Indonesia, Negara Ekonomi Keempat Terbesar di Dunia 2045

Bandung, UPI

Dengan segenap potensi yang dimilikinya, sejatinya bangsa Indonesia amat sangat berpeluang menjadi bangsa yang unggul dalam berbagai bidang. Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Mahakuasa potensi sumber daya alam yang melimpah, potensi sumber daya manusia yang luar biasa, serta potensi letak geografis yang strategis, sehingga jika semua potensi tersebut dikelola dan diberdayakan secara optimal, maka Indonesia akan tampil sebagai negara ekonomi keempat terbesar di dunia, paling lambat tahun 2045.

“Namun, hingga kini kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah yang seyogianya diberdayakan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia belum optimal dimanfaatkan. Karena, kita ketergantungan kepada tenaga dari negara lain dalam mengeksplorasi, mengelola, dan memberikan nilai tambah bagi kekayaan alam yang kita miliki,” kata Rektor UPI Prof. H. Furqon, Ph.D. saat menyampaikan pidato Wisuda III, di Gedung Gymnasium, Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (14/12/2016).

Rektor UPI pada upacara wisuda kali ini mewisuda sebanyak 2.859 orang lulusan, yang  terdiri atas 60 orang lulusan D3; 2.119 orang lulusan S1; 610 orang lulusan S2; dan 70 orang lulusan S3. Hadir dalam acara wisuda tersebut pimpinan dan anggota Majelis Wali Amanat UPI; pimpinan dan anggota Senat Akademik UPI; para pimpinan Fakultas, Sekolah Pascasarjana, Kampus Daerah, Departemen dan Program Studi, beserta jajaran Pimpinan Unit Kerja di lingkungan UPI.

Rektor UPI tidak habis piker, bagaimana mungkin Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah lautan saat ini masih harus mengimpor garam, kebutuhan sehari-hari yang notabene merupakan salah satu hasil laut. Letak geografis Indonesia yang demikian strategis, berada di antara dua benua dan dua samudera, juga belum dimanfaatkan secara optimal untuk meraih keuntungan sosial-ekonomi yang potensinya sangat besar.

Mengutip pernyataan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo dalam sebuah kesempatan, Prof. Furqon mengemukakan, dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia menjadi salah satu negara yang “diincar” banyak negara lain. Sejumlah pihak sudah sejak lama secara sistematis melancarkan apa yang disebutnya sebagai proxy war atau perang tanpa senjata, melalui berbagai cara seperti narkoba dan pornografi, serta pembentukan pola pikir tertentu melalui media masa, media sosial, dan lain sebagainya.

Perang tanpa senjata (proxy war) ini, katanya, secara bertahap dan kultural dapat melunturkan idealisme kebangsaan yang pada gilirannya dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika situasi ini tidak disikapi dengan arif, dan bangsa Indonesia tidak melakukan langkah strategis yang tepat maka boleh jadi suatu saat nanti bangsa Indonesia akan kembali “dijajah” oleh bangsa lain.

Prof. Furqon menjelaskan, salah satu yang membuat bangsa Indonesia masih bisa optimis adalah adanya peluang terwujudnya Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar keempat di dunia dan peningkatan perannya pada percaturan global bertumpu salah satunya pada anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, yaitu suatu kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif melebihi jumlah penduduk yang tergolong pada kelompok yang tidak produktif.

“Dengan kata lain, optimisme kita pada kebangkitan bangsa Indonesia dalam percaturan global, baik secara ekonomi maupun politik, bertumpu salah satunya dan terutama pada kemampuan bangsa ini dalam memanfaatkan momentum bonus demografi,” kata Prof. Furqon.

Kemampuan bangsa Indonesia untuk memanfaatkan momentum bonus demografi, kata Prof. Furqon selanjutnya, antara lain dan terutama dapat dilihat dari mutu pendidikannya. Tulisan Prichet dari Harvard University (2016) menyatakan bahwa kalau perkembangan pendidikan berlangsung seperti sekarang ini, tidak mengalami perubahan yang luar biasa, maka Indonesia memerlukan waktu sekitar 300 tahun lagi untuk dapat menyamai “mutu” pendidikan negara maju anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) saat ini.

“Dapat dibayangkan, kita harus menunggu selama 300 tahun untuk mencapai “mutu” pendidikan yang sekarang tengah dinikmati oleh anak-anak di negara anggota OECD, sementara mereka pun terus memacu mutu pendidikannya,” ujar Prof. Furqon.

Semua fenomena itu menunjukkan bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan di tanah air sudah amat sangat mendesak, tegas Prof. Furqon. Oleh karena itu, evaluasi secara mendasar dan komprehensif terhadap pendidikan di tanah air perlu amat segera dilakukan yang diikuti oleh perumusan strategi akselerasi peningkatan mutu secara merata dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan disertai upaya peningakatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya.

“Percepatan peningkatan mutu pendidikan di tanah air perlu dengan sangat segera dilakukan sehingga seluruh anak bangsa di seluruh pelosok negeri, tanpa kecuali, dapat menikmati mutu pendidikan yang sekarang tengah dinikmati oleh anak seusianya di negara OECD dalam kurun waktu kurang dari 50 tahun,” kata Prof. Furqon.

Menjadi tanggung jawab semua bangsa Indonesia, yang telah diamanatkan lebih dari 10 tahun yang lalu dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, untuk menjamin anak cucu kita semua mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu, dan bukan layanan pendidikan ala kadarnya. Seluruh elemen bangsa harus menyadari dan perlu terus disadarkan bahwa upaya percepatan mutu pendidikan di tanah air sudah demikian mendesak, dan tidak bisa ditunda-tunda lagi.

“Jika tidak, maka Generasi Emas Indonesia dan prediksi menjadi the fourth biggest economy in the world pada tahun 2045 hanya  akan merupakan fatamorgana, mimpi yang tidak akan pernah terwujud,” kata Prof.  Furqon.

Semua elemen bangsa, katanya, termasuk dunia usaha dan industri, harus digerakkan agar bersatu padu untuk mewujudkan pendidikan berkualitas demi menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang lebih bermutu. Sejalan dengan itu, peraturan perundangan-undangan serta kebijakan yang tidak memihak pada kepentingan percepatan peningkatan mutu pendidikan harus segera dievaluasi dan direvisi.

Orang tua yang selama ini terkesan hanya sekadar menitipkan putra/putrinya ke sekolah, dan kemudian menunggu hasil belajar yang diperoleh putra/putrinya, harus turut disadarkan sehingga ikut memikirkan nasib pendidikan di negeri ini, sesuai dengan kapasitas masing-masing, ujar Prof. Furqon.

“Mereka perlu dilibatkan secara aktif sehingga turut serta dalam menentukan arah dan pengendalian mutu pendidikan. Para guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolahperlu terus ditingkatkan kompetensinya sehingga mereka lebih mampu berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai pendidik profesional yang mengabdikan diri sepenuhnya bagi kepentingan generasi mendatang yang lebih baik,” tandasnya.

Dikatakan, generasi muda dan peserta didik perlu terus diingatkan bahwa di tangan merekalah nasib masa depan Indonesia. Mereka perlu terus didorong untuk mewujudkan potensinya masing-masing secara optimal, baik dalam keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Mahakuasa, penguasaan ilmu pengetahun dan teknologi, kemampuan apresiasi seni, maupun dalam pembiasaan pola hidup sehat dan bugar.  (WAS/Deny Nurahmat/Dodi Angga/Andri Yunardi/Riza Ibrahim)