Kabar dari Perancis (12) Pernikahan di Bawah Umur: Hukum Anti Kebebasan atau Hukum Perlindungan?
|Oleh : Nenden Nurhayati Issartel (Koresponden, Perancis)
Tri Indri Hardini (Dosen, Universitas Pendidikan Indonesia)
Dalam berita sebelumnya, kita telah membahas tentang pekerja anak di bawah umur dan sulitnya mendefinisikan secara tepat bentuk dan konsekuensinya. Untuk melanjutkan pemikiran perlindungan terhadap anak-anak (dalam kasus di artikel ini banyaknya menimpa anak-anak perempuan), artikel kali ini akan membahas tentang “Hukum Libertisida atau Hukum Pembatasan atau Pengekangan” yang berkaitan dengan perkawinan di bawah umur.
Baru-baru ini aktor Inggris Russell Brand yang berusia 48 tahun dituduh menyerang dan memperkosa seorang perempuan berusia 16 tahun. Tentu saja dia menolak tuduhan ini karena kalau terbukti, bukan saja kariernya yang rusak tetapi juga kehidupannya bakal hancur. Di dunia barat, dalam hubungan seksual, tubuh seseorang dijunjung tinggi. Sentuhan seseorang pada orang lainnya sangat sensitif di bawah mata media dan hukum, terutama jika berhubungan dengan orang-orang di bawah umur.
Menurut INSEE (Institut national de la statistique et des études économiques – Institut Statistik Nasional dan Studi Ekonomi) saat ini di Perancis usia rata-rata perempuan yang menikah adalah berusia 34 tahun dan pria berusia lebih dari 36 tahun. Walaupun begitu bukan berarti bahwa pernikahan di bawah umur tidak ada di Perancis. Oleh karena itu, kita tidak boleh mengabaikannya karena hal itu tetap terjadi bahkan di negeri maju.
Di Perancis, sesuai dengan tuntutan PBB, undang-undang tentang hal ini sangat tegas diberlakukan. Sejak tahun 2006, perkawinan tidak dapat dilangsungkan sebelum pengantin berusia delapan belas tahun. Pembatasan ini bertujuan selain untuk menghindari kesalahan melanggar undang-undang, namun yang terpenting adalah menghindari/membatasi tekanan/ paksaan dari (orang tua atau pihak luar) atau bahkan kawin paksa dan kekerasan, perkosaan dan pelecehan seksual.
Di Perancis, di bawah pemerintahan Nicolas Sarkozy, Undang-Undang no.2007-1163 tanggal 1 Agustus 2007 disahkan aksesi Perancis terhadap konvensi persetujuan pernikahan, usia minimum untuk menikah, dan cara pendaftaran pernikahan. Dengan dikuatkan dengan adanya Undang-undang ini, dalam kenyataannya ternyata sangat sulit untuk benar-benar dipraktikkan oleh masyarakat yang disebabkan oleh ketidakpedulian mereka terhadap Undang-undang ini. Pelarangan pernikahan di bawah umur ini (yang terkadang dianggap sebagai anti-kebebasan) pada dasarnya adalah sebuah kebebasan. Aspek “libertisida- pengekangan” ini merupakan posisi argumentatif yang kuat dan tidak boleh diabaikan, karena sebenarnya pelarangan dan pengekangan ini menjamin perlindungan anak-anak di bawah umur.
Hukum yang terus berkembang dan berubah ternyata dapat bertabrakan dengan jaminan kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak berlaku jika berhubungan dengan anak-anak. Anak-anak, karena mereka di bawah umur, mereka belum mampu untuk memutuskan sendiri kehidupannya. Jadi, selain izin orang tua, anak di bawah umur harus mendapatkan izin dari jaksa penuntut umum (yang memerlukan penyelidikan oleh layanan sosial atau hukum) untuk menikah.
Dahulu, larangan ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak anak di luar nikah / anak haram), namun kini semua anak tak terkecuali keselamatannya dipantau dan dilindungi secara ketat. Jelas sekali, perkawinan-perkawinan ini diterapkan dengan syarat-syarat yang sama (larangan pernikahan dalam satu keluarga, penyalahgunaan kelemahan anak-anak, misalnya anak-anak di bawah umur ini tentu saja tidak memiliki kematangan dalam berpikir dan cenderung menerima semua keputusan orang tua mereka atau orang yang lebih tua tanpa berpikir ke depannya, padahal keputusan itu bukanlah suatu kebaikan bagi mereka. Seperti misalnya anak-anak yang dikawinkan oleh orang tua mereka pada orang-orang yang kaya yang jauh lebih tua karena untuk alasan keuangan, seolah-olah orang tua ini menjual anak mereka dan lain-lain). Dengan demikian, di Perancis hanya disetujui pernikahan dengan perkawinan antar orang dewasa.
