EFEK KOBRA

Ini terjadi di India pada pertengahan Abad 19. Walau  hanya sebuah anekdot, Pemerintah penjajahan Inggris sangat kuatir dengan semakin banyak warga India yang meregang nyawa karena digigit ular Kobra. Jenis ular beracun ini banyak berkeliaran, dan sering memakan korban jiwa warga kota Delhi. Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah Inggris membuat kebijakan baru. Yaitu pemerintah memberi hadiah (reward) berupa uang untuk setiap ekor ular kobra yang berhasil dibunuh.  Stephen (2012) menyebutnya a bounty of every dead cobra body. Awalnya, strategi ini cukup efektif. Populasi ular kobra semakin sedikit, sehingga korban gigitan ularpun semakin berkurang. Namun demikian, banyak masyarakat India yang memanfaatkan kebiijakan ini untuk meraup uang. Mereka banyak yang beternak ular kobra agar mereka dapat meraup uang. Dengan demikian populasi kobra terus bertambah dan Pemerintah harus membayar mahal untuk setiap kobra peliharaan masyarakat tersebut. Akhirnya pemerintahan Inggris menghentikan kebijakan ini.     

Suatu metoda atau kebijakan publik dengan penawaran hadiah malah akhirnya bukan memecahkan solusi tetapi memperparah situasi.

Bermula dari fenomena itulah, muncul terminologi efek kobra atau The Cobra Effect. Yaitu suatu kebijakan baru yang ditetapkan  yang awalnya diharapkan menjadi solusi. Namun dalam perkembangannya justru hal tersebut memperburuk situasi.

Perverse Incentive

 Kebijakan yang awal nya diyakini sebagai solusi, dan dalam perkembangnya dirasakan gagal dan malahan memperburuk keadaan. Itulah Cobra Effect yang oleh  Horst (2001) disebut sebagai kebijakan publik yang gagal. Ia menyebutnya sebagai perverse incentive. Yaitu an incentive that has an unintended and desirable result that is contrary  to the intentions of its designers. Insentif yang sesat atau salah karena bisa menimbulkan  dampak baru yg tidak diharapkan dan sangat merugikan. Cikal bakal penggunaan Cobra effect dalam berbagai kebijakan publik yang melenceng dari tujuan semula.

Dalam dimensi kebijakan publik (public policy), kebijakan publik yang gagal ini pernah dialami berbagai negara.

Di Hanoi Vietnam Utara misalnya, seperti ditulis Vann MG (2003) pada awal abad 20 Pemerintah Kolonial Perancis mengeluarkan kebijakan baru tentang hadiah sejumlah uang bagi penduduk yang menyerahkan ekor tikus. Hal ini dimaksudkan agar populasi tikus di kota Hanoi berkurang. Pada waktu itu penyakit pes sangat mewabah di Hanoi. Namun demikian, pemerintah  menyaksikan kenyataaan banyak tikus tak berekor yang  berkeliaran. Tikus ini beranak pinak dan ekornya bisa diserahkan kepada pemerintah untuk diganti dengan uang. Ada kecurangan yang merugikan negara atas kebijakan tersebut.

Contoh lain, diilustrasikan  Mark Zwonitzer (2006) dalam kasus pembangunan KA Trans Amerika. Ia menulis tentang kecurangan pada fase pembangunan transcontinental railroad in 1860 in USA. Dalam kasus ini parlemen Amerika telah menyetujui pembayaran ektra bagi para pekerja yang membangun jalan KA. Hal ini dilakukan agar tercapai percepatan pembangunan rel KA pada daerah yang  terjal dan sulit. Namun pada faktanya telah terjadi manipulasi pembayaran yang  signifikan  dengan menambah jumlah mil rel KA yang harus dibayar.

Ilustrasi lain di Bangkok Thailand. Polisi Kota Bangkok pernah memberlakukan  pemakaian ban lengan dengan tanda Tartan bagi polisi yang melakukan pelanggaran kecil. Hal ini untuk memberikan efek jera pemakainya.  Namun dalam perkembangannya, bukan malah membuat efek jera. Lencana  tersebut jadi barang koleksi petugas yang sering melanggar. Sejak tahun 2007, untuk menghindari insentif sesat tersebut, departemen kepolisian  menggunakan ban lengan dengan karakter kartun Hello Kitty yang lucu.

Efek Kobra di Tanah air

Bagaimana efek kobra di  Tanah air? Fenomena Efek kobra, dalam kadar tertentu, telah terjadi juga di Indonesia. Paling tidak dengan diterapkan suatu kebijakan publik yang baru, ada saja oknum atau pihak tertentu yang menarik manfaat atas kebijakan tersebut.

Sebagai contoh, kebijakan lalu lintas 3 in 1 untuk jalan tertentu di Jakarta. Awalnya kebijakan tersebut untuk mengurangi kemacetan lalu lintas yang parah di wilayah tertentu. Namun dalam perkembangannya, kebijakan tersebut dinilai kurang efektif. Hal ini  terjadi karena ada  masyarakat yang menawarkan jasa sebagai penumpang tambahan dengan imbalan uang. Akhirnya kebijakan 3 in 1 tersebut dihentikan.

Demikian juga pada saat pandemik covid-19 saat ini. Pada wilayah kota kabupaten tertentu diberlakukan lalu lintas ganjil genap. Artinya, pada hari tanggal ganjil, hanya kendaraan yang ujung nomor polisinya ganjil yang bisa melintas. Hal yang sama juga pada tanggal genap hanya untuk kendaraan yang ujung nomor polisinya genap. Tujuan kebijakan tadi agar volume lalulitas terkendali. Namun pada kenyataannya, banyak pengguna yang melanggar dengan berbagai modus. Walau tak separah terjadinya efek kobra.

Demikian juga dalam bidang pendidikan. Banyak sejumlah kebijakan pendidikan, yang pada akhirnya tumpul karena ada oknum atau masyarakat yang mengakali kebijakan tersebut dengan cara yang kurang fair atau tidak terpuji. Walau belum separah efek kobra, ada baiknya kebijakan pendidikan yang sudah baik ini dilaksanakan  dengan pengawalan ketat. Hal ini dimaksudkan tak terjadi penyimpangan.

Contoh lain, kebijakan penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi atau PPDB misalnya. PPDB merupakan formula sistem penerimaan siswa  yang cukup baik , berkeadilan dan transparan. Namun masih ada kelompok masyarakat yang mencoba bermain dengan mengutak ngatik peraturan.

Hal di atas menunjukkan bahwa kebijakan publik yang dipilih, dimaksudkan agar program lancar, bermanfaat dan sesuai dengan rencana. Hal ini merefleksikan keadilan, transparansi dan good governance dalam pelayanan publik. Apabila dalam perkembangannya banyak deviasi dan penyalahgunaan. Itu artinya gejala efek kobra sudah mulai terjangkit. Hati hati. Hal tersebut akan menjadi embrio tumbuh kembangnya insentif sesat  atau perverse incentive. Seperti diutarakan dalam pepatah dalam bahasa Inggris bahwa .. the road to hell is paved with good intentions. Jalan ke Neraka telah digelar dengan niat yang baik.

Semoga Efek Kobra ini tidak terjadi.(Dinn Wahyudin)