Urgensi Penguasaan Tata Bahasa Arab dalam Memahami Konsep Keislaman dan Strategi Pembinaannya melalui Pendekatan Fahmul Quran

Bandung, UPI

Bahwa yang dimaksud dengan Fahmul Quran adalah suatu metode atau pendekatan praktis untuk menguasai sekaligus memahami isi kandungan Alquran melalui tilawah atau tahsin, terjemah harfiyah/hurriyah, analisis tata bahasa Arab serta kandungan/tafsirnya. Program ini perlu dikuasai oleh seluruh kaum muslimin, karena program ini kental dengan prinsip utama tilawah/tahsin, terjemah harfiyah, kajian gramatikal dan semantis yang erat hubungannya dengan pengajaran agama dan bahasa Arab.

Pernyataan tersebut diungkapkan Prof. Dr. H. Maman Abdurrahman, M.Ag., saat memaparkan Urgensi Penguasaan Tata Bahasa Arab dalam Memahami Konsep Keislaman dan Strategi Pembinaannya melalui Pendekatan Fahmul Quran dalam acara Pidato Pengukuhan Guru Besar di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Gedung Achmad Sanusi Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (8/8/2018). Prof. Dr. H. Maman Abdurrahman, M.Ag., diangkat dalam Jabatan Akademik Profesor atau Guru Besar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 101276/A2.3/KP/2016, dalam bidang Ilmu Pengajaran Tata Bahasa Arab.

“Kelas kata atau kelompok kata dalam bahasa Arab ada 3 macam, yaitu Isim adalah kata yang menunjukkan benda dan atau kata lain yang dapat dikategorikan benda, tanpa unsur tenses, Fi’il (kata kerja) adalah kata yang menunjukkan kejadian sesuatu yang terjadi pada masa lampau, sekarang, dan akan datang (tenses), dan Harf ialah kelompok kata yang berfungsi untuk mengawali, menyambungkan, menegaskan,” ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, bahasa Arab memiliki sejarah dan fungsi yang berbeda dengan bahasa lainnya, salah satunya bahwa kitab suci umat Islam adalah menggunakan bahasa Arab. Maka dari itu, urgensi pengguasaan Bahasa Arab dan ilmu Nahwu didasarkan atas sabda Rasulullah saw, yaitu hendaklah kamu sekalian bersemangat dalam mempelajari bahasa Arab karena bahasa Arab itu merupakan bagian dari agamamu. Maka keharusan mengetahui dan mendalami ajaran agama Islam sama posisinya dengan keharusan mengetahui bahasa Arab dengan baik, karena tidak mungkin bisa mengetahui isi Alquran dan Hadits tanpa dilandasi penguasaan yang baik terhadap bahasa Arab.

Dikatakannya,”Sepanjang sejarah perkembangan keilmuan tentang Alquran, banyak metode yang digunakan dan dikembangkan oleh para ilmuwan tafsir untuk membantu umat memahami Alquran, umumnya digunakan secara terpisah satu dari yang lain, sehingga pemahaman setiap orang terhadap Alquran akan berbeda-beda karena berangkat dari metode dan menggunakan sudut pandang yang berbeda pula.”

Pada praktiknya, para pembelajar Alquran pada umumnya, terutama di Indonesia, hanya mengandalkan terjemah Alquran untuk memahami isi kitab suci. Sepintas bisa memberikan informasi umum, namun sesungguhnya masih terdapat berbagai informasi yang sangat penting dan perlu diketahui dalam rangka memahami ayat-ayat tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan pengembangan jangkauan dan pemilihan metode dalam memahami Alquran agar dicapai pemahaman yang utuh dan komprehensif terhadap pesan-pesan wahyu ilahi.

