Pengembangan Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan Tujuan Pendidikan Ideologi Pancasila untuk Mengokohkan Jati Diri Bangsa

Bandung, UPI

Sebanyak 14 guru sekolah dasar dan 15 guru sekolah menengah pertama mengikuti Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi terpimpin tentang Pengembangan Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan Tujuan Pendidikan Ideologi Pancasila untuk Mengokohkan Jati Diri Bangsa di Ruang Rapat lantai 1 Lembaga Penelitan dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Pendidikan Indinesia (UPI), Jumat (9/11/2018). FGD ini diinisiasi oleh tim peneliti yang terdiri dari Dr. Yadi Ruyadi, M.Si., Dr. Nandang Rusmana, M.Pd., Supriyono, S.Pd., dan Asep Dahliyana, M.Pd.

Menurut Dr. Yadi Ruyadi, M.Si., yang juga sebagai Sekretaris LPPM UPI mengatakan,”FGD ini diselenggarakan dalam rangka mencari solusi bagaimana melembagakan kembali Pancasila melalui pengembangan komptensi inti, komptensi dasar, dan tujuan Pendidikan Ideologi Pancasila di lembaga pendidikan. Hal ini dianggap penting karena Indonesia sebagai negara yang strategis bukan hanya geografis bahkan budaya dan faham kebangsaan pun menjadi menggiurkan untuk dipengaruhi dari berbagai faham dunia.”

Dalam kesempatan tersebut terungkap adanya euforia demokrasi yang dibuka melalui gerbang reformasi yang mengantarkan Indonesia pada dilema-dilema kebangsaan baik ekonomi, budaya, maupun politik. Hal tersebut disebabkan belum jelasnya program pelembagaan Ideologi Pancasila pada era reformasi, yang dapat dikatakan mandeg/tidak bergerak. Bukan saja setelah reformasi bahkan apabila dirunut perjalanan sejarah, pada awal pemerintahan Indonesia berdiri pengejawantahan Pancasila diarahkan sesuai persepsi pemimpin (rezim).

“Pancasila masih belum bisa diwujudkan dalam tataran kehidupan berbangsa dan bernegara, jika melihat ke belakang apakah ada upaya pemerintah untuk menjadikan pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tanyannya.

Ketika itu, lanjutnya, Presiden Soekarno mencoba menyederhanakan pancasila dari 5 sila dijadikan 3 sila atau tri sila, namun jika masih susah untuk mengimplementasikannya dirubah lagi menjadi eka sila yaitu gotong royong. Jadi, barang siapa yang menjalankan gotong royong sebenarnya sudah menjalankan inti dasar dari nilai-nilai pancasila, namun ujung-ujungnya tersisihkan oleh demokrasi terpimpin sebagai wujud pancasila, dan lain sebagainya.

Dijelaskannya,”Lanjut pada jaman orde baru, yang pertama dipikirkan adalah pancasila, Presiden Soeharto kala itu memberikan pandangannya bahwa Pancasila adalah dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan ideologi terbuka yang sifatnya dinamis tidak seperti komunis. Puncak dari upaya orde baru untuk menghidupkan pancasila adalah dengan keluarnya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Lahirnya butir-butir pancasila yang awalnya 36 butir menjadi 45 butir. Ujung-ujungnya bahwa secara substansial tidak jauh berbeda dengan masa orde lama.”

Hingga saat ini upaya untuk mengimplementasikan pancasila secara utuh dinyatakan gagal, ungkapnya. Pancasila seyogyanya menjadi tataran kenegaraan, menjadi sumber hukum, dan menjadi sumber moral. Jika melihat trend-nya, kenapa susah sekali. Adapun upaya saat ini tidak segencar di orde baru dengan membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), namun ini adalah unit kecil yang kemudian dinaikan menjadi badan. Jadi apakah ini mau dibiarkan?

“Pentingnya pendidikan Ideologi Pancasila di Indonesia sangat fundamen, terjangan hak asasi manusia (sampai memunculkan perilaku LGBT yang bersembunyi atas nama tersebut) membuat nilai-nilai Pancasila terserabut dari akarnya. Selain itu, hancurnya benteng rumah sebagai lembaga/agen pendidikan utama menambah kekhawatiran tersendiri, yang diperparah dengan guru sebagai agen sosialisasi nilai-nilai kebangsaan dikebiri dengan konsepsi liberalisme dalam pendidikan,” ungkapnya lagi.

Hal tersebut menimbulkan pelepasan tanggung jawab orang tua, guru, bahkan negara, katanya. Misalnya, guru yang pada awalnya menjadi figur kebaikan dengan mengajarkan peserta didik budi pekerti kini hanya menyampaikan materi pelajaran saja. Oleh sebab itu, Pendidikan Ideologi Pancasila sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia yang sekarang berada pada masa perubahan menuju bangsa yang maju. Selain itu, Peranan ideologi pancasila sebagai ideologi bangsa sangat menentukan eksistensi dan keberlangsungan NKRI seperti yang telah dicita-citakan oleh pada pendiri bangsa.

Dalam kesempatan tersebut, seluruh anggota tim peneliti mengharapkan bahwa kerjasamanya dengan LPPM dapat terus ditingkatkan bahkan memberikan pelayanan kepada guru-guru untuk perbaikan pendidikan Indonesia di masa yang akan datang terlebih agar memahami bahwa pendidikan bukan hanya mengajarkan materi semata, tetapi harus memperkuat nilai-nilai Pancasila sebagai jati diri bangsa Indoensia. (dodiangga)