Green Shack: Teras berbasis lingkungan untuk Menumbuhkan kebiasaan pengolahan sampah organik menuju Zerro Waste System

Hasil analisa Bapenas bekerja sama dengan pemerintahan Jerman mengkaji pengelolaan sampah di Indonesia dan menemukan rata rata 72% sampah berakhir Di TPA dan 7% bocor ke lingkungan sedangkan tingkat daur ulang sampah  hanya mencapai 11% yang jauh dari mengurangi kapasitas penampungan sampah TPA. Baru baru ini Sampah di Beberapa TPS di kota Bandung dan Sekitar menumpuk tidak terangkut karena TPA sudah tidak lagi bisa menampung  sampah. Hal ini membuat  lingkungan sekitar TPS dan TPA sangat terganggu mulai dari keluhan bau busuk sampai penyakit kulit dan air tanah yang berbau.

Bom waktu itu adalah sampah makanan. Penumpukan sampah makanan apalagi yang bercampur dengan plastik itu akan  menyebabkan  Pencemaran tanah dan air zat kimia berbahaya akan meresap pada lapisan tanah dan mencemari air tanah  yang digunakan yang menjadi sumber penyakit seperti leptospirosis, penyakit yang disebabkan dari bakteri  urine tikus, dan lagi diare, kolera dan tifus yang disebabkan oleh air minum  yang terkontimasi bakteri dari air sampah anorganik. Penyumbatan saluran air dari sampah anorganik juga menyebabkan berkembangbiaknya nyamuk demam berdarah dan malaria.

Sampah yang menumpuk di TPA akan menghasilkan gas metana  (CH4) yang merupakan salah satu gas penyebab rumah kaca dan perubahan iklim global. Gas metana adalah gas yang mudah terbakar, beberapa TPA terbakar di beberapa kota di Indonesia  diduga atas penumpukan gas metana.

Sumber sampah terbesar berasal dari sampah rumah tangga yaitu sebesar 37, 3 persen dan 39,8 % nya dari sampah makanan. Metoda pengolahan sampah di Indonesia masih menggunakan cukup membuang sampah di TPA tanpa perlakuan lain (open dumping) atau meratakan sampah dan memadatkannya (landfill). Kedua metoda ini akan mengundang masalah masalah yang telah diungkapkan sebelumnya.

Beberapa negara  maju sudah menerapkan Zerro-waste system  diantaranya negara Jerman dengan menerapkan Undang undang  yan tegas  tentang pengolahan sampah. Penerapan Undang-undang ini ini telah membuat masyarakatnya terbiasa memilah sampah dan indutri  menggunakan teknologi pengolahan sampah terbarukan. Di dua dekade trakhir Industri di Jerman, 14%bahan mentah yang digunakan oleh industri berasal dari sampah. Dan ini mengurangi 1 juta ton sampah tiap tahunnya Penerapan sistem pengolahan sampah ini di Indonesia sungguh sangat sulit untuk diterapkan. Ini dikarenakan rendahnya Kesadaran masyarakat indonesia akan pengelolaan sampah dan masalah crucial ke depan akibat  sampah ini.

Masalah rutin negara ini saat musim kemarau krisis air bersih, sedangkan saat musim hujan adalah Banjir. Masyarakat belum menyadari kedua permasalahan tiap tahun ini adalah kuncinya pengelolaan sampah. Untuk menerapkan secara global adalah bukan pekerjaan yang mudah. Kenapa tidak mulai dari pembiasaan dari lingkungan kecil dan mulai dari pelajar dan mahasiswa dan kumpulan pemuda/i

Green Shack: Asyik nongkrongnya kelola sampahnya adalah teras/ tempat kumpul yang berbasis lingkungan yang merupakan  satu prototype  yang di usung  oleh SOUSE.  SOUSE adalah sekelompok mahasiswa  angkatan 2022 prodi fisika FPMIPA UPI yang perduli lingkungan.