“Adapun tujuan program Fahmul Quran  adalah sebagai upaya membumikan Alquran, benar dan fashihah dalam melaflkan/tahsin Alquran, upaya untuk menguasai terjemah setiap kata/mufradat Alquran, upaya untuk memahami analisis kebahasaAraban sederhana, terutama Nahwu/Sharaf/Balaghah, upaya untuk memahami rahasia serta kandungan setiap lafal / ayat Alquran, upaya untuk mampu menyimpulkan maksud serta tujuan setiap ayat Alquran, dan upaya untuk bisa merangkai ayat/surat ke ayat/surat sesuai dengan topik tertentu (munasabah), serta upaya untuk dapat menguasai tata bahasa Arab/Alquran sekaligus semantiknya,” ungkapnya.

Metode Fahmul Quran memiliki beberapa langkah, ujarnya, pertama, tilawah, fokus pada tahsin/tajwid Alquran. Langkah kedua, terjemah harfiyah/hurriyah, kegiatan ini dimaksudkan agar para pembelajar Fahmul Quran mengetahui terjemahan yang benar baik secara per kata maupun secara keseluruhan/kontekstual. Langkah ketiga, analisis kebahasaan/tahlil al-qawa’id, fokus pada pengenalan dan pembahasan tata bahasa Arab dasar dan aflikatif seperti mengenalkan isim, fi’il dan cirinya serta harf. Langkah keempat, tafsir/kandungan isi/ibrah. Pada langkah ini menjelaskan kandungan isi tiap ayat kemudian dikaitkan dengan fenomena kehidupan saat ini.

Salah satu komponen penting dan jantungnya bahasa Arab ialah Nahwu dan Sharaf, ujarnya. Perpaduan keduanya disebut qawa’id/grammar/tata bahasa. Artinya, jika seseorang menguasai qawa’id, maka dia layak dikatakan bisa berbahasa Arab. Sebaliknya, jika tidak bisa ilmu qawa’id, maka kemampuan bahasa Arabnya perlu dipertanyakan. Meskipun qawa’id penting, tetapi banyak siswa dan mahasiswa yang memandang qawa’id sulit. Banyak mahasiswa yang gagal dalam mata kuliah ini. Banyak yang harus mengulang. Jarang yang memperoleh nilai A.

“Pembelajaran qawa’id bahasa Arab dapat memudahkan peserta didik dalam membaca dan memahami kitab-kitab klasik, ujarnya. Dengan adanya pembelajaran tersebut, peserta didik tidak merasa asing dengan kitab-kitab yang berbahasa Arab, sehingga dapat mempelajarinya setiap hari, dapat mengetahui arti dan maknanya, serta semakin tertarik untuk mempelajari dan menghafalnya,” tegasnya.

Qawa’id adalah aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam menyusun kalimat bahasa Arab, di mana cabang dari ilmu qawa’id ini sangat banyak di antaranya adalah ilmu Nahwu dan Sharaf, paparnya. Sementara itu tujuan pembelajaran qawa’id di  perguruan tinggi adalah mencegah ucapan dari kesalahan, menjaga tulisan dari kekeliruan, membiasakan berbahasa dengan benar, ini semua adalah tujuan utama dari tujuan pembelajaran ilmu Nahwu.

Lain dari pada itu, lanjutnya, qawa’id bertujuan untuk menajamkan akal, mengasah perasaan, menambah perbendaharaan kosakata bagi para siswa, agar siswa memperoleh kemampuan memperagakan kaidah-kaidah Nahwu di dalam menggunakan kalimat yang berbeda-beda, maka hasilnya siswa semakin mantap dalam mempraktekan kaidah-kaidah Nahwu dalam struktur kalimat yang dipergunakan dalam kehidupan serta bermanfaat untuk memahami konsep keislaman dan kesusasteraan. Kaidah Nahwu itu membuat aturan dasar yang detail dalam penulisan cerita, sehingga tidak memungkinkan bergantinya tema terkecuali sudah selesai hikayat tersebut sesuai dengan tata cara yang bersandar pada aturan aturan dasar yang mengikatnya. (dodiangga/humasupi)