Rektor UPI Serahkan 3 SK Guru Besar

Bandung, UPI

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dr. H. R. Asep Kadarohman, M.Si., didampingi jajaran pimpinan universitas menyerahkan Surat Keputusan Pengangkatan Jabatan Akademik Profesor atau Guru Besar kepada Dr. Wachyu Sundayana, M.A., Dr. H. Dinn Wahyudin, MA., dan Dr. H. Abas Asyafah, M.Pd., di Gedung Partere Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Jumat (6/10/2017).

Rektor menjelaskan,”Pengangkatan jabatan akademik guru besar kepada ketiganya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 87960/A2.3/KP/2017 atas nama Dr. Wachyu Sundayana, M.A., yang diangkat dalam jabatan akademik/fungsional dosen sebagai Profesor/Guru Besar dalam bidang ilmu Pengembangan Kurikulum Bahasa Inggris, Dr. H. Dinn Wahyudin, MA., diangkat dalam jabatan akademik/fungsional dosen sebagai Profesor/Guru Besar dalam bidang ilmu Pengembangan Kurikulum berdasarkan SK Nomor 88028/A2.3/KP/2017, serta Dr. H. Abas Asyafah, M.Pd., diangkat dalam jabatan akademik/fungsional dosen sebagai Profesor/Guru Besar dalam bidang ilmu Pendidikan Agama Islam dengan SK Nomor 88029/A2.3/KP/2017.”

Diungkapkan Rektor, bahwa menjadi guru besar tidak mudah, perlu kesabaran. Guru besar memiliki tanggung jawab yang besar, karena statement atau kata-katanya bagai pedang yang sangat tajam jika ia berbicara. Ucapannya akan sangat dipercaya oleh masyarakat.

Guru besar memiliki tanggung jawab yang sangat besar pada jaman sekarang, lanjutnya, karena permasalahan di masyarakat sangat kompleks dan kompetitif. Harapan masyarakat terhadap seorang guru besar sangat tinggi, sehingga diharapkan bisa menjawab tantangan tersebut.

“Seorang guru besar harus bijak dalam mengawal visi misi universitas karena dinamikanya sangat cepat, banyak kepentingan, dan banyak hal yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam beraktifitas atau berkegiatan harus tetap dalam track untuk mengawal visi misi universitas tersebut. Peluang dan kesempatan untuk berkarya sangat terbuka,” jelasnya.

Jabatan guru besar merupakan awal untuk fokus bekerja, ujarnya lagi, karena pekerjaan yang sangat banyak sudah menanti, pekerjaan untuk mewujudkan visi misi universitas. Atas dasar hal tersebut, kiranya dapat saling membantu dalam menciptakan kultur akademik yang kondusif serta dapat mendorong calon guru besar lainya untuk melakukan publikasi dalam jurnal yang terindeks scopus, dan untuk bisa menulis, butuh duduk, dan bagi dosen yang belum menjadi guru besar, untuk segera mengusulkannya.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama Ketua Senat Akademik Universitas Pendidikan Indonesia Prof. Dr. Didi Suryadi, M.Ed., mengungkapkan rasa syukurnya, dikatakannya,”Syukur alhamdulillah, dari usulan 5 orang calon guru besar yang meminta pertimbangan dapat meloloskan 3 orang, ini cukup cepat prosesnya. Bukan hal yang mustahil jika pemenuhan persyaratan kegurubesaran dipenuhi maka akan lancar, dan tidak ada yang sulit.”

Dengan demikian, ujarnya lagi, kita mampu melewati halangan, kami dari Senat Akademik mengucapkan terima kasih pada pimpinan fakultas yang sudah mengantarkan dosennya menjadi guru besar.

Diungkapkannya,”Menjadi guru besar bukan berarti selesai permasalahan atau pekerjaannya, justru pekerjaannya semakin besar dan banyak. Guru besar mempunyai beban dan kewajiban. Syarat minimal bagi guru besar adalah seberapa banyak publikasi dimuat dalam jurnal terindeks. Proposal riset yang dibuatnya harus memberikan dampak ekonomi dan ini menjadi problem. Kebesaran sebuah universitas bukan dilihat dari berapa banyak jumlah guru besarnya, relevansinya bukan dari keilmuannya saja, syarat minimal bagi guru besar adalah seberapa banyak publikasi dimuat dalam jurnal terindeks.”

