Pusat Psikologi Terapan UPI Gelar Play Therapy Skills Training

1-2Bandung, UPI

Pusat Psikologi Terapan (P2T) Departemen Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia menyelenggarakan Play Therapy Skills Training, Kamis-Minggu (26-29/11/2015) di Isola Resort Kampus UPI Bumi Siliwangi, Jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Penyelenggaraan training kali ini bekerja sama dengan Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI) dan Ikatan Psikogi Klinis (IPK) Jawa Barat. Kegiatan ini dibuka Drs. H. M Engkos Kosasih, M.Pd selaku Ketua Departemen Psikologi UPI, serta ditutup oleh Dr. Tina Hayati Dahlan, S.Psi., M.Pd., Psikolog selaku Ketua P2T.

Dr. Diana-Lea Baranovich, selaku trainer merupakan praktisi yang ahli dalam psychodynamic therapy, expressive arts, play therapy, dan working with at risk children and families. Menurut Diana, play therapy adalah sebuah teknik yang digunakan untuk memfasilitasi perkembangan emosional dan sosial anak dengan menggunakan seting terapeutik oleh terapis yang terlatih. “Play therapy also makes invisible into visible” ujar Diana. Play therapy yang disajikan oleh Diana terdiri atas 8 level, namun dalam training ini hanya berfokus pada level 1 dan 2, yaitu untuk anak berusia 3-8 tahun.

Peserta dalam pelatihan ini terdiri atas 30 orang yang di antaranya berprofesi sebagai dosen psikologi, psikolog, psikiater, dan pedagog yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yaitu Aceh, Padang, Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.1-1

Selama empat hari para peserta dilatih mulai dari proses terapi, cara berkomunikasi yang benar dengan anak pada saat terapi, hingga pengaturan penyimpanan mainan dalam ruang terapi. Dalam training ini, para perserta diajak Diana untuk berdiskusi mengenai kasus-kasus tertentu yang pernah ia alami dan bagaimana cara untuk mengatasi masalah tersebut. Diana mengatakan“If you are not a part of solution, you are a part of polution” yang artinya “jika kamu bukan bagian dari solusi, maka kamu bagian dari polusi”.

Dalam training ini berbagai macam mainan serta alat menggambar disediakan untuk simulasi terapi. Dalam simulasi, para peserta dipilih secara acak oleh Diana untuk menjadi terapis dan anak. Setelah itu, Diana memberikan kesempatan bagi peserta untuk mendiskusikan hal apa yang terjadi dalam simulasi tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan kepada peserta, sebagian besar mengatakan bahwa materi yang didapatkan dari play therapy skills training sangat penting dan bermanfaat. (Hanan)