Index of Happiness

Awal tahun 2022 ini, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis Indeks Kebahagiaan Indonesia (Index of Happiness) yang sudah mencapai angka 71,49 pada tahun 2021. Berdasarkan indeks kebahagiaan ini, tercatat 3 provinsi terbahagia yaitu Maluku Utara (76,34), Kalimantan Utara (76,33), dan Maluku (76,28). Sementara Provinsi Banten merupakan provinsi yang paling tidak bahagia.

Masyarakat awam lantas berkesimpulan bahwa sungguh berbahagia masyarakat yang bermukim di Provinsi Maluku Utara. Atau sebaliknya betapa malangnya saudara saudara kita yang tinggal di Provinsi Banten. Apakah seperti itu? Sudah barang tentu tak bisa disimpulkan sesederhana itu. Banyak indikator yang mempengaruhi, dalam mengkaji indeks kebahagiaan ini.
Dalam pengukuran tingkat kebahagiaan, BPS (2021) mengamati dari tiga dimensi utama yaitu kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia).

Kebahagiaan Kampus

Secara sederhana, awal pekan ini, saya mencoba mewawancarai 10 mahasiswa/ mahasiswi UPI. Hal yang utama ditanyakan adalah aspek kebahagiaan apa yang paling dominan dirasakan mahasiswa mahasiswi tersebut ketika mereka menuntut ilmu di UPI.

Hasilnya ternyata bisa disebutkan tiga hal utama. Pertama, kebahagiaan ketika diperolehnya kesempatan menuntut ilmu. Yaitu kesempatan untuk belajar menimba pengetahuan, pengalaman, kompetensi melalui hubungan akademik dan hubungan sosial (academic & social interaction) dengan dosen, tendik, rekan mahasiswa dan lingkungan kampus. Kepuasan pengalaman berinteraksi di kampus ini terasa berkurang dan nyaris hambar, ketika pandemik melanda. Tak ada tatap muka di kampus, tak ada canda ria secara langsung di ruang kelas, tak ada obrolan santai di selasar gedung, di cafe ataupun bisik bisik pelan di ruang baca perpustakaan. Semuanya sepi. Pembelajaran dilakukan secara daring.

Kedua, kebahagiaan dalam menjalani kehidupan dan belajar dengan suasana riang gembira. Di kost atau kamar kontrakan, walau sederhana bisa dirasakan aroma bahagia. Demikian juga di kampus, sebelum pandemik, suasana belajar dilaksanakan dengan baik. Tak banyak keluhan adanya dosen killer atau dosen jutek. Ketika pandemik, walau pembelajaran secara full online, diupayakan kekhawatiran, stress, cemas bisa dihindari. Suasana fasilitas belajar dan lingkungan kampus juga mendorong untuk tetap bahagia. Lingkungan fisik kampus UPI, rindangnya dedaunan, taman kampus, dan gedung Bumi Siliwangi (dulu Villa Isola) tetap menjadi icon yang bisa menstimulasi mahasiswa utk bahagia. Kami bisa swafoto pada latar gedung yang harismatik ini.

Ketiga, bahagia dipicu untuk mandiri dalam memaknai hidup. Belajar di kampus memang tak selalu mulus. Banyak suka duka. Kebahagiaan bukan berarti tanpa tantangan. Kami sebagai mahasiswa ditempa oleh lingkungan di kampus untuk lebih memaknai arti hidup dan kehidupan. Itu yang kami rasakan, kesemuanya menjadi mozaik kehidupan. Kehidupan menjadi berwarna, dalam goresan suka dan duka.Colourful & meaningful life. Dinamika kehidupan yang warna warni namun sangat bermakna.

Better life Index

OECD (2013) telah mendeskripsikan perlunya kehidupan yang lebih baik secara subjektif (subjective well being) dengan memperluas derajat kebahagiaan dalam tiga elemen utama. Yaitu : Life evaluation – reflective assessment on a person’ life; Affect – a person’ feeling or emotional states; Eudemonia – a sense of meaning and purpose in life. Kemudian, The World of Happiness Report (2019) merilis negara negara mana saja yang dinilai paling bahagia. Lima negara terbahagia saat ini, yaitu: Finlandia, Denmark, Norwegia, Islandia, dan Belanda. Sedangkan Indonesia menurut survey tersebut memperoleh posisi 92 dari 156 negara yang disurvey.

Banyak aspek pemaknaan tentang kebahagiaan ini. Kebahagiaan merupakan kesenangan dan ketentraman lahir batin.(KBBI). Hal di atas dimaknakan bahwa evaluasi kehidupan yang disangga dari dua aspek yaitu kondisi kehidupan yang baik secara fisik dan mental (good life) juga aspek suatu kehidupan yang penuh makna (meaningful life).

Bahagia dalam Islam

Pemaknaan kebahagiaan sebagai upaya mencari ketentraman lahir bathin, dunia akherat merupakan sikap yang paling arif. Bahagia itu sifatnya relatif dan sangat bergantung dari sisi makna seseorang memandangnya.
Dalam pandangan Islam, Allah SWT telah menjelaskan dalam Al Quran tentang makna kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Allah SWT yang Maha Tahu dan Maha adil, mengetahui bahwa manusia adalah mahluk pencari kebahagiaan. Kebahagiaan adalah fitrah manusia, dan diinginkan oleh setiap manusia.

Berikut adalah Firman Allah SWT dalam Al Quran surah Az Zukruf 35. “Dan (Kami buatkan pula) perhiasan perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tiada lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan di akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang yang bertakwa”.

Dengan demikian, dalam Al Quran, Allah SWT telah menjelaskan bahwa kehidupan dunia sejatinya adalah kehidupan sementara. Adapun kebahagiaan di akhirat jauh lebih baik dan tidak ada bandingnya dengan perhiasan dan kebahagiaan di dunia. Pada surah lain, dalam Quran Surah Al Ankabut 64, Allah SWT berfirman, “Dan tiadalah kehidupan di dunia ini melainkan senda gurau dan main main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”.

Hal ini memiliki makna bahwa kehidupan di dunia hanya sebentar sekali seperti kita bercanda atau bergurau dengan teman atau keluarga. Seperti itulah kehidupan dunia. Sedangkan kehidupan dan kebahagiaan di akhirat sifatnya kekal atau abadi.

Semoga kita semua diberi petunjuk dan kemudahan oleh Allah SWT Tuhan YME untuk meraih kebahagiaan di dunia, dan kebahagiaan abadi kelak di akhirat (Dinn Wahyudin)