Membaca Buku dalam Bahasa Inggris di Reading Lights

Bandung, UPI1

Sebuah gedung berlantai dua berdiri di jalan Siliwangi Nomor 16, Bandung. Berbeda jauh dengan bisingnya lalu lintas, di dalam gedung itu sangat tenang dan jauh dari kebisingan. Begitu membuka pintu, Anda menemukan ribuan buku ditata dalam rak kayu dan dikelilingi meja dan kursi mungil. Sesekali Anda akan menemukan orang sedang asyik membolak-balik halaman buku dan larut dalam cerita.

Reading Lights, sebuah nama untuk gedung itu. Surganya buku berbahasa Inggris dijual di sana. Yang menarik adalah buku yang dijual adalah buku bekas atau secondhand books. Walaupun bekas, keadaan buku masih dalam keadaan baik, masih disampul dan masih dicari orang. Setiap rak diberikan label untuk tiap genre. John Grisham, Elizabeth Costova, Sidney Sheldon, dan penulis barat terkemuka lainnya ada di setiap rak.

Astrid (35), selaku manajer menceritakan sejarah berdirinya Reading Lights. Reading Lights dicetus pertama kali oleh seorang wanita berkebangsaan Australia bernama Helen Lok. Bersama putranya, Callum,  mereka membeli ruko yang dulunya adalah galeri lukisan, kemudian disulap menjadi bookshop tahun 2006.

Astrid mengaku kendala yang terjadi adalah kesulitan mencari buku bekas dan menurunya minat baca masyarakat. Selain itu, para pengunjung sangat menghindari buku tebal dan menurut mereka, ‘bahasanya berat.’. Mereka lebih mencari buku yang lebih tipis.

“Lucunya lagi ya, orang mau baca buku kalau sudah ada adaptasi filmnya. Misalkan The Hobbit atau buku-bukunya John Green. Padahal untuk mencintai buku kamu tidak harus menonton film. Membacanya saja sudah bisa bikin film sendiri” tutur sang manajer yang dulunya adalah pengunjung setia Reading Lights.

Menurut Astrid, buku adalah pilihan. Saat kecil mungkin kita langsung dikenalkan dengan buku dan belajar membaca. Tapi saat kita bertemu hal lain, misalkan mainan, disitulah kita membuat pilihan, apakah membaca atau mainan. Disanalah titik dimana seseorang akan terus mencintai buku atau malah melupakannya.

“Saya kerja disini juga karena suka dan passion saya buku. Buku itu bukan sesuatu yang harus ditakuti. Buku itu fun, intinya jangan pernah malas membaca dan jangan pernah takut salah dalam belajar.” kata Astrid diiringi senja dan terangnya lampu baca di Reading Lights. (Saffina Azzahra Firdaus, Mahasiswa Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)