Kabar dari Perancis (3) : Praktik Pekerja Anak di Bawah Umur

Oleh : Nenden Nurhayati Issartel (Koresponden, Perancis)

Tri Indri Hardini (Dosen, Universitas Pendidikan Indonesia)

Sejak tahun 2002, tanggal 12 Juni dirayakan oleh seluruh dunia sebagai Hari Internasional Menentang Pekerja Anak atau World Day Against Child Labour atau dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah Journée mondiale contre le travail des enfants. Sama halnya dengan namanya, hari ini bertujuan untuk mensosialisasikan perlawanan terhadap pekerja anak.

Zaman sekarang, di dunia Barat, para politikus sering memberikan argumen moral tentang pertentangan mereka terhadap pekerja anak-anak yang masih dipraktikkan di banyak belahan dunia lain. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan bahwa definisi tunggal dari konsep tentang pekerja di bawah umur  ini cukup rumit. Misalnya, di banyak negara, membantu pekerjaan rumah tangga atau pertanian  atau restoran adalah normal seperti yang sudah lama terjadi di negara-negara Barat.

Jadi, lebih dari dua pertiga anak yang pekerjaannya bertentangan dengan konvensi internasional karena dipekerjakan oleh keluarga mereka dan tidak dibayar, Dengan demikian, perbedaan  antara legal dan ilegal, dapat diterima secara moral atau tidak, sulit dipahami.  Selain itu banyak perkecualian sebagai kriteria utama yang digunakan untuk memenuhi syarat sebagai pekerjaan di bawah umur, misalnya beban kerja (jam kerja, usaha keras, gaji, dll.) dan kemungkinan tetap bersekolah. Hal Inilah yang menyebabkan mengapa beberapa situasi yang dihadapi sekarang membuat kita untuk harus tetap waspada.

Menurut UNICEF,  tuntutan produktivitas dari sektor-sektor tertentu (seperti misalnya tekstil), pertumbuhan penduduk yang membludak, adanya krisis ekonomi, kemiskinan yang mendalam, dan aksi perlindungan sosial yang tidak memadai telah membuat 16,6 juta anak terpaksa bekerja selama  beberapa tahun terakhir ini dan angka ini terus meningkat.

Hal lain yang memperburuk kemiskinan itu adalah dari pekerja di bawah umur ini hanya 27% dari anak-anak yang bekerja ini dibayar gaji  dan 4% lainnya dianggap sebagai buruh wiraswasta. Angka yang mengerikan ini memperlihatkan situasi memprihatinkan dan mengingatkan kita bahwa pekerja anak berhubungan dengan kemiskinan bangsa dan membuat kita menengok ke negara-negara yang mengalami berbagai krisis kemanusiaan. 

Sejak tahun 2000, selama hampir dua dekade, sