Tim PKM-RSH UPI Lakukan Riset Pencegahan Kekerasan Seksual  Melalui Program Bystander Education

Berbagai upaya pencegahan preventif terhadap kasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini terkhusus di dunia Pendidikan masih menjadi tantangan besar. Memasuki tahun 2022, dilansir melalui kompas.com memberitakan bahwa 117 pelajar dengan dominasi perempuan telah menjadi korban kekerasan seksual di berbagai jenjang pendidikan berdasarkan informasi yang diketahui dari pernyataan tertulis Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI).

Menyoroti permasalahan tersebut salah satu tim PKM RSH Universitas Pendidikan Indonesia dengan taglinetim Power Of Act yang diketuai oleh Arini Cantika Dewi (Pendidikan Sosiologi, 2021), Muhammad Ilham Mudin (Psikologi, 2020), Febi Febriyanti (Pendidikan Sosiologi, 2021), Sabirina Hajarani (Psikologi 2021), dan Bangkit Alamsyah (Pendidikan Masyarakat, 2021), mengusung program Bystander Education. Bystander education merupakan action program tim PKM-RSH Power Of Act, yang telah berhasil lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Diungkap oleh tim PKM RSH Power Of Act “Bystander Education merupakan program yang dirancang dan berfokus pada tindakan preventif terhadap potensi terjadinya kekerasan seksual dengan menjadi pengamat aktif (active bystander)”. Kemudian lebih lanjut diungkapkan bahwasannya program bystander ini telah berhasil dilakukan pada tingkat Sekolah Menengah Atas di Amerika dengan meningkatkan bystander behavior serta menurunkan penerimaan mitos pemerkosaan. Kesuksesan upaya preventif terhadap kekerasan seksual tersebut membawa peneliti untuk dapat mereplikasikannya di Indonesia dan mengujinya. Program Bystander Education yang dirancang oleh tim PKM RSH Power Of Act ini dilaksanakan pada satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas kota Bandung yaitu SMA Negeri 1 kota Bandung, dengan kelas yang menjadi partisipan dalam program ini yaitu kelas X-6 yang memiliki jumlah peserta didik sebanyak 34 siswa. 

Tim PKM RSH Power Of Act menjelasakan bahwa dalam pelaksanaanya Program ini memberikan perlakuan (intervention) sebagai pelatihan berupa pematerian yang dikemas melalui berbagai macam metode dan media pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa SMA. Tim berupaya menerapkan Pelatihan Bystander Educationdengan membawa empat variabel yaitu: bystander behaviour dengan media pembelajaran yang digunakan berupa role-play atau psikoedukasi, mitos pemerkosaan dengan media pembelajaran yang digunakan berupa fact or myhts games, rape culture dengan media pembelajaran yang digunakan berupa POA card, dan victim empathy dengan media pembelajaran yang digunakan berupa tayangan video tentang kisah penyintas kekerasan seksual. 

Lebih lanjut Tim menjelaskan mengenai umpan balik partisipan diungkapkannya, “Partisipan ketika di wawancara oleh tim merasa program ini sangat penting dan dibutuhkan serta di ketahui oleh seluruh siswa di satuan Pendidikan” kemudian lebih lanjut dijelaskan, “Partisipan lainnya mengungkapkan bahwa dengan adanya program ini mereka menjadi tau apa yang perlu dilakukan oleh seorang bystander dalam mencegah dalam situsi potensial terjadinya kekerasan seksual”. 

Setelahnya Tim PKM RSH mengungkapkan harapan mereka dengan hadirnya program bystander Educationditerangkannya, “melalui bystander education siswa tingkat Sekolah Menengah Atas dan Sederajat mampu memiliki pengetahuan dan kesadaran mengenai bahayanya mitos dan budaya pemerkosaan serta pentingnya empati terhadap korban dan implementasi bystander behavior dalam prevensi kekerasan seksual. Adapun peneliti juga berharap setelah para siswa tingkat Sekolah Menengah Atas dan Sederajat mengikuti bystander education, mereka mampu turut berkontribusi dalam menyebarluarkan edukasi kepada Masyarakat sebagai langkah keberlanjutan dan kebermanfaatan dari “Power Of Act” , sehingga hadirnya program bystander education dapat membawa dampak signifikan terhadap turunnya angka kekerasan seksual di Indonesia”.