Kebenaran Dalam Peristiwa Sejarah Itulah Yang Paling Benar

Bandung, UPI

“Pernikahan Bung Karno dengan Siti Oetari, terjadi saat beliau menjelang usia remaja. Oetari sendiri ketika itu masih berusia anak-anak. Pernikahan yang lebih utuh adalah saat bersama Ibu Inggit Garnasih,” kata dosen Departemen Sejarah FPIPS UPI Dr. Erlina Wiyanarti, M.Pd., usai mengapresiasi film Soekarno yang diselenggarakan oleh Ruang Sumber Psikologi hasil kerjasama dengan Museum Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia (Mupenas UPI) dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan RI ke-73, di Auditorium Mupenas UPI Kampus UPI Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Senin (20/8/2018).

Dijelaskannya, berdasarkan film tersebut, dapat ditangkap kesan bahwa Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa hidup sendirian. Tergambar dalam film, ternyata banyak peran tokoh lain, ada Ibu Inggit, Bung Hatta, Ibu Fatmawati, Ahmad Soebardjo, dan lainnya. Diingatkannya, bahwa dalam membaca sejarah itu, kita hanya tahu sebagian saja dari fakta yang ada, karena kadang ada penulis yang menulis sejarah dengan mengesampingkan peran-peran orang lain, namun memunculkan peran orang lainnya.

“Sosok ibu negara seperti apakah yang baik? Menurut saya, yaitu sosok yang bisa mengerti dan bisa mendampingi pikiran-pikiran Bapak Negara,” ujarnya. Lebih lanjut ditegaskan, pada masa kehidupan Soekarno banyak sekali gejolak dan pengkritik ide-idenya, namun para pengkritik tersebut memiliki kekhasan dan kesantunan dalam menyampaikan pikirannya, misalnya Sjahrir, Sukarni, dan Tan Malaka. Di sisi lain, bahwa kebenaran yang ditulis dalam buku sejarah itu sangat sedikit, justru kebenaran dalam peristiwa sejarah itulah yang paling benar.

Sementara itu dalam kesemptan yang sama, Kaprodi Departemen Psikologi Drs. H.M. Engkos Kosasih, M.Pd., menyampaikan harapan agar kegiatan kajian film ini bisa memperkaya wawasan mahasiswa dan alumni yang turut mengapresiasi, utamanya dalam mengkritisi kehidupan yang terus berubah. Mengingat kita pernah berada dalam fase pergerakan Budi Utomo, kemudian fase perjuangan fisik, fase kemerdekaan, fase pergerakan 66, fase orde baru, fase reformasi, hingga sekarang. (dodiangga)