Prof. Budi Mulyanti Ingatkan Pentingnya Peneliti Memiliki Ethical Clearance

Bandung, UPI

Ethical clearance, sebuah instrumen untuk mengukur keberterimaan secara etik suatu rangkaian proses penelitian. Kepentingan terbesarnya adalah untuk melindungi subjek. Jadi, ketika kita melakukan penelitian, perspektif kita juga harus menggunakan perspektif pemenuhan hak asasi manusia. Kita ingin memastikan bahwa penelitian yang kita lakukan tidak mengeksploitasi subjek partisipan kita, tidak melakukan bentuk-bentuk pelanggaran terhadap hak mereka, hak-hak yang sangat mendasar seperti hak memberikan pendapat, hak untuk dilindungi privasinya, termasuk juga hak untuk tidak dieksploitasi. Ini menjadi hal yang sangat penting, karena penelitian yang baik bukan semata-mata penelitian yang bisa diselesaikan, tapi yang memastikan pemenuhan hak subjek.

Pernyataan tegas tersebut disampaikan Ketua Pengurus Komisi Etik Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia Periode 2023-2028 Prof. Dr. Budi Mulyanti, M.T., dalam sebuah wawancara usai menerima Surat Keputusan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Nomor 1745/UN40/HK/2023 Tentang Pengurus Komisi Etik Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia Periode 2023-2028 di Gedung University Centre (UC) UPI, Ruang Teleconference lantai 1, Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Senin, (2/10/2023).

Prof. Budi Mulyanti menambahkan,”Artinya, ethical clearance menjadi sebuah bentuk proteksi pertama untuk memastikan apakah penelitian ini bisa dilakukan atau tidak. Selain aspek metodologis, yang harus diperhatikan juga adalah aspek etikanya. Kadang-kadang satu penelitian bisa gagal dilakukan karena walaupun secara metodologi bisa dilakukan, tapi dia tidak bisa memenuhi aspek etikanya. Kita tentu tidak ingin UPI nanti dianggap menjadi lembaga yang tidak memperdulikan hak-hak dari partisipan tadi.”

Para peneliti itu, ujar Prof. Budi Mulyanti, sebelum melakukan penelitiannya harus minta izin. Izin apakah penelitian ini melanggar atau tidak terhadap subjek yang akan diteliti, terutama pada manusia dan hewan, sehingga kalau misalnya itu sudah keluar surat ethical clearance-nya bahwa dia tidak melanggar dan tidak akan merugikan subjek penelitian, maka dia bisa lanjut melakukan penelitian.

Tapi kalau misalnya menurut Komisi Etik Penelitian ini diyakini akan merugikan subjek manusia maupun hewan, maka dengan sangat menyesal peneliti tersebut tidak bisa melakukan penelitia selanjutnya atau mungkin harus ada diubah, merubah subjeknya dan kembali harus melakukan tahapan-tahapan tertentu.

“Jadi intinya bahwa ethical clearance ini adalah untuk melindungi subjek penelitian terutama adalah hewan dan manusia agar tidak merugikan subjek. Subjek itu bukan betul-betul jadi objek tapi dia adalah subjeknya,” ungkapnya.

Penerbitan ethical clearance adalah sebuah keharusan bagi seorang peneliti, tegas Prof. Budi Mulyanti, apalagi ini merupakan tuntutan bagi perguruan tinggi yang mau menuju World Class University. Kalau UPI ingin memiliki predikat sebagai WCU, salah satu syaratnya adalah bahwa penelitian- penelitian yang dilakukan oleh UPI harus sudah memiliki surat ethical clearance. Jurnal-jurnal internasional menuntut dan mensyaratkan bahwa sebelum publish, ethical clearance risetnya harus terlampir.

Adapun susunan Pengurus Komisi Etik Penelitian UPI Periode 2023-2028, yaitu Prof.  Dr. .M. Solehuddin. M.Pd., M.A., sebagai Pengarah; Prof. Dr. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A., sebagai Penanggung Jawab; kemudian Prof. Dr. Budi Mulyanti, M.T., sebagai Ketua          Komisi Etik Penelitian UPI;  Dr. Pipit Pitriani, M.Kes, Ph.D., sebagai Sekretaris dan para anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Ahman, M.P.d., Prof. Dr. Elly Malihah, M.Si., Prof. Dr. Ida Hamidah, M.Si., dr. Hamidie Ronald Daniel Ray, M.Pd., Ph.D., Prof. Vina Adriany, Ph. D., dan Prof. Dr. Topik Hidayat, M.Si., Ph.D.     (dodiangg/foto:arum)