BAKTI PURNAMASARI DI BUMI KARUHUN KADUDAMPIT SUKABUMI

Oleh: Juju Masunah

Pada hari Minggu tanggal 20 Agustus 2023, ruang publik, area Yayasan Bumi Karuhun Kadudampit (YBKK) beralamat di samping Jl. Raya Situgunung, Kp. Cibunar, RT 01/Rw 01 Gede Pangrango, Kadudampit, Kabupaten Sukabumi mendadak berubah menjadi ruang expresi budaya “Bakti Purnamasari.” Bakti Purnamasari diambil dari cerita pantun bogor yang mengisahkan pelarian Putri Pajajaran bernama Purnamasari ke Cidadap, Pelabuhan Ratu, setelah Pajajaran runtuh. Ceritera ini diwujudkan dalam sajian tari, musik, teater, dan puisi yang dipentaskan selama satu jam dari 9.30 sampai jam 10.30 di ruang terbuka sebagai panggung yang alami atau environmental stage dimanapenyaji dan apresiator menyatu dalam konteks ceritera.

Tidak sulit menemukan lokasi YBKK ini karena kampung Cibunar terletak satu jalur dengan jalan Raya Situgunung yang dilewati oleh kendaraan umum dan pribadi menuju destinasi wisata Jembatan Gantung Situgunung, Suspension Bridge, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Sukabumi. Papan nama yang terpampang di lokasi YBKK ini adalah “Kampung Bahasa” karena di lokasi ini dilaksanakan pembelajaran bahasa yaitu Inggris, Arab, Jepang, dan Prancis dengan metode unik yang disebut neurolinguistic. Di area YBKK tersebut terdapat beberapa bangunan bambu yang berarsitektur unik, yaitu bale riung, bale atikan, bale pustaka, dan bale sawala. Bale riung berada paling depan dari lokasi yang berfungsi untuk berdiskusi dan sebagai café. Di sekeliling café memiliki ruang-ruang terbuka dan jalan yang berada di samping kiri dan kanan café. Bale atikan berada di samping kanan bale riung yang dihubungkan dengan jalan menuju lokasi bale pustaka atau perpustakaan dan bale sawala atau ruang rapat. Jalan samping kanan café dan ruang terbuka hijau disebut alun-alun. Di sekeliling ruang-ruang tersebut terdapat bambu tali atau awitali. Lokasi YBKK ini memiliki potensi untuk dijadikan sebuah destinasi wisata baru dengan daya tarik atraksi seni dan budaya yang berbasis kearifan lokal Sukabumi.

Gelar seni yang telah dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 20 Agustus 2023 mengexplorasi model seni wisata pendidikan, yaitu pertunjukan seni yang variatif, penampilan yang menarik dengan waktu yang singkat, serta bermuatan nilai-nilai pendidikan yang dapat diserap oleh pelaku seni dan apresiatornya. Pelaku seni yang berjumlah 35 orang terdiri dari siswa SMA Sukabumi tampil maksimal. Sekitar 50 apresiator yaitu siswa, orang tua siswa, pejabat setempat, masyarakat Sukabumi, dan mahasiswa serta dosen dari UPI menyaksikan dan mengikuti sajian ini secara berkesinambungan dalam lima adegan.

Adegan awal adalah pembukaan dengan menggunakan stage depan bale riung menghadap ke jalan Cilumar, dengan penampilan “Tari Mapag Purnama” karya Mohamad Raka Reynaldi dan sajak oleh Indra Gandara. Tarian ditarikan oleh tiga penari perempuan selama 5 menit, yang diawali oleh tarian membawa tempat bunga. Kemudian tempat bunga disimpan dan dilanjutkan dengan gerak-gerak kreasi jaipongan dengan iringan musik kreasi bernuansa Jaipong dan Cirebonan. Setelah penari selesai, terdengar musik Jentreng Tarawangsa, diikuti oleh kemunculan Indra Gandara, pembaca sajak yang berjalan perlahan dari depan kanan bale ruing. Indra berpakaian putih dan bersarung batik, berikat batik, dan membawa kertas berisi sajak yang dibacakannya.  Pada adegan awal ini, apresiator berdiri di lokasi parkiran depan mengarah ke penari dan pembaca sajak yang tampil di depan area bale riung.

Adegan kedua menggambarkan perjalanan Purnamasari yang direpresentasikan oleh penari Mapag Purnama dan pembaca sajak serta apresiator. Tiga penari Mapag Purnama menuruni area awal pementasan diikuti oleh pembaca sajak yang berjalan perlahan di depan apresiator. Penari dan pembaca sajak berjalan secara perlahan di samping kiri bale riung diikuti apresiator. Selama perjalanan sajak dilantunkan yang mengisahkan perjalanan Purnamasari ke Cidadap. Sekitar sepuluh meter berjalan, penari dan pembaca sajak berhenti dan mengarahkan apresiator berdiri di jalan, seraya mata diarahkan memandang ke area bale atikan.

Adegan ketiga menggambarkan perang dan runtuhnya Pajajaran. Di bale atikan, seorang talent perempuan berpakaian putih merepresentasikan sedang bekerja di pagi hari dan menanti teman lainnya untuk bekerja. Talent perempuan ini mengungkapkan kegelisahan hatinya tentang akan adanya malapetaka terhadap daerahnya, dia mengharapkan ada orang lain yang mau mendengar perkataannya. Lalu bermunculan dua orang perempuan berpakaian putih untuk mencuci, dua orang lagi membawa bakul, juga datang dua laki-laki yang akan membajak sawah dan ada anak-anak yang bermain dan berlarian. Kehadiran mereka membawa suasana pedesaan riang dan mereka saling bercengkrama. Musik pengiring berirama dan terkesan gembira, suara vocal beluk melengking dengan tabuhan rebana sehingga sekelompok perempuan ini menari bersama yang menggambarkan percakapannya tentang situasi di Pajajaran. Ketika  para perempuan ini selesai menari dan mereka bekerja kembali secara berkemompok,  datanglah pasukan dari kerajaan lain berpakaian merah dan menyerang para perempuan ini. Namun seketika itu juga, masuk pasukan laki-laki berpakaian hijau dan hitam melawan pasukan perpakaian merah. Mereka berperang yang menggambarkan runtuhnya Pajajaran. Para prajurit berbaju merah berteriak “tewak (tangkap) Purnamasari” secara berulang.

Adegan keempat menggambarkan perjalanan Purnamasari menyusuri hutan yang digambarkan oleh semua talent yang kalah akibat peperangan menjadi pengikut Purnamasari berjalan dengan perlahan dengan suasana duka, isak tangis, diikuti oleh apresiator sebagai pengikut Purnamasari. Mereka berjalan menyusuri hutan dan jalan setapak di belakang bale riung menuju alun-alun. Dalam perjalanan ini, pembaca sajak melantunkan cerita pelarian Purnamasari kearah Cidadap, Pelabuan Ratu.

Adegan kelima menggambarkan di Cidadap sebagai lokasi Purnamasari bersama pengikutnya. Apresiator dan talent yang digambarkan sebagai pengikut Purnamasari sampai ke alun-alun, seraya lima penari perempuan sudah berdiri dengan jubah putih dan seorang laki-laki berpakaian hitam memegang dupa. Suasana sakral pada awal terasa dengan bau dupa, penari menggetarkan jubah putih, dengan latar belakang panggung adalah atap bale riung. Tarian “Arum Wiyaga” karya Rivaldi Indra Hafidzin ditampilkan oleh lima penari perempuan yang memerankan salah satu tokoh bidadari dari cerita  Ronggeng Kalasirna, Arum Wiyaga, yang memiliki keberanian mengayomi dan melindungi rakyat dan menjaga daerah. Arum Wiyaga adalah nama lain dari Prurnamasari. Musik tari diawali oleh rajah dan diikuti musik jentreng. Selama enam menit, kelima penari tersebut menjadi fokus perhatian apresiator sementara 26 talent yang merepresentasikan pengikut Purnamasari berdiri di sisi kiri dan kanan penari. Di akhir tarian, pembawa dupa mengumandangkan rajah, seraya semua talent mengikuti bagian akhir dengan perkataan Pikeun Ngagebur Hurung Diwayahna, yang diartikan semangat berjuang dalam jamannya. Semua talent menundukan kepala kearah apresioator yang berada di depannya,  maka rangkaian pertunjukan selesai.

Dalam lima adegan ini apresiator atau pengunjung dibawa berkeliling dan larut dalam pertunjukan, diajak untuk memahami ceritera tentang tokoh Purnamasari yang dijelaskan melalui sajak, dan merasakan getar expresi teater tari yang berkaitan dengan kearifan lokal Sukabumi. Garapan ini merupakan prototype seni wisata pendidikan “Bakti Purnamasari” yang diinisiasi oleh para peneliti, Prof. Juju Masunah,M.Hum, Dr. Ayo Sunaryo, M.Pd., dan Dr. Reni Haerani, M.Pd. dari Universitas Pendidikan Indonesia. Dalam produksi seni wisata pendidikan ini, peneliti menggandeng komunitas yaitu Sanggar Gaya Gita Studio dan Teater Sajiwa di Sukabumi. Semua talent adalah siswa SMA di Sukabumi. Koreografer, komposer, dan musisi adalah para seniman sebagai penggerak seni budaya di Sukabumi. Penyelenggaraannya bekerjasama dengan Yayasan Bumi Karuhun Kadudampit Sukabumi yang dipimpin oleh Bapak Dian Achmad Kosasih dan Bapak Adji Santoso. Dengan hadirnya para pejabat daerah pada penyelenggaraan ini yaitu: Kepala Desa Gede Pangrango; Camat dan Dinas Pendidikan Kadudampit; Dinas Budaya Pemuda dan Olah Raga, serta  Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, diharapkan dapat mendukung keberlanjutan gelar karya “Bakti Purnamasari” dan kegiatan Budaya lainnya secara rutin untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan literasi budaya bagi sekolah-sekolah dan masyarakat ataupun atraksi wisata Budaya di Sukabumi. (JM)