Ma’had Aly, Resmi, Menjadi Perguruan Tinggi Keagaman Islam

Jakarta, UPI

Perguruan tinggi keagamaan Islam berbasis pesantren yang sering disebut Ma’had Aly akhirnya memperoleh pengakuan dari pemerintah, setelah melalui proses panjang. Pengakuan ini ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Menteri Agama Nomor 71/2015 tentang penyelenggaraan Ma’had Aly.

Situs www.kemenag.go.id memberitakan, Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan, bahwa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meresmikan 13 Mahad Aly dengan memberikan  izin pendirian sekaligus Nomor Statistiknya. “Peresmian dilakukan bersamaan dengan Wisuda III Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asyari Ponpes Tebuireng Jombang Senin, 30 Mei mendatang,” katanya.

Dijelaskan, Ma’had Aly adalah satuan pendidikan yang didirikan dan dikembangkan dari dan oleh masyarakat pesantren dan berada di pesantren. Meski begitu,  keberadaan Ma’had Aly bukan hanya untuk kepentingan masyarakat pesantren, tapi juga kebutuhan bangsa Indonesia.

NET
NET

Menurut Kamaruddin, kehadiran PMA 71/2015 tidak saja memastikan legalitas Ma’had Aly dalam sistem pendidikan nasional. Lebih dari itu, PMA ini memperjelas komitmen pemerintah mewujudkan Ma’had Aly setara dengan lembaga pendidikan tinggi agama dan lembaga pendidikan tinggi umum. Kesetaraan dimaksud, baik dalam pengakuan, status, lulusan, maupun perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan dan pengembangannya.

“Kehadiran PMA ini juga akan mempermudah langkah mewujudkan Ma’had Aly sebagai instrumen kelembagaan permanen untuk menjawab problem mendasar  umat Islam Indonesia seiring semakin langkanya kiai-ulama yang berintegritas, berkarakter, dan berwawasan kebangsaan,” paparnya.

Peresmian ke-13 Mahad Aly ini merupakan langkah awal proses revitalisasi Mahad Aly oleh Kementerian Agama.  Ke depan, Kemenag berupaya agar  layanan pendidikan yang diharapkan mencetak sarjana (S1) dengan kualifikasi kader kiai-ulama ini dapat dibuka di setiap provinsi di seluruh Indonesia. Tidak hanya menguasai  kitab kuning tradisi intelektual pesantren, mereka diharapkan mampu mengontekstualisasikannya dalam kehidupan kontemporer, dan mampu mendialogkannya dengan ilmu sosial, ilmu budaya, dan atau ilmu kealaman untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang adil, maslahat, dan bermartabat.

Selain menjadi pengasuh pesantren, Sarjana Ma’had Aly dapat menjadi  dosen perguruan tinggi, guru profesional, penghulu KUA, hakim agama, pegawai pemerintah di bidang keagamaan, serta anggota Dewan Pengawas Syari’ah dan profesi lainnya.

“Di bidang keilmuan, lulusan Ma’had Aly juga dapat berprofesi sebagai penulis, peneliti, muballigh, dan akademisi. Dari situ, diharapkan lulusan Ma’had Aly bisa mengisi kebutuhan masyarakat terhadap ulama yang mumpuni dan berintegritas,” tandas Kamaruddin.

Paling tepat di Pesantren 

Mengomentari kebijakan Kementerian Agama ini, K.H. Salahuddin Wahid (Gus Solah) mengemukakan, Ma’had Aly yang paling tepat berada di di pesantren. Ma’had Aly ke depan harus dapat melahirkan ulama dan pembina umat. Tidak hanya memahami agama, alumni Ma’had Aly juga mempunyai pemahaman tentang bagaimana bergaul dan berkomunikasi dengan masyarakat dan pemeluk agama lain.

Sebab, lanjut Gus Solah, selain belajar agama, santri pesantren dilatih bermasyarakat. “Tafaqquh fiddin (belajar agama) di pesantren tidak semata tamat kitab kuning, tapi juga kemampuan membaca perkembangan zaman, membaca kebutuhan, dan menjawab tantangan,” tuturnya.

Senada dengan Gus Solah, pembina Ma’had Alu Situbondo Kyai Jalal Situbondo memandang pentingnya pengenalan program pengembangan masyarakat (community development) kepada mahasantri Ma’had Aly. Menurutnya, program ini pernah dilakukan Kementerian Agama pada tahun 2007.

Saat itu, peserta program dilatih selama beberapa hari lalu diberi kesempatan melakukan pengabdian selama satu bulan. “Alumni program dan masyarakat yang menjadi objek program merasa mendapat banyak manfaat dari program ini dan kiranya bisa dilanjutkan,” tuturnya. (Mkd/WAS)