Mahasiswa FTV UPI Tampilkan 9 Film Dokumenter Fantastis

Bandung, UPI

Mahasiswa Program Studi Film dan Televisi FPSD UPI sukses menayangkan 9 Film Dokumenter pilihan dari berbagai Genre, penayangan film hasil para mahasiswa tersebut dikemas dalam kegiatan yang bertajuk DDOS Attack (Seen and Unseen Parts Of Life), 30-31 Januari 2023 di Bandung Creative Hub.

Screening DDOS Menayangkan 9 Film Dokumenter pilihan dari berbagai Genre, diantaranya Criminal, Eksploitasi, Sejarah, Budaya hingga Feminisme. Seolah menjadi penutup bulan Januari, Screening sukses dilaksanakan dengan banyaknya pastisipan yang turut serta hadir, menyaksikan serta diskusi bersama. Screening DDOS Attack juga dihadiri oleh berbagai pihak dalam dan luar Program Studi Film dan Televisi, diantaranya Wakil Dekan Fakultas Pendidikan Seni Dan Desain (FPSD UPI), Para Dosen Program Studi Film dan Televisi, MNC Media, Para Mahasiswa juga pihak luar lainnya yang ikut memeriahkan dan menyaksikan bersama screening Film Dokumenter DDOS Attack.

Adapun 9 film yang ditayangkan berjudul Nikaca’ah, Penjara Segara, Selepas Lapas, Setiap Manusia dan Tangan Tuhan yang Menyertainya, Dari Mata Perempuan Tua, Romansa Dibalik Pagar Akal, Membelah Benteng, Bebenjangan dan Mutiara Paradigma. Dimana ke 9 Film Dokumenter tersebut dipilih dengan pertimbangan juga kurasi dari berbagai pihak akademisi Program Studi Film dan Televisi FPSD UPI. Proses Dokumenter masing-masing film kurang lebih selama 3 bulan dengan berbagai topik menarik dan hangat di kalangan masyarakat melek informasi.

Film pertama berjudul Nikaca’ah, menceritakan tentang Banjir di salah satu daerah Bandung (Dayeuhkolot) yang mengkhawatirkan. Di dalamnya juga dibahas bagaimana perspektif masyarakat Dayeuhkolot, juga pakar menanggapi dan solusi apa yang akhirnya muncul dengan dibuatnya film tersebut. Dengan objek topik yang sama seperti Penjara Segara, rupanya film kedua membahas tentang eksploitasi ikan Lumba-lumba yang masih kerap terjadi di Indonesia, bagaimana hidup lumba-lumba diatur dan diperlakukan sangat tidak baik oleh manusia itu sendiri. Selain itu, Penjara Segara juga menampilkan highlight yang menjadi benang merah dalam film dimana jangan pernah membeli tiket menonton ikan Lumba-lumba dan cukup pergi ke alam bebas secara langsung bila ingin melihat ikan Lumba-lumba.

Selanjutnya terdapat 2 film dengan genre yang sama yaitu Criminalitas yang berjudul Selepas Lapas dan Setiap Manusia dan Tangan Tuhan yang menyertainnya sama-sama membahas tentang kehidupan penjara. Selepas Lapas membahas bagaimana subjek (Budi) menjalani kehidupan setelah bebas dari bui dan beradaptasi dengan lingkungannya. Berbeda dengan film Setiap Manusia dan Tangan Tuhan yang menyertainnya yang membahas Prada Mart menjalani kehidupan di bui sambil menunggu waktu ia dihukum Mati. Di dalam kedua film tersebut sama-sama membahas tentang peran seorang ibu yang menjadi tujuan pulang kedua subjek utama. Selain itu hukum juga dibahas cukup berat didalam film Setiap Manusia dan Tangan Tuhan yang Menyertainnya. Dimana hukuman mati yang dijatuhkan pada narapidana dengan perspektif berbagai pihak, dari mulai pihak lapas sampai aktivis hukum. Sisi emosionalitas juga sangat terasa didalam 2 film ini.

Lalu Film Dari Mata Perempuan Tua membahas tentang komparasi hidup para lansia di dalam dan luar panti di Gedebage. Selain itu, isu sosial juga dibangun dan menjadi perhatian di dalam film ini. Selanjutnya film Romansa dibalik Pagar Akal membahas tentang pasangan eks ODGJ (Orang Dalam Gangguan Jiwa) yang hidup di panti rehabilitasi dan hidup dengan bahagia di sana, Juga banyaknya kata dan rasa yang membuat antusiasme penonton screening tertarik terhadap film dokumenter ini.

Tiga film terakhir diantaranya yang pertama Membelah Benteng, dimana menceritakan tentang kehidupan China Benteng ditengah gempuran “China Kaya” dan disini juga ditimbulkan banyaknya konflik juga lingkungan sebenarnya dari China Benteng. Lalu dilanjut dengan film Bebenjangan, bagaimana seni hadir bukan untuk dilestarikan, melainkan digunakan sebagai ajang pelecehan seksual terutama pada wanita. Dan yang terakhir film berjudul Mutiara Paradigma yang membahas tentang sejarah dan latar belakang serta saksi hidup pemberontakan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh Kartosuwiryo pada tahun 1949 lalu.

Selain pembahasan dan alur cerita yang fantastis, visual dan teknis dan visual juga dipertimbangkan di dalam screening ini, mengingat 9 Film di atas mengalami banyak penyaringan dari berbagai pihak juga pertimbangan berat sebagai salah satu syarat memasuki Screening DDOS Attack (Seen and Unseen Parts Of Life).

Selain adanya Screening, DDOS Attack juga menghadirkan sesi diskusi bersama untuk kritik, saran dan pertanyaan mengenai film dokumenter terkait. Banyaknya partisipan dan antusias dari penonton membuat sesi ini cukup menarik perhatian publik.

Tujuan diadakannya Screening ini agar publik mengetahui perkembangan juga pentingnya konflik yang diangkat dalam masing-masing dokumenter dan juga diskusi bersama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan 9 film dokumenter.

Dengan diadakannya kegiatan ini, membuat FTV kian disorot melalui karya hebat dan ciri khas tersendiri. Lantas, kejutan apa lagi yang akan diberikan Program Studi Film dan Televisi Universitas Pendidikan selanjutnya?. (Rendra Fatimah Azzahra)