Guru Harus Memiliki Strategi dan Master Plan Dasar

 

Jakarta, UPI

Jika berbicara tentang dunia informatika maka kita berbicara tentang skill, bukan hanya berbicara sikap, personal, atau performance saja tetapi juga skill yang kompetitif, yang mampu bersaing dengan hadirnya tenaga kerja asing mulai tingkat under graduate hingga tingkat staf operasional, jadi jangan sampai kalah, tetapi kita sodorkan generasi-generasi yang menguasai dalam bidang informatika diantara bisnis masa depan.

Demikian ungkap Assoc Prof. Deni Darmawan, M.Si., MCE., saat menjadi keynote speaker dalam kegiatan Rakernas Guru TIK se-Indonesia yang diselenggarakan di Aula Gedung A Kemendikbud Jalan Sudirman, Jakarta, Sabtu (19/1/2108).

Lebih lanjut diungkapkan,”Dalam kesempatan tersebut, dibahas secara mendalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dari level 1 sampai dengan level 4, mulai dari kepribadian, penanaman kepribadian sampai dengan kemampuan siswa dalam menembus dunia kerja/skill, karena dunia informatika berbicara skill. Saat ini, seluruh guru informatika diharuskan untuk segera merumuskan dan menyikapi KI dan KD yang berkenaan dengan mata pelajaran (mapel) informatika agar guru-guru informatika dari Indonesia mendunia, mampu berkompetisi di dalam proses mencerdaskan, menanamkan dan menguatkan litersai digital, literasi teknologi, literasi media bagi generasi bangsa yang akan datang mulai SMP, SMA, SMK, MTS, MA dan sederajat, sehingga keberadaan mapel informatika ini tidak mudah digoyang oleh pihak-pihak tertentu.”

KI dan KD yang dibahas, jelasnya, menukik ke dalam sikap, upaya, dan skill gurunya, jadi gurunya dulu yang harus memiliki strategi, master plan dasar yang bisa memayungi pembekalan bagi anak-anak generasi informatic millennium, atau bahkan mungkin bukan millennium lagi.

“Caranya, sejak awal guru-guru akan dan harus merumuskan target-target minimal dari setiap peta KI dan KD yang ada dalam mapel informatika itu. Kedua, bagaimana merancang, membudayakan kultur berinovasi bagi para guru, jadi yang diajarkan bukan hanya knowledge, attitude, personality, performance, tapi yang paling penting adalah skill competitive advantage, challenge untuk menguasai dan memenangkan persaingan dalam dunia kerja atau industri informatika,” imbuhnya.

Jadi, ungkapnya lagi, guru harus lebih dulu membuat inovasi yang harus bisa memberikan contoh bagi siswa-siswinya, terus diajarkan, jadi yang namanya kurikulum itu adalah guru. Hal ini sesuai dengan pengalaman saya di tahun 2014 dalam short course tentang quality assurance for ICT implementation in junior and senior high school itu diantaranya menyatakan bahwa guru itu adalah kurikulum. Jadi tidak ada yang namanya kurikulum nasional, bahkan menuurut seorang pakar di Pusat Kurikulum, dikatakannya bahwa Indonesia belum mempunyai kurikulum nasional, tapi yang terjadi saat ini adalah kekeliruan diantara guru-guru di sekolah dan para pakar bahwa kita ini punya kurikulum nasional, padahal belum punya.

Dijelaskannya,”Dalam dunia innovation silahkan saja, contohnya di Australia, yang namanya kurikulum itu adalah guru. Jadi, guru yang melakukan apapun bentuknya seperti akademik, kemahasiswaan, pengabdian, dan kerjasama, mengindikasikan bahwa inovasi itu berarti sebuah kurikulum yang harus diikuti oleh siswa. Terbayang jika gurunya tidak memiliki kemampuan seperti itu,”

Indonesia betul-betul tidak memiliki kurikulum informatika, katanya lagi. Akhirnya apa yang sudah diperjuangkan untuk merubah mapel TIK menjadi mapel Informatika, menjadi sia-sia. Menurut Kapuskurbuk, mapel TIK lemah secara substansial, mungkin gurunya juga hanya 40% yang linier, sisanya berantakan. Oleh karena itu, dalam Rakernas ini dibahas terkait kesiapan guru dalam mempersiapkan konten pembelajaran informatika untuk siswa.