Dimars ketua dari Souse mengatakan prototype  Green Shack ini berawal dari  kebiasaan mahasiswa berkumpul untuk diskusi  atau sekedar nongkong bersama di teras teras yang disediakan oleh UPI untuk mahasiswa beristirahat  berkumpul atau sekedar menunggu  kuliah berikutnya. Saat berkumpul hampir sebagian besar mahasiswa menunggu sambil makan siang atau snack, minuman ringan, dan rokok. Tapi sayangnya walaupun sudah disediakan 1  tempat sampah tapi sebagian besar setelah berkumpul teras penuh dengan sampah mulai dari puntung rokok, plastik bekas minuman,bungkus makanan dengan sisa makanan yang berserakan, belum lagi banyaknya sampah daun di sekitar teras yang tentunya tidak nyaman untuk dilihat . Sebagai kaum intelektual muda harusnya ini tidak terjadi,menjaga kebersihan dan kenyamanan harusnya sudah menjadi  kebiasaan Ujar Dimars . Tarin salah satu anggota SOUSE menyatakan Green Shack ini konsepnya  menyediakan fasilitas buat mahasiswa  untuk mengelola sampah yang dihasilkannya dengan disediakan 2 biopori untuk proses.

pengomposan sampah organik  dan 1 tempat sampah plastik yang mengacu pada Hasil penelitian laboratorium Geomekainka Tanah dan Batuan, FPMIPA UPI  yang salah satu kajiannya tentang transformasi tanah menjadi tanah produktif. Biopori pertama adalah biopori sampah daun dan  Biopori kedua  untuk sampah makanan dapat berupa sisa nasi,  buah , sayur, kulit telor, ampas kopi dan makanan organik lain kecuali makanan yang mengandung minyak, olahan susu, semua jenis daging dan protein agar proses pengomposan pada biopori agar  tidak menimbulkan bau tidak sedap, tumbuhnya bakteri tidak baik  dan dapat  mengundang tikus dan hewan lainnya. Selain itu pengomposan jenis sampah makanan dan daun  ini akan  menghasilkan kualitas kompos yang baik, kualitas dan kuantitas air tanah  yang signifikann akan megurangi banjir.  Banyaknya kucing di sekitar teras juga jadi pertimbangan kami untuk menyediakan tempat untuk membuang sisa daging dan tulang di tempat untuk dimakan kucing ujar Zahra.    Prototype Green Shack ini dapat dilihat di teras taman sebelah timur gedung JICA FPMIPA UPI.

Green Shack juga telah dikunjungi oleh guru guru sains  (MGMP guru IPA) Kabupaten Cirebon. Ibu Shinta Rengganis,S.Pd, kepala sekolah salah satu SD di kabupaten Cirebon menyatakan green shack ini adalah ide yang sangat bagus untuk diterapkan di teras sekolah/tempat berkumpul siswa saat istirahat atau di kantin sekolah. Selain mengurangi sampah organik di sekolah juga melatih kebiasaan baik siswa untuk memilah sampah, menjaga kebersihan dan perduli lingkungan,Selain itu ini juga pengadaan teras ini juga mendukung untuk penerapan kurikulum Merdeka yang menuntut siswa menghasilkan  produk. sujarnya, Salah satu alternatifnya para siswa bisa mengelola kebun laboratorium dengan meneliti pengaruh kompos hasil projectnya terhadap tanaman tertentu seperti caba rawit atau sawi ujar Deril salah satu punggawa SOUSE.

Dimars berharap dengan pembiasaan berkumpul sambil kelola sampahnya dan memgerti proses mudah pengeloaannya yang akan menularkan pembiasan dan metoda pengolahannya ke yang lain. Selainproduk green shack, Souse juga menawarkan pengelolaan sampah organik  per rumah. Perupemahan/ lingkungan RT-RW. Pengelolaan sampah organik Paket perumahan dapat dikembangkan jadi umkm lokal semisal produk kompos atau ternak magot yang tentunyauntuk paket ini  ditambah sejenis workshop, penyuluhan kepada masyarakat akan manfaat pengolahan sampah dan cara pengelolaannya   agar konsisten dan berkelanjutan menerapkan pengolahan sampah ini.  jika di tiap rumah mengolah sampah organiknya sendiri, jika disimulasikan tiap rumah menghasilkan sampah organik  1 kg/ rumah.

Jika satu TPS membawahi  1 kelurahan. Simulasi untuk  kelurahan isola kota Bandung dengan jumlah rumah 3931 rumah, Jika disimulasikan semua rumah mengolah sampah organiknya maka TPS kelurahan isola saja akan berkurang daya tampung sampah organiknya nya sekitar 4 ton /hari dan 118 ton /bulan. Sendainya ini diberlakukan di seluruh kota bandung dan lebih luas lagi dan istiqomah dan konsisten dengan perlahan menerapkan teknologi kekinian berbasis lingkungan  Inshaa Allah Pengolahan sampah Negara Indonesia menuju Zerro waste system.