Dialog Pilpres Menuntut Mahasiswa Menjadi Pemilih yang Cerdas

Bandung,UPI

Kami menatap masa depan Indonesia melalui ketahanan pangan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, melakukan percepatan infrastruktur, menciptakan kepastian penegakan hukum dengan menguatkan KPK.

Kami menatap masa depan Indonesia melalui dua aspek, pertama dengan 3 alasan yang mendasari mengapa amanat pahlawan menjadi sangat penting, pertama hak kedaulatan, kedua kesetaraan martabat, ketiga mempunyai solidaritas terhadap penderitaan rakyat, peduli terhadap kemiskinan, kebodohan, dan ketergantungan. Inti dari amanat tersebut adalah kemerdekaan yang hakiki, yaitu berdaulat di bidang politik, bidang ekonomi, dan bidang budaya. Aspek kedua dalam menatap masa depan melalui kebangsaan, yaitu keniscayaan bangsa Indonesia bangsa yang plural, bangsa yang majemuk yang disatukan oleh sejarah, sama-sama sebagai orang terjajah yang mendiami kepulauan, contohnya kerajaan sriwijaya yang dapat menyatukan bangsa Indonesia.

Masa depan Indonesia linier dengan masa kini, bisa lebih baik jika mampu mengidentifikasi problem pokok, yaitu merosotnya wibawa dan menguatnya ancaman, rapuhnya sendi perekonomian karena ketergantungan dengan luar negeri, serta melemahnya kepribadian bangsa indonesia (hilangnya sifat gotong royong).

Solusinya adalah melalui Nawacipta, yaitu peran negara untuk melindungi warga negara, pemerintahan yang bersih, pembangunan daerah 3T tertinggal, terluar, dan terdepan, adanya pemenuhan rasa keadilan, pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan papan, pembangunan infrastruktur, mewujudkan kemandirian ekonomi melalui UMKM, sektor pertambangan, serta revolusi mental bangsa melalui pendidikan dengan menata ulang kurikulum, peningkatan akhlak budi pekerti, kewarganegaraan, keahlian, wajib belajar 9 tahun, dan menumbuhkan semangat Bhineka Tunggal Ika. Kesimpulannya adalah menumbuhkan “Gen O” generasi optimis, menatap masa depan dengan optimis.

Kedua pernyataan tersebut dilontarkan para tim sukses (timses) capres dan cawapres dalam dalam kegiatan Diskusi Publik yang diselenggarakan Senat Mahasiswa FPIPS UPI, Jumat (4/7/2014). Kegiatan ini menghadirkan pengurus senat mahasiswa di lingkungan FPIPS UPI sebagai audiens dan 3 narasumber diantaranya, akademisi UPI Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., M.Si., Hendri sebagai timses Prabowo-Hatta, dan Joko sebagai timses Jokowi-JK. Tema yang diangkat ialah ”Menatap Masa Depan Indonesia dari Sudut Pandang Kebangsaan dan Amanat para Pahlawan”.

Hal yang perlu dicermati dalam menatap masa depan Indonesia adalah kita sebagai warga negara harus menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan bangsanya, karena tidak mungkin masalah bangsa diselesaikan oleh satu atau dua orang saja (presiden dan wapres). Negara ini merupakan sebuah sistem, jadi memang tidak mungkin disandarkan pada satu atau dua orang, ujar Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., M.Si., saat menanggapi paparan para timses tersebut.

Saat tidak ada lagi istilah negara maju atau negara berkembang, yang ada hari ini adalah negara yang di menej dengan baik, pemerintahan yang baik adalah yang mampu memenej. Kita selaku warga negara tentunya menginginkan kehidupan yang lebih baik, dan demokrasi harusnya menjadikan kehidupan kita lebih baik, terangnya.

Presiden tidak boleh mendapat pengaruh dari asing, sekarang saja kita sebetulnya masih menghadapi penjajahan, contohnya melalui ekonomi. Presiden harus berani menyikapi hal ini, tapi memang nantinya harus siap dengan sanksi dunia internasional, lantutnya.

Dikatakan Cecep,”Pemilu, baik pilkada maupun pilpres cenderung menjadi sumber pemborosan anggaran negara. Pemilu sekarang bisa dikatakan ramai karena hanya ada 2 pasangan calon yang berkompetisi. Apakah mereka akan melanjutkan rezim yang sudah ada atau membuat rezim baru? Konstitusi tidak tegas karena telah menyatakan pemilu hanya satu putaran, jadi ibarat menonton film dengan pemeran yang sama.

“Pembelajaran politik dari pilpres tidak terlalu banyak memberikan pengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia, karena sekarang ini lebih pada politik narsisme. Pemahaman etika politik juga harus dibenahi, karena saat ini bisa dikatakan sedang trend politik ikan lele, politikus yang selalu hidup di air keruh. Visi misi para kandidat cenderung relative dan standar, janji-janji yang mereka utarakan tidak mungkin selesai dalam 5 tahun, seharusnya mampu memberikan janji yang diimplementasikan melalui blue print. Jangan sampai kita terjebak dalam proses, kapan mau membangun? Institusi kita sudah modern,” paparnya.

Otonomi menjadi suatu pembangkangan karena seringkali pemerintah daerah dan pemerintah tidak berjalan seirama dan beriringan dalam menentukan kebijakan. Hal yang dapat dibanggakan ketika jika pemenang pilpres dapat mengakomodir semua elemen termasuk dari pihak yang kalah, hal ini untuk menciptakan suasana politik yang kondusif.

Saat ditanya manfaat dan pengaruh diskusi publik dengan para timses bagi mahasiswa, Cecep mengatakan,”Melalui dialog antara calon pemilih dan timses manfaatnya adalah menanamkan sebuah pemahaman bahwa pilpres merupakan suatu momentum penting untuk peneguhan dan menambah wawasan tentang pilpres. Menuntut mahasiswa menjadi pemilih cerdas dan bersikap dewasa dalam menilai sesuatu.” (Dodiangga)