Kabar dari Perancis (14) Kontrol atau pengaruh yang bersifat memaksa?

Oleh : Nenden Nurhayati Issartel (Koresponden, Perancis)

Tri Indri Hardini (Dosen, Universitas Pendidikan Indonesia)

Sartre : « L’homme est condamné à être libre : Manusia dihukum untuk bebas ».

Menurut Sartre, manusia selalu membuat pilihan dalam hidupnya, dan pilihan-pilihan inilah yang mendefinisikan dirinya, yaitu yang memberi makna dan arah pada kehidupannya. Jika kita tidak punya pilihan dalam hidup karena pilihan kita didikte orang lain, sedekat apapun hubungan kita dengan orang lain tersebut, tetaplah orang lain, dan kita akan kehilangan makna dalam hidup dan apa artinya kita hidup. Dengan kondisi seperti ini akhirnya banyak orang yang meringkas jalan hidupnya dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, atau lebih gawat lagi melakukan bunuh diri.

Di tahun ini, pada tahun 2023 terdapat lebih dari 50 kasus bunuh diri perempuan (feminicide) karena tertekan oleh pasangannya. Untuk membantu mencegah feminicide, Delegasi Menteri yang membidangi Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, Isabelle Lonvis-Rome, berkampanye untuk memasukkan gagasan ini ke dalam undang-undang dan undang-undang ini menjadi alat yang ampuh dan tidak boleh diabaikan mengingat telah terjadi lebih dari lima puluh kasus feminicide di Perancis pada tahun 2023. (lihat di https://www.feminicides.fr/)

Untuk selanjutnya : apa yang harus Anda lakukan jika Anda menjadi korban atau saksi kekerasan dalam pasangan?

Kontrol koersif (Control Coercitif fr. Coercive controls dalam bahasa Inggris) didefinisikan sebagai tindakan atau pola perilaku kontrol, paksaan, atau ancaman yang disengaja yang digunakan oleh seseorang terhadap seseorang, pasangan intim, istri, suami, atau mantan pasangan, dengan tujuan membuat mereka bergantung, menjadi anak buah, dan/atau merampas haknya dan merampas kebebasan bertindak. Mungkin istilah ”menjajah” dapat diterapkan dalam kasus ini tetapi penjajahan ini bukan cerita sebuah negara yang menjajah negara lain tetapi seorang lelaki yang menjajah seorang perempuan atau sebaliknya.

Dalam studi tentang kekerasan dalam rumah tangga dan upaya untuk melawannya, telah lama dipelajari tentang perasaan pengaruh atau dominasi  atau tekanan yang dirasakan oleh korban. Memang benar, jika kita mempelajari situasi dari sudut pandang korban (laki-laki atau perempuan), kita menyadari bahwa mereka berada dalam posisi rendah diri dan tunduk. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang timpang antara anggota pasangan. Sikap tekanan ini terdapat dalam hukum pidana ( Dispositions relatives à l’ordonnance de protection et à l’exercice de l’autorité parentale en cas de violences conjugales (Articles 1 à 4). Jadi hal ini diakui oleh undang-undang. Dengan demikian tekanan seorang suami atau istri terhadap pasangannya atau orang lain dapat dihukum karena termasuk pelanggaran pidana. 

Untuk memahami apa itu kontrol koersif, kita hanya perlu melihat situasinya dari sudut pandang berbeda. Memang benar, dalam keadaan yang sama, dengan pasangan yang sama, kita bisa tahu bahwa dari satu sudut pandang kita melihat siapa yang menjadi  korban dan siapa yang menjadi penjajah (pelaku kontrol yang memaksa yang disebut juga dengan istilah algojo)

Dalam pasangan disfungsional, kemungkinan terjadi kekerasan verbal atau fisik sangat besar dan hal ini mudah diperhatikan walaupun kontrol koersif dilakukan dengan halus namun tetap saja kejam. Hal ini dapat dibandingkan dengan tirani permanen: si algojo memutuskan segalanya untuk korban. Dia memutuskan apa yang dia pakai sebagai pakaian, jam berapa dia boleh keluar, apa yang boleh dia makan atau tidak. Dalih yang diungkapkan adalah semua ini demi kebaikannya sendiri, untuk melindunginya, seperti fakta bahwa dia melakukan geolokasi pada ponselnya dan selalu ingin tahu di mana dia berada.

Kontrol koersif adalah konsep yang disadari berpengaruh buruk tetapi masih dalam tahap penelitian, dan para peneliti mengidentifikasi tiga jenis perilaku yang perlu dideteksi untuk mencegah penurunan kontrol tersebut. Kasus ini termasuk juga kekerasan verbal, perampasan hak dan sumber daya keuangan serta peraturan di segala hal dalam kehidupan sehari-hari.

Kungkungan atau jajahan seorang suami atau istri pada pasangan atau eks-pasangannya bagai penjara tak berdinding. Hidup tidak punya arti lagi karena hidup seorang korban dikontrol orang lain seolah-olah korban adalah boneka. Manusia lahir dilengkapi pikiran dan kemauan yang menjadi pedoman hidupnya. Banyak orang disadari atau tak disadari menjadi korban dominasi dan tekanan orang-orang yang paling dekat dengannya, dan lebih gawat lagi, para korban ini memuja  dan terikat pada algojonya (dinamakan Syndrome de Stockholm).

Di Perancis, dari sejak usia muda  kaum perempuan diajarkan untuk dapat berdiri sendiri (independen). Dalam artian, mereka diajarkan untuk memiliki ketrampilan dan mampu berdiri sendiri dengan bekerja, menghasilkan uang dan bisa menanggung hidupnya tanpa harus tergantung pada orang lain. Namun demikian ternyata masih terdapat banyak korban tekanan, dan oleh karena itu pada tahun ini lahir undang-undang yang mengatur perlindungan pada korban jajahan atau tekanan pasangan dan ada hukumannya. 

Kasus koersif juga banyak terjadi di Indonesia. Apakah para korban di Indonesia mendapat perlindungan melalui undang-undang?  Kita harus menyadari bahwa hidup itu bebas tetapi kebebasan itu bukan untuk menekan orang lain. Jangan biarkan siapapun atau apapun merampas kebebasan kita sebagai manusia. Tentu saja kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan demokratis di bawah naungan hukum.