Penerapan hukum usia pernikahan demi melindungi anak-anak di Perancis ini banyak dipengaruhi oleh kegencaran Pemerintah Amerika Serikat dalam memerangi kekerasan terhadap anak-anak dengan melindungi mereka dengan hukum yang ketat dan jelas. Rencana tentang undang-undang yang bersifat melindungi, yang awalnya kelihatan bersifat melarang/ mengekang, mungkin bertentangan dengan akal sehat. Namun, sebuah penelitian dari McGill University menunjukkan bahwa kurangnya pemantauan dampak suatu perbuatan dan terlalu banyak kebebasan dapat menimbulkan konsekuensi yang buruk. Oleh karena itu, di AS, sering kali atas nama membela kebebasan individu, banyak negara bagian menganggap pernikahan anak di bawah umur 16 tahun sah, asal di bawah izin orang tua dan hakim, tanpa dilakukan penyelidikan. Selain itu, di beberapa negara bagian tidak ada batasan usia minimum untuk menikah. Namun, meskipun sebagian besar undang-undang federal menghukum kekerasan seksual, kekerasan, dan pemerkosaan antara orang dewasa dan anak di bawah umur, dan undang-undang ini tidak selalu berlaku dalam pernikahan. Oleh karena itu, mungkin terdapat paradoks atau pertentangan antara sistem hukum yang membolehkan perkawinan anak dengan sistem hukum yang melarang hubungan seksual dengan anak-anak. Terjadinya perkawinan ini sering kali dilatarbelakangi oleh alasan sosial, agama, atau ekonomi, yang menimpa anak perempuan (di USA sekitar 300.000 antara tahun 2000 dan 2018). Beberapa asosiasi berjuang melawan fenomena ini, namun perjuangan ini sering kali tidak terlalu diekspos oleh media massa.
Dalam upaya mendukung kampanye di seluruh negara bagian untuk mengakhiri pernikahan anak di bawah umur, muncul beberapa organisasi di California yang berupaya mendidik dan menyadarkan pentingnya memahami undang-undang untuk menghindari adanya pelecehan terhadap anak di bawah umur dan menyadari bahawa pernikahan anak di bawah umur adalah pelanggaran hak asasi manusia. Organisasi ini melakukan sosialisasi undang-undang yang membatasi usia pernikahan dan kontrak pernikahan hanya diberlakukan untuk dua orang dewasa yang berusia minimal 18 tahun. Undang-undang ini disebut undang-undang “No Child Marriage, No Exceptions. (Tidak Ada Pernikahan Anak, Tanpa Terkecuali). American Medical Association telah menyerukan diakhirinya pernikahan anak di bawah umur dengan menyatakan bahwa “Perkawinan anak di bawah umur sangat berpotensi dengan kenaikan tingkat infeksi menular seksual, kehamilan dini, perceraian, dan kekerasan pasangan intim yang tinggi dibandingkan perempuan yang menikah pada usia 21 tahun.”
Berdasarkan data statistik tentang pernikahan anak di bawah umur, perempuan dan anak perempuan muda berusia 16-19 tahun sering menjadi korban kekerasan yang dilakukan pasangannya dan bahkan angkanya hampir tiga kali lipat dari rata-rata nasional dan mayoritas (70%-80%) perkawinan anak di bawah umur berakhir dengan perceraian. Anak di bawah umur yang menikah dini lebih besar kemungkinannya untuk menghentikan pendidikan formal mereka sebelum waktunya dan mereka cenderung memperoleh upah rendah, dan juga hidup dalam kemiskinan. Anak perempuan yang menikah dini mempunyai kemungkinan lima puluh persen lebih besar untuk putus sekolah dan empat kali lebih kecil kemungkinannya untuk lulus perguruan tinggi.
Di Perancis, pernikahan sipil diselenggarakan di gedung pemerintah Wali kota. Sebelum pernikahan disetujui, ada mekanisme yang memungkinkan orang melakukan keberatan (misalnya jika calon pengantin lelaki sudah beristri, dan istri sahnya mengajukan keberatan) selama 20 hari jika keduanya tinggal di kota yang sama. Setidaknya salah seorang pengantin harus tinggal di kota tersebut selama 40 hari. Selanjutnya, biasanya pernikahan agama dilakukan setelah pernikahan sipil dilaksanakan.
Berikut ini adalah beberapa hal penting yang harus dipenuhi agar pernikahan sipil dapat terlaksana.
- Pasangan yang akan menikah harus berusia minimal 18 tahun.
- Pasangan yang akan menikah harus lajang atau bujangan. Seorang istri atau suami tidak bisa punya dua atau tiga pasangan. Dengan demikian tidak diperbolehkan poligami atau poliandri. Jadi, pernikahan resmi yang diakui adalah pernikahan yang pertama, kecuali jika ada perceraian, boleh melakukan pernikahan kembali. Jika terjadi poligami, perkawinan itu tidak sah di mata hukum.
- Pasangan yang akan menikah tidak boleh memiliki ikatan keluarga. Undang-undang di Perancis secara resmi melarang pernikahan dengan pewaris langsung, atau dengan keturunan, atau dengan saudara laki-laki atau perempuan, paman atau bibi, keponakan.
- Calon pengantin perempuan harus menunjukkan surat keterangan tidak hamil jika ia janda atau cerai, yang dapat diperolehnya dari dokter.
Bagaimana dengan kondisi perkawinan di bawah umur di Indonesia?