Pada dasarnya, World Class Univeristy yang hakiki adalah seberapa banyak perubahan yang terjadi di masyarakat. Masyarakat melihat dari hal yang sederhana misalnya adanya perubahan ekonomi, berubah atau tidak. Ini yang menjadi problem, sebenarnya bagi UPI, adalah bagaimana caranya membuat anak-anak Indonesia menjadi pintar yang dihasilkan dari riset-riset para guru besar.

“Diharapkan, UPI mempunyai pusat unggulan IPTEK, sehingga memiliki kesempatan untuk mengakses dana riset unggulan. Arah riset nantinya supaya konsisten untuk membangun keunggulan bidang pendidikan dan menjadi lokomotif pusat unggulan. Kemudian ciptakan area baru yang menciptakan temuannya, semakin banyak gerbong maka semakin mungkin untuk menghasilan unggulan, oleh karena itu kita harus meningkatkan produktifitas akademik,” harapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Sekretasis Dewan Guru Besar (DGB) UPI Prof. Dr. Hj. Kokom Komalasari, M.Pd., yang mewakili Ketua DGB UPI mengundang para guru besar baru untuk berkiprah di DGB, berdiskusi untuk kemajuan universitas.

Dikatakannya,”Teruslah berkarya, intensifkan menulis jurnal, menulis buku, dan menjadi keynote speaker. Perlu adanya upaya untuk membantu dan mendorong para doktor agar berani mengajukan untuk menjadi guru besar melalui sharing best practice, karena seringkali calon guru besar belum paham tentang regulasinya, dan dirasanya begitu sulit untuk mengajukannya.”

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. H. Abas Asyafah, M.Pd., mengungkapkan bahwa persiapannya sudah dimulai sejak sarjana, dikatakannya,”Saya mempersiapkan kajian ini sejak S1, S2, hingga S3. Saya mempersiapkan dan menyusun kajian yang terkait ilmu Pendidikan Agama Islam. Hal didasari karena adanya kelangkaan ahli ilmu Pendidikan Agama Islam. Ilmunya digali dari Al quran.”

Kita berupaya mengungkap nila-nilai yang berharga melalui kajian keagamaan untuk mewujudkan tercapainya pendidikan nasional yaitu membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa, ujarnya, karena iman dan taqwa merupakan hal yang pertama dan utama. Diharapkan, melalui pendidikan agama tujuan pendidikan nasional dapat tercapai tanpa bermaksud mengabaikan pendidikan lainnya karena dalam sila pertama Pancasila mengandung makna yang sangat strategis.

“Itulah sebabnya kajian ini sejalan dengan moto UPI yaitu Kampus Ilmiah, Edukatif dan Religius. Ilmu Pendidikan Agama Islam hadir dan dikembangkan bukan tanpa alasan karena seyogyanya ini sesuai dengan visi misi universitas dan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia. Maka dalam karya akademik ini, saya sudah menghasilkan konsep Tadabur Quran dan dikembangkan menjadi metode Tadabur Qurani untuk pendidikan Islam bertumpu dalam metodologi Pendidikan,” jelasnya.

Hal yang sama diungkapkan pula oleh Prof. Dr. H. Dinn Wahyudin, MA., dikatakannya,”Dalam konteks pengembangan kurikulum, ada 3 dimensi yang harus dikawal. Saya melihat bahwa kurikulum memiliki 3 bidang besar, pertama Perencanaan, kedua Implementasi, dan Evaluasi.”

Kurikulum merupakan salah satu instrumen dalam pendidikan, jika ingin meningkatkan lulusan sesuai dengan kompetensi, maka pengawalannya bukan hanya pada kurikulum saja tapi ada dalam aspek yang mempengaruhi tercapainya, yaitu 8 Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah.

“Kurikulum yang baik harus sesuai dengan standar tersebut, sampai sejauh mana standar itu dilakukan. Standar yang dimaksud adalah standar kompetensi lulusan pendidikan, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan pendidikan dasar dan menengah,” ungkapnya.

Dalam riset yang dilakukan diketahui bahwa kita sering kurang optimal terhadap apa-apa yang terjadi di kelas. Kurang optimal pada pengawalan kompetensi guru, sesuai atau tidak, perlu ada kesiapan individu dari guru yang bersangkutan, harus memiliki komitmen sebagai pendidik. Kedua, manajemen peran pimpinan. Ujungya harus membina kultur akademik yang mengkodisikan pengajaran yang bermakna. Dilaksanakan namun tanpa kultur akamdemik sehingga membuat kurang bermakna, harus ada lingkungan yang mengkondisikan. Semua usaha dalam mengantar proses belajar mengajar yang baik sehingga menghasilkan kompetensi yang baik. (dodiangga)