Yang kedua, ujarnya, guru harus bisa melakukan action research, jangan PTK cerita dongeng, cerita nilai bagus, ngajar bagus, tapi produknya tidak ada. Kami sebagai periset UPI harus menonjol, harus mampu mengambil peran melalui LPPM-nya. Dalam kesempatan ini kami mempunyai research colaborative dengan guru, seorang guru SMK Guna Dharma Nusantara, Cicalengka, Kabupaten Bandung. Kami membuat inovasi berupa laboratorium mobile. Hal ini akan menjadi trigger bagi para guru agar bisa mengikuti jejak guru tersebut.

“Silahkan guru-guru datang untuk melakukan benchmarking, nantinya akan didampingi oleh periset dari UPI. Ini persoalan dan tantangan kita, karena baru satu-satunya yang sudah melakukan ini. Diharapkan hadirnya periset-periset dari LPTK-LPTK dan SMK-SMK lainnya yang mampu menghasilkan action research untuk diajarkan kembali agar menghasilkan learning resourches oleh guru-guru SMK di seluruh Indonesia kepada siswa-siswinya,” ungkapnya.

Ketiga, lanjutnya, dari hasil inovasi ini, kita bekali para guru tentang bagaimana merumuskan publlikasinya, supaya diketahui dunia. Karena yang diriset oleh kami sudah di presentasikan di University of Bordeaux, UNESCO Chairs Programme, dan sambutannya sangat luar biasa, terutama dalam aspek pengembangan aplikasi artificial intelegence, kecerdasan-kecerdasan buatan pada media-media Learning Resources media pembelajaran untuk siswa SMK. Jadi terbayang jika publikasinya tidak dibuat, tidak dilakukan, maka Indonesia tidak akan dikenal, tidak akan laku lulusannya, apalagi diserap sebagai tenaga kerja asing.

Diungkapkannya lagi,”Seperti  di Jepang, Cina, Korea, bahkan di Australia, bidang informatika ini persaingannya cukup ketat, Singapur sudah dekat, hanya saja bagaimana caranya kita untuk memperkenalkan diri, jangan jago kandang kurung batok masih banyak tempurung-tempurung lain di luar sana yang menjadi pesaing kita yang mungkin lebih baik dari pada kita. Jadi kami mengajak kepada seluruh guru untuk mampu menulis publikasi. Nantinya publikasi-publikasi ini, yang kami tawarkan, seperti junal publikasi akademik atau publikasi rutin, dan publikasi-publikasi di media massa, sponsorship, televisi, radio, dan mungkin digital television, bisa dijadikan media supaya guru-guru di bidang informatika ini dapat membawa nama besar bangsa Indonesia dapat dengan cepat diketahui oleh seluruh dunia.

“Saya pernah bicara di The University of Lima, Peru, disana itu bisa berkembang oleh karena lulusan politeknik, dimana politekniknya itu 4 tahun dan masuk row input-nya itu dari lulusan vocational school atau SMK, jadi 2 tahun SMK, 2 tahun Politeknik. Mereka sudah memenangkan proyek pembangunan jalan, pembangunan gedung, dan pembangunan infrastruktur yang harusnya dikerjakan oleh orang-orang Eropa tapi mampu dikerjakan oleh lulusan SMK, cukup supervisor saja yang dari Sarjananya, nah bagaimana di Indonesia?” tanyanya.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama guru SMK Guna Dharma Nusantara, Tata, M.Pd., menegaskan bahwa seorang guru itu harus mempunyai inovasi-inovasi yang kreatif dalam membimbing siswa-siswinya, contohnya jika ada ide tidak hanya difokuskan pada satu tema, tetapi harus multiple tema. Setiap siswa diberikan kebebasan untuk berpikir, sehingga dapat berkembang pola pikirnya. Jika hanya mengandalakan kurikulum yang ada yag ada maka akan sulit untuk berkembang, karena kecerdasan anak-anak berbeda. (dodiangga)