SEJARAH ES GOYOBOD, TAK SESEGAR RASANYA

Bandung, UPI2

Bagi warga Bandung, gerai Es Goyobod yang sangat terkenal adalah yang berada di jalan Kliningan, yaitu “Es Goyobod Kliningan”. Es campur ini selalu laris di pasaran, sekitar 1000-2000 gelas mampu dijual habis per harinya. Itulah yang diutarakan Abah, salah satu pengelola Es Goyobod Kliningan. Ternyata kesegaran es goyobod tidak sesegar sejarahnya, banyak lika-liku yang harus dihadapi hingga akhirnya es goyobod dikenal sampai saat ini.

Es ini diperkenalkan oleh Junaedi, seorang pedagang Sunda yang mengadu peruntungannya di Jakarta tahun 1930-an. Junaedi beranggapan, Kota Jakarta yang panas, menjual es adalah hal yang tepat. Dengan komposisi sederhana: es, goyobod, dan santan, Junaedi percaya diri menjajakan es campur ini ke masyarakat ibu kota.

Namun harapan Junaedi tidak sesuai dengan realita. Bertahun-tahun menjual es goyobod, ternyata es campur ini tidak pas di lidah masyarakat Jakarta. Untunglah Junaedi memiliki anak bernama Usep Suryana. Dialah yang bertekad melanjutkan usaha ayahnya. Tekadnya itu ia buktikan dengan membawa Es Goyobod ke Bandung tahun 1940.

NET
NET

Usep memulai dengan membuka gerainya di jalan Banceuy, salah satu tempat strategis di Bandung. Dengan komposisi yang sama, Usep berhasil menyihir masyarakat Bandung untuk terus membeli Es Goyobod yang dijualnya. Walaupun laris, Usep hanya mampu menjual Es Goyobod sekitar lima tahun saja.

Tragedi Bandung Lautan Api tahun 1946 yang memaksanya untuk pindah keluar dari kota kembang. Tak ingin berlarut dalam kenyataan, Usep segera menggiring Es Goyobod ke Garut, tepatnya di Alun-Alun Kota Garut. Tak disangka, Garut menjadi rumah bagi es goyobod. Di kota inilah Es Goyobod menjadi legenda. Berbagai kejadian yang menimpa Es Goyobod dibayar habis oleh antusiasme warga Garut.

Kini, Es Goyobod mudah ditemui di kota-kota Jawa Barat, khususnya Kota Garut dan Bandung. Es campur ini akan selalu diminati masyarakat. Kesegaran es serut, kuah gula, susu, goyobod, dan beberapa buah membuat tenggorokan ini ingin terus menelan Es Goyobod ini hingga tetes terakhir. (Ridwan Ahmad Sadli, Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)