Komitmen Terhadap Pondasi Kasih Sayang

Bandung, UPI

Kasih sayang menjadi satu hal yang fundamen dalam keluarga dan pendidikan. Pendidikan dasarnya adalah kasih sayang. Komponen utama dari karakter bangsa adalah tata nilai atau values yang dibangun dan ditumbuhkembangkan oleh para warga bangsanya.  

Demikian ungkap Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Dr. Drs. H. Elih Sudiapermana, M.Pd., saat memberikan pandangannya dalam Seminar Nasional dengan tema “Peran Keluarga dalam Pembangunan Karakter Bangsa” inisiasi Departemen Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (PLS FIP UPI) dengan Penggiat Keluarga (GiGa), di Auditorium JICA FPMIPA UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Jumat (18/8/2017).

Lebih lanjut dikatakan, seluruh elemen bangsa harus memiliki komitmen terhadap pondasi kasih sayang. Mereka yang mencintai bangsanyalah yang akan membuat Indonesia kuat. Ada komitmen yang harus kita perkuat. Komitmen kita yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun tantangan yang dihadapi adalah pembangunan karakter bangsa atau nation character building sering hanya bergerak pada tahap knowing saja, belum benar-benar menjadi doing atau acting atau dilakukan, sehingga esensi pembangunan karakter belumlah tercapai secara efektif. Ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu atau moral knowing karena ia tidak terlatih atau terbiasa untuk melakukan kebaikan atau moral doing.

“Faktor penguat negatif tentang keteladanan sikap berbudi luhur yang semakin luntur menjadikan pembangunan karakter bangsa seolah telah bergerak maju namun secara tiba-tiba mengalami degradasi,” ujarnya.

Dr. Elih yang juga Dosen di Departemen PLS FIP UPI menyimpulkan bahwa kemitraan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat dalam menjamin kepastian berjalannya pembangunan karakter bangsa pada siswa harus menjadi sebuah kebijakan formal dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah.

“Model Kemitraan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat perlu memberi ruang leluasa kepada masing-masing pihak untuk mengambil inisiatif berkomunikasi dan berkolaborasi memecahkan masalah yang dihadapi dalam pembangunan karakter siswa,” jelasnya.

Isu-isu Kebangsaan dan Pembangunan Karakter (Bangsa) harus menjadi tema dalam berbagai aktifitas Keluarga dan Masyarakat, khususnya dalam kegiatan bersama kemitraan dengan sekolah.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Ketua Pelaksanan Seminar Nasional Dr. Asep Saepudin, M.Pd., menjelaskan bahwa keluarga merupakan pranata sosial pusat pendidikan yang pertama dan utama, namun seiring perkembangan jaman maka fungsi tersebut bergeser karena berbagai faktor. Salah satunya karena adanya keterbatasan interaksi diantara anggota keluarga. Contoh, suami dengan istri, ayah dengan anak, ibu dengan anak, dan seterusnya. Pergeseran fungsi tersebut menimbulkan masalah, sehingga fungsi pertama dan utama belum tercapai secara baik, maka perlu dilakukan kajian seperti workshop atau seminar.

“Hasil akhir dari kegiatan ini, kita ingin mengkritisi tentang konsep pendidikan keluarga secara filosofis, teoritis, dan empiris, sehingga ditemukan pola atau format pendikan keluarga yang memiliki fungsi sesungguhnya yang sesuai tuntutan jaman,” harapnya. (dodiangga)