Yadi Ruyadi: Tata Kelola Sampah Berbasis Incinerator

Bandung, UPI

Sampah itu harus dikelola dengan baik karena diperlukan penanganan khusus sejak kedatangannya ke TPS ataupun TPA. Sampah harus dipilah karena tidak semua harus dibakar di incinerator, karena sesungguhnya incinerator ini hanya diperuntukan untuk membakar sampah yang tidak memiliki nilai ekonomis dan tidak berdaya guna. Disitulah sebenarnya ada dampak positif bagi masyakat dalam mengelola sampah. Ada aktifitas untuk memilah dan memilih sampah yang berdaya guna, dan ketika itu dilakukan maka disitu ada proses pengelolaan sampah yang bagus. Dengan demikian akan tersaring sampah-sampah yang bisa dimanfaatkan untuk dijual atau dibuat kerajinan.

Pernyataan tersebut ditegaskan Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr. Yadi Ruyadi, M. Si., usai membuka sesi Pelatihan Penggunaan dan Perawatan Mesin Incinerator bagi pengelola sampah di Desa Kayuambon, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (22/4/2019).

Incinerator mampu menjadi sentral di dalam pengelolaan sampah, ujarnya. Sentral daya tarik dan motivasi bagi masyarakat dalam mengelola sampah. Ini yang melahirkan sebuah aktifitas berdimensi ekonomi, karena aktifitasnya yang memanfaatkan dan mengelola sampah. Jika dilihat dampaknya, sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Saat ini tim riset dari LPPM UPI sedang mengupayakan agar seluruh komponen penggunaan incinerator memiliki nilai ekonomis. Contohnya untuk sampah basah, diharapkan bisa dikelola untuk menghasilkan kompos, oleh karena itu diperlukan upaya lanjutan menginstalasi pengolahan sampah basah untuk kompos.

Lebih lanjut dijelaskan,”Jadi incinerator ini merupakan solusi cepat dalam penanggulangan masalah sampah terutama masalah sampah plastik, karena penanganannya selama ini yang dilakukan oleh masyarakat hanya dibakar begitu saja, ini tentu saja sangat berbahaya karena menghasilkan masalah baru. Oleh karena itu, kehadiran incinerator ini sebagai langkah cepat dalam menangani sampah yang mampu mereduksi polusi udara. Tentu saja ketika suatu saat kesadaran masyarakat sudah tinggi, maka keberadaan incinerator sudah tidak diperlukan lagi, kecuali mesin ini dialihfungsikan atau ditambah fungsinya, contohnya seperti di Jepang. Incinerator di Jepang bisa menjadi energi sumber panas, dimanfaatkan menjadi bahan baku untuk membuat air panas yang disalurkan ke kolam renang, dengan demikian fungsinya bertambah dan bernilai ekonomis.”

Saya melihat, bahwa dalam penanganan sampah yang terkait dengan Citarum ini, yang lebih penting itu adalah action-nya, ungkapnya, karena seberapa kecil action yang dilakukan dalam rangka penyelamatan Citarum ini dipastikan memiliki dampak positif. Oleh karena itu, saya melihat penempatan incinerator hasil karya tim dosen dan mahasiswa tingkat akhir UPI, khususnya di lingkungan Departemen Pendidikan Teknik Elektro (DPTE) dan Departemen Pendidikan Teknik Mesin (DPTM) Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK), diharapkan mampu meningkatkan atau mengubah mindset masyarakat dalam mengelola sampah.

“Karena kita lihat sendiri bahwa saat ini pengelolaannya masih dibuang begitu saja dipenampungan, sementara itu tempat penampungan sampahnya tidak disiapkan secara proper, akibatnya sampah menumpuk dibibir sungai, sehingga meleleh ke sungai dan itu berulang setiap harinya tanpa adanya pengurangan, tentunya ini akan cepat menggunung,” ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, katanya, dengan kehadiran incinerator yang kita tempatkan di Desa Kayuambon ini diharapkan dapat mengubah perilaku dan mindset masyarakat di bawah bimbingan Kepala Desa Kayuambon Hj. Ayi Rohayati dan Komandan Sektor 22 Kolonel Asep Rahman Taufik dalam mengelola sampah. (dodiangga)