“SI CILIK” YANG BERUSAHA BESAR

Bandung, UPI2

Beberapa mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia tidak  asing dengan banyaknya pedagang keripik keliling, tisue, bahkan vitamin yang sering meraka jumpai di setiap sudut kotak nya Gedung Bumi Siliwangi. Tampak aneh, di lingkungan akademik sekelas UPI, banyak manusia yang berlomba menajajakan dagangnya secara bebas yang berasal dari masyarakat berstrata ekonomi menengah ke bawah.

Yang mencengangkan, tidak sedikit “para cilik” penjual tisue menjajakan dagangannya dalam waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk menikmati bangku pelajaran. Tidak terlalu jelas motif lain di balik hal yang mereka lakukan kecuali kebutuhan ekonomi yang semakin menjerat leher keluarganya.

Kesulitan ekonomi kerap menjadi “king reason” yang mereka lontarkan, alasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bertahan hidup adalah kalimat pilihan yang paling favorit. Kehadiran mereka secara langsung telah memberitahu kita akan adanya kelas sosial dalam lingkup sempit lingkungan pendidikan kita.

Protes yang mereka lakukan bukan protes anarkis yang sering orang umum lakukan akan ketidakadilan yang mereka dapatkan. Mereka hanya mencoba bertahan di atas ketidakadilan yang mereka dapatkan dengan terus berjuang mandiri melakukan segala upaya yang mereka bisa lakukan tanpa harus mengemis perhatian dan belas kasih orang sekitar.

Kesejahteraan yang sering mereka lihat dalam setiap individu yang berlalu lalang dalam kampus mungkin sangat mengiris hati kecil dalam pribadi selugu itu. Melihat para mahasiswa mengonsumsi makanan dengan sumringah bersama teman-teman mereka tanpa harus memikirkan sebanyak apa uang yang harus kembali mereka bawa untuk pulang sebagai biaya hidup esok hari.

Protes mereka adalah protes suci dari kaum yang dianggap minoritas, hendaknya kita semua sebagai manusia berhati menghargai aksi protes mereka yang “lucu”. Carilah alasan untuk kalian semua membeli dagangan mereka, karena mereka tidak memohon mohon untuk dikasihi, tap mereka berusaha meninggikan derajat mereka dengan segala peluh yang mereka keluarkan. (@ibebfebri, Ilmu Komunikasi)