses etsa untuk mengetahui komposisi unsur di dalam suatu material. Setiap material itu memiliki beberapa unsur, ada Fe, Ni dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut, kelompok PKM bidang Karya Cipta mahasiswa UPI ini layak untuk tampil di PIMNAS walaupun diakui masih banyak kekurangannya. Namun, kekurangan tersebut merupakan sebuah potensi yang potensial untuk dikembangkan inovasinya agar bisa bersaing di PIMNAS berikutnya.
“Diharapkan, mahasiswa yang terlibat dalam PIMNAS bisa meningkatkan dan mengembangkan kreativitasnya, karena hal tersebut merupakan media untuk bertahan hidup. PKM merupakan salah satu wadah untuk menyalurkan kreativitas mahasiswa, namun tentunya keberhasilan ini harus didukung oleh semua pihak, tidak bisa berjalan sendiri. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, untuk tahun ini, UPI sudah memberikan segala daya upaya terbaiknya agar mahasiswa bisa tampil maksimal dalam mempresentasikan kreativitasnya, meskipun ada hal-hal yang perlu dibenahi,” harapnya.
Untuk jangka pendek, ungkapnya, kegiatan PKM ini bisa diintegrasikan dengan satu mata kuliah. Contohnya untuk mata kuliah Proses dan Simulasi Perancangan yang saya ampu, salah satu output-nya menghasilkan proposal PKM, bisa masuk kategori PKM-Penelitian, PKM-Teknologi dan PKM-Karya Cipta. Hal ini bisa dipalikasikan oleh dosen lainnya, karena potensi mahasiswa UPI sangat luar biasa kreativitasnya. Yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah trigger untuk melecutnya, sehingga menciptakan sebuah kondisi dimana PKM itu adalah sebuah kebutuhan. Sementara itu bagi pimpinan universitas, diharapkan konsistensinya antara program PKM dengan program akademik. Misalnya, untuk Proposal PKM yang lolos didanai dan lolos PIMNAS, selayaknya bisa dikonversi dengan membebaskan beberapa mata kuliah, contohnya bebas Tugas Akhir, karena hal ini sudah dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi lain. (dodiangga)