Prof. Didi Suryadi: Bagaimana Caranya untuk Menjadi Academic Leader?

Bandung, UPI

Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed., salah seorang Tim Penilai Pemilihan Academic Leader tingkat Universitas Pendidikan Indonesia Tahun 2023, mengungkapkan bahwa untuk bisa menjadi seorang academic leader, secara akademik seorang dosen harus sudah punya keajegan di dalam keilmuannya, konsisten terhadap apa yang diajarkannya, konsisten terhadap risetnya, dan juga publikasinya, sehingga orang yang ajeg dan yang konsisten itu dimungkinkan menghasilkan sebuah inovasi yang berdampak besar terhadap bidang tertentu, karena kalau tidak konsisten, itu sangat sulit, tapi kalau orang konsisten sangat mungkin. Jadilah orang pertama yang memiliki keajegan di dalam keilmuannya dan itu dibuktikan dengan publikasinya dengan research-nya.

Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Didi Suryadi usai memberikan penilaian dalam kegiatan “Pemilihan Academic Leader bidang Sains, Academic Leader bidang Teknologi, Academic Leader bidang Sosial Humaniora, Academic Leader bidang Seni dan Budaya, Academic Leader bidang Kependidikan tingkat Universitas Pendidikan Indonesia Tahun 2023” di Gedung University Centre (UC) UPI, Ruang Rapat lantai 6, Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Senin, (11/9/2023).

Ditambahkannya,”Adanya rekognisi atau pengakuan bahwa yang bersangkutan itu memiliki kapasitas yang sangat baik di dalam bidang keilmuannya tersebut, dan itu  harus ditunjukan dengan rekognisi atau pengakuan, baik secara nasional maupun internasional. Contoh evidence-nya adalah seperti sering diundang menjadi keynote speaker dalam konferensi, kemudian mungkin pernah diundang menjadi visiting professor untuk mengajar di satu universitas di luar negeri dalam bidang keilmuannya.”

Terkait dengan penyelenggaraan pemilihan academic leader tingkat universitas, ujarnya, menurut saya ini sangat penting, karena bisa menjadi salah satu cara kita untuk memotivasi, mendorong dan mengukur sejauh mana usaha universitas bisa mencapai yang terbaik. Universitas bisa mengkondisikannya by design, menciptakan seseorang menjadi academic leader dengan membangun konsistensi sebagai modal dasar untuk menghasilkan inovasi.

Sementara itu menurut Prof. Didi Suryadi,”Untuk bisa lolos dalam persaingan di tingkat nasional, semua komponen yang dimintakan di dalam borang harus diupayakan terpenuhi dengan baik dan lengkap. Jadi, semua lampirannya wajib diupayakan lengkap. Kemudian, yang tidak kalah pentingnya bahwa untuk meyakinkan penilai sebetulnya di sisi subjektivitas penilai itu selalu ada, artinya kalau ketika misalnya tim penilaian itu datang visitasi ke tempat kita, mereka akan sangat terimpresi atau terpengaruh oleh persiapan kita.”

Ditegaskannya bhawa semua hal yang tercantum di dalam borang, sudah terlampir. Kemudian divisualkan dalam bentuk poster evidence-nya, semuanya dibuat menjadi album, semua bukti disiapkan, sehingga ketika tim penilai datang, mereka langsung terkesan sangat positif terhadap kita.

Persiapan yang paling sulit itu adalah mengidentifikasi dan mengumpulkan lampiran, ungkapnya lagi. Jadi, berdasarkan pengalaman, sebaiknya dipelajari apa yang dituntut oleh pihak tim penilai, agar bisa disiapkan sebelumnya. Persiapan terhadap penilaian ini harusnya sudah menggambarkan paling tidak sudah 70% atau 75% siap, serta penampilannya harus dibuat seoptimal mungkin.

“Ada salah satu hal yang ditanyakan ketika tim penilai melakukan visit. Ditanyakannya, apakah pernah menjadi visiting professor di luar, pernah di universitas mana saja, dan harus ada buktinya, nah mencari buktinya itu ya kadang-kadang merasa tidak perlu, hilang karena terselip, terhapus atau lainnya. Oleh karena itu, memang sebaiknya harus dipersiapkan terlebih dahulu,” bebernya.

Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sudah memikirkan untuk mendorong para Guru Besar agar membentuk research group (riset grup) atau kelompok keahlian. Tugasnya, mengidentifikasi dan mendokumentasikan seluruh perencanaan riset dalam 10 atau bahkan mungkin 20 ke depan. Ini akan merubah metode riset yang sebelumnya sporadis ke arah riset grup, kemudian meningkat menjadi pusat unggulan teknologi, ujungnya nanti ke science technopark, di dalam keilmuan itu ada yang berorientasi pada produk dan ada yang berorientasi scientific. (dodiangga)