Menginvestigasi Jual Beli Hewan Dilindungi di Bandung
|HUTAN Indonesia dikenal kaya akan berbagai jenis flora dan fauna. Semua itu ada karena letak Indonesia di daerah Tropis terdiri atas ribuan pulau, mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna Indonesia sangat beranekaragam dan tersebar di seluruh wilayah Kepulauan Indonesia dari bagian Barat, pertengahan sampai bagian Timur sesuai dengan habitat dan kondisi alamnya masing-masing.
Berbagai jenis satwa hidup pada habitatnya, namun kian hari semakin terancam keberadaannya akibat “Kerusakan hutan” dan alih fungsi lahan. Aneka satwa ini perlu dilindungi, apalagi satwa tersebut merupakan “satwa endemik” yang hanya terdapat di Indonesia. Namun banyak masyarakat berani memelihara hewan yang sudah jelas dilindungi, bahkan tidak takut hingga berani meng-upload di akun jejaring sosialnya seperti biawak hijau, kura-kura leher panjang, buaya dan masih banyak lagi.
Berawal dari maraknya hewan langka yang dilindungi dipelihara masyarakat membuat saya ingin menyelidiki di mana mereka dapat membeli hewan-hewan tersebut. Rabu (25/5/2016) saya pergi ke tempat jual beli hewan yang berada tepat di depan mal Bandung Indah Plaza untuk memulai investigasi. Di sana saya melihat banyak sekali hewan yang diperjual-belikan seperti kucing, anjing, hewan perekat dan juga reptil. ketika sedang melihat-lihat hewan ternyata ada seorang pengunjung yang menanyakan hewan pesanannya. Ternyata, hewan yang dipesan adalah Biawak Hijau Papua, salah satu reptil yang dilindungi. Ketika transaksi dengan orang itu sudah selesai, saya langsung menghampiri penjual hewan tersebut dan penjual itu bertanya kepada saya:
“Mau cari hewan apa, Bos?” tanya penjual hewan
“Iya Kang, itu biawak hijau masih ada? Berapa harganya?” ucap saya.
“Aduuuuh, cuma bawa satu, Bos. Sekarang mah, itu juga pesanan. Kalau, Bos mau besok saya bawa. Harga Rp 300.000, maklum barang susah termasuk endemik,” jawab penjual hewan sambil merayu agar saya tertarik.
“Wah, mahal geuning. Ga punya uang segitu Kang euy. Emang nggak bahaya memelihara hewan endemik?” tanya saya.
“Kalem, Bos jamin aman. Asal jangan di-upload ke facebook aja. Takut ntar ada yang lapor trus Si Bos dicari. Tapi tenang we ari polisi yang di jalan-jalan mah gak akan tau kecuali petugas perhutanan Bos. Hehehe,” jawab penjual hewan sambil bercanda
”Oh gitu Kang, bisa barter nggak? Saya punya ular dipong. Kalo boleh tahu, Akang punya hewan endemik lagi nggak selain biawak hijau? Takut ada yang lebih sangar. Ha ha ha ha,“ ucap saya.
“Bisa bos, paling Bos nambah Rp 50.000 lah. Kalau mau besok atau Bos main ke rumah, banyak bos ada kura-kura leher panjang, biawak hijau, hitam, soa-soa layar, tah buaya cocok buat bos mah lah saya punya. Ha ha ha,” jawab penjual hewan.
“Buseeet mantaap euy, mending saya ke rumah Akang we atuh biar banyak pilihan. Bisanya kapan Kang? He he,” tanya saya.
“Sok Bos, ntar we hari Sabtu. Saya besok dua hari keluar kota. Ada borongan, nih add pin BB saya ntar bos kalau sudah dekat rumah saya, kabarin nanti saya jemput,” jawab penjual hewan.
“Siap Kang,“ ucap saya sambil berjabat tangan.
Dari perbincangan tersebut saya mendapat informasdi peliputan saya tentang jual beli hewan yang dilindungi. Setelah itu saya bergegas pulang dan mempersiapkan rencana untuk berkunjung ke rumah penjual binatang itu.
Hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 saya dan teman saya siap-siap berangkat ke rumah penjual hewan tersebut. Saya tidak lupa membawa Ular Dipong yang saya janjikan kepada penjual hewan itu untuk membarternya dengan hewan lain. Ketika itu, hari sedang kurang bersahabat, hujan sangat besar dan terpaksa saya dan teman saya menunggu sampai hujan itu reda. Setelah hujan reda kita langsung bergegas berangkat menuju rumah penjual hewan.
Sesampainya dekat rumah penjual itu, saya pun mengabarkan keberadaan saya kepada penjual hewan. Tidak lama menunggu, penjual hewan pun datang menghampiri saya langsung mengajak ke rumahnya yang tidak begitu jauh dari jalan raya.
Saya pun terkejut ketika baru melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah si penjual hewan itu. Karena baru masuk, saya sudah disambut oleh seekor buaya yang panjangnya kurang lebih 2 meter. Lalu penjual hewan itu menyuguhi makanan dan minuman kepada kita dan langsung memulai perbincangan:
“Bos, sorry cuma ada makanan gini aja. He he he sok mau liat-liat dulu barang kali ada yang cocok,” ucap pejual hewan.
“Ha ha ha ngga pa pa Kang nuhun pisan. Siap Kang tenanglah. Nih Ular Dipong saya sehat dan terawat, habis ganti kulit makan lancar Kang,” jawab saya sambil menyodorkan ular.
“Wah mantap euy ularnya sok tinggal pilih mau tukar sama apa? Kalo jadi, sama biawak hijau Bos tambah Rp 50.000 ntar saya bonusin potongan kayu buat alas di kandang,” ucap penjual hewan.
“Mau liat-liat dulu Kang sambil dipegang takutnya saya geli megangnya mending yang lain ha ha ha ha,” jawab saya sambil melihat hewan dan memfotonya.
“Mau yang mana Bos jadinya?“ tanya penjual hewan.
“Pengennya mah sih biawak hijau tapi takut ah bisi pas diajak main ketahuan trus dipenjara mah ngga lucu. Ha ha ha paling saya tukar sama biawak lokal aja lah nyoba melihara,” jawab saya.
“Ah si Bos mah lemah ya udah deh kalo biawak lokal mah saya kasih sepasang biar nanti jadi banyak hehe. Padahal mah tenang aja Bos, lagian banyak yang melihara hewan endemik mah tapi sekarang lagi susah jarang dikirim lagi. Saya ini juga paling sisanya. Ntar Bos tawarin ya nanti soal komisi mah tenang ha ha ha,” jawab penjual hewan.
“Oh, gitu Kang, ntar lah kapan-kapan kalau udah nyali tinggi ke sini lagi hehe. Nuhun kang ini biawaknya saya bawa ya,” ucap saya dan bergegas untuk pulang.
Tidak habis pikir mengapa ada saja ulah penjual hewan ini, padahal banyak hewan yang tak dilindungi yang bisa dijual malah menjual hewan yang seharusnya dilindungi. Apakah tidak ada rasa takut hewan itu nanti punah? Karena sudah jelas ada undang-undang untuk pelanggaran jual beli hewan dilindungi yaitu PP No. 7 Tahun 1999.
- Barang siapa dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
- Barang siapa dengan sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
- Dengan sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2)); (Pasal 40 ayat (2)); (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAH dan Ekosistemnya).
Inilah cerminan kurangnya para petugas dalam menangani permasalahan. Seharusnya para petugas perhutanan yang menangani hewan yang dilindungi melakukan rajia kepada pedagang hewan. Barang kali ada hewan yang dilindungi yang dijual belikan di sana. Dan diberikan sangsi yang berat agar memberikan efek jera terhadap penjual untuk tidak melakukannya lagi dikemudian hari. (Helmy Zulkarnaen/Mahasiswa Ilmu Komunikasi FPIPS UPI/WAS)