Fisika dan Lahirnya Revolusi Industri

Fisika merupakan cabang sains yang mendasari lahirnya setiap era revolusi Industri. Penemuan baru yang fenomenal dalam bidang fisika akan berujung pada lahirnya suatu era revolusi Industri. Saat ini kita memasuki era revolusi industri 4.0 yang merupakan kelanjutan dari revolusi-revolusi industri sebelumnya. Era revolusi 1.0 lahir dengan  diawali oleh penemuan mesin uap, kemudian revolusi industri 2.0  lahir dengan diawali oleh penemuan listrik, dan dilanjutkan dengan revolusi industri 3.0 yang dipicu oleh penemuan chip. Penemuan-penemuan yang awalnya kelihatan sederhana itu memicu aneka inovasi dan penemuan baru, baik yang berkaitan dengan penyempurnaan hingga pemanfaatannya yang mengubah struktur industri dan pola-pola kegiatan masyarakat.

Industri 4.0 dicetuskan untuk pertama kalinya oleh sekelompok ahli dari berbagai bidang asal Jerman pada tahun 2011. Industri 4.0 menerapkan konsep otomasi yang dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya. Hal ini dilakukan untuk efisiensi waktu, tenaga kerja dan biaya. Dua istilah yang kerap Kita dengar di Era Revolusi Industri 4.0 ini adalah Internet untuk segala (IOT = Internet of Thing) yang memiliki kemampuan dalam menyambungkan dan memudahkan proses komunikasi antar mesin;  Komputasi awan  (COT  = Cloud of Thing) yang merupakan gabungan pemanfaatan  teknologi  komputer (‘komputasi‘) dan pengembangan berbasis Internet (‘awan’). IoT dan CoT ini juga  dikembangkan dengan diawali oleh penemuan-penemuan yang fenomenal dalam bidang fisika, terutama fisika zat padat (fisika semikonduktor).

Saat ini hampir segala urusan yang  berkaitan dengan komunikasi, informasi dan transmisi data di berbagai bidang menggunakan jaringan internet. Kebijakan penggunaan teknologi digital dalam berbagai sendi kehidupan dan peningkatan jumlah pengguna internet di negara kita tentunya harus diimbangi dengan penyediaan infrastruktur yang dapat menjamin akses internet cepat dan kapasitas pengiriman data yang besar. Saat ini jumlah jiwa di Indonesia yang dapat mengakses internet cepat masih tergolong minim.  Tentu ini menjadi masalah bagi Kita, karena di satu sisi digitalisasi dalam berbagai bidang, seperti: bidang komunikasi, informasi, pendidikan, kesehatan, perdagangan, ekonomi, hingga bidang militer  terus didorong untuk tumbuh, di sisi lain infrastruktur penunjangnya belum memadai.

Dalam sistem jaringan komunikasi dan transmisi data yang saat ini digunakan, terdapat dua teknik untuk mengaksesnya, yaitu akses  nirkabel (wireless) dan akses serat (fiber) optik. Pengiriman informasi atau data dalam sistem komunikasi nirkabel dilakukan dari satu titik ke titik lain dengan menggunakan spektrum gelombang mikro. Informasi tersebut kemudian dipancarkan dari satu lokasi pusat ke antena penerima. Sedangkan pada sistem komunukasi serat optik, informasi atau data dikirim dengan cara diboncengkan pada gelombang elektromagnetik (biasanya berbentuk laser) yang disalurkan melalui kabel optik.

Di negara kita kedua jenis teknik akses komunikasi dan transmisi data ini dikembangkan secara paralel. Sistem komunikasi nirkabel dikembangkan dengan membangun banyak tower BTS (Base Transceiver Station), sedangkan pengembangan sistem komunikasi serat optik,  dilakukan melalui penggantian akses internet kawat logam dengan kabel optik, secara bertahap di seluruh pelosok negeri.

BTS-BTS yang sering ditempatkan di daerah terpencil dan jauh dari jaringan listrik negara, memerlukan energi listrik alternatif  yang dihasilkan oleh  piranti optoelektronik yang disebut sel surya, sedangkan untuk pembangkitan laser dalam sistem transmisi data yang menggunakan kabel optik, memerlukan dua piranti optoelektronik yang disebut dioda laser.  Sel surya dan dioda laser  dibuat dari bahan padat yang disebut sebagai bahan semikonduktor. Kunci utama dalam peningkatan  ferporma dari setiap piranti optoelektronik ini adalah  riset  dalam bidang material semikonduktor. Riset material semikonduktor untuk bahan pembuat sel surya diarahkan pada penemuan material baru untuk bahan pembuat sel surya yang berpotensi memiliki  efisiensi konversi  yang  tinggi.  Sedangkan riset material semikonduktor untuk bahan pembuat dioda laser diarahkan pada penemuan material baru untuk bahan pembuat dioda laser yang dapat mengemisikan laser yang panjang gelombangnya sesuai dengan karakteristik optimum kabel optik dari bahan silika (SiO2) yang saat ini banyak digunakan.    

Di beberapa lembaga riset negara maupun di beberapa perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi  yang menyelenggarakan prodi fisika, riset dalam bidang material semikonduktor ini diselenggarakan dalam kelompok bidang kajian (KBK) fisika material. Penelitian bidang ini tergolong penelitian hulu, yang masih perlu diteruskan dengan penelitian lanjutan yang diarahkan pada aplikasi material semikonduktor untuk pembuatan prototipe piranti optoelektronik dan pengujian unjuk kerjanya. Di negara kita, penelitian lanjutan ini  masih dihadapkan pada banyak  kendala, karena lembaga-lembaga riset yang ada dan laboratorium-laboratorium riset di perguruan tinggi belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Apalagi jika bicara industri sebagai lokasi produksi masal dari berbagai produk piranti optoelektronik ini, hampir semua lembaga riset dan perguruan tinggi di kita belum memiliki  link yang jelas dengan industri.  Lembaga-lembaga riset dan perguruan tinggi saat ini tengah menunggu kemauan politik pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan terkait hilirisasi dari hasil-hasil riset di bidang fisika material ini (Prof.Dr. Andi Suhandi, S. Pd., M.Si yang merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Fisika pada Program Studi Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA)  Universitas Pendidikan Indonesia.)