UPI Tambah Satu Guru Besar

Bandung, UPI

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dr. H. R. Asep Kadarohman, M.Si., didampingi jajaran pimpinan universitas, menyerahkan Surat Keputusan Pengangkatan Jabatan Akademik Profesor atau Guru Besar kepada Ketua Departemen Pendidikan Teknik Elektro FPTK UPI Dr. Hj.  Budi Mulyanti, M.Si., di Gedung Partere Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Senin (05/06/2017).

“Universitas mengucapkan selamat atas keluarnya SK Guru Besar Ibu Budi. Keluarnya SK ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi yang lainnya. Dr. Hj.  Budi Mulyanti, M.Si., diangkat dalam jabatan akademik atau fungsional dosen sebagai Profesor atau Guru Besar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Ditetapkan melalui SK Nomor 68577/A2.3/KP/2017, sebagai Profesor/Guru Besar dalam bidang Ilmu Fisika Elektronik,” ungkap Rektor UPI Prof. Dr. H. R. Asep Kadarohman, M.Si.

Lebih lanjut dikatakan, Prof. Budi adalah Guru Besar pertama yang diangkat dengan mekanisme dan aturan baru, artinya kita bisa untuk melewatinya dan mencapai hal tersebut.

Setelah menjadi gubes, katanya lagi, Prof. Budi punya tugas tambahan, yaitu harus menyemangati kepada rekan sejawat yang belum mendapatkan SK, karena kita tahu untuk menjadi gubes tidaklah mudah, membutuhkan proses yang lama, oleh karena itu mari kita samakan persepsi, karena gubes kita berada di posisi 10%, atau sekitar 125 orang.

Ketua Senat Akademik UPI Prof. Dr. Didi Suryadi, M.Ed., mengungkapkan hal yang serupa, dikatakannya,”Saya haturkan selamat, dan atas nama Senat kami ikut bangga dan bahagia. Guru Besar di UPI sangat langka, ini tentu memiliki tempat tersendiri bagi persepsi masyarakat. Ekspektasi terhadap gubes sangat tinggi, seolah seorang gubes itu dapat menyelesaikan setiap permasalahan, tapi ekspektasi itu tidak salah. Sebenarnya gubes itu bukan semata-mata dapat menyelesaikan aturan administrasi tetapi lebih dari pada itu, yaitu adanya pengakuan dari komunitasnya, substansi oleh komunitasnya. Ketika pengakuan tersebut tidak ada, maka akan berat dalam menjalaninya.”

Gubes harus melakukan sebuah terobosan dalam komunitasnya, jelasnya. Saya doakan Ibu dapat lebih produktif lagi dalam berkarya. Diterimanya SK Gubes bukan akhir dari sebuah pencapaian tetapi merupakan sebuah awal untuk lebih produktif menghasilkan karya-karya lain. Gubes itu ibarat sebuah lokomotif, itulah tantangan terbesarnya. Semoga dapat menjalankan tugasnya, dan selamat datang dalam komunitas guru besar.

Dekan FPTK Prof. Dr. Mokhamad Syaom Barliana, M.Pd., M.T., dalam kesempatan yang sama mengatakan, saat ini Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan sudah memiliki 7 gubes dan sekarang tambah 1, ditargetkan untuk dapat mecapai 10% atau 16 orang gubes.

“Kehadiran Dr. Hj.  Budi Mulyanti, M.Si., menambah bidang keahlian baru dan langka, karena mendalami ilmu yang terkait dengan material dan nanoelektronika, ini akan menjadi sumbangan keilmuan yang besar bagi fakultas. Diharapkan juga dapat membina para juniornya, dan para seniornya bisa menjadi tandem untuk melakukan publikasi ilmiah,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakan, keluarnya SK tersebut juga dapat memperkuat sumber daya manusia Departemen Pendidikan Teknik Elektro, yang nantinya ditunjukan dengan akreditasi, sekarang posisinya B, diharapkan segera menjadi A.

“Terkait hal ini dan berdasarkan Renstra fakultas, kita akan kembangkan program studi di S2, dan S3, dan kita sudah susun proposalnya. Kita akan membuka Prodi Teknik Mesin dan Teknik Arsitektur. Jadi kehadiran guru besar ini menjadi sangat penting, terkait dengan kualitas, akreditasi, riset, dan daya dorong prodi di pascasarjana,” terangnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Hj.  Budi Mulyanti, M.Si., mengungkapkan rasa syukurnya, dikatakannya,”Saya bersyukur, ini adalah berkah ramadhan, saya mempersiapkan ini cukup lama. Ilmu yang dikembangkan merupakan lanjutan dari S1, itu yang saya tekuni, di S2 dan S3 pun saya tekuni tentang material elektronika, karena kebetulan saya belajar ilmu fisika juga jadi menghubungkan fisika dengan elektro, fisika yang berhubungan di elektronikanya.”

Yang menarik dari keilmuan ini, katayanya, yaitu adanya tantangan yang sangat besar terkait perkembangan nanoteknologi. Di Indonesia khususnya di ITB, sudah memiliki alatnya, namun yang sulitnya malah di fabrikasinya, untuk itu saya bekerja sama dengan tim riset dari Universitas Kebangsaan Malaysia. Indonesia mampu membuat desain, membuat pemodelan dengan komputer, Malaysia yang melakukan fabrikasinya, namun jika Malaysia kesulitan maka akan diteruskan ke Harvard University.

“Untuk nanoelektronika kita masih tertinggal jauh. Aplikasi nanoelektronika saya aplikasikan adalah untuk komunikasi dan sensor. Saya kembangkan yang terkait dengan sensor optiknya, karena memiliki kelebihan dibandingkan elektronika. Harga nanti akan lebih murah, karena ukurannya lebh kecil dan bekerja lebih cepat dan teliti,” jelasnya.

Sebetulnya untuk perkembangan selanjutnya yang akan dilakukan yaitu tentang pemanfaatan software untuk pemodelan. Untuk fabrikasi tidak bisa dibuat tanpa pemodelan yang teruji, untuk fabrikasi Malaysia bisa melakukannya tapi untuk pemodelan kita yang pertama. (dodiangga/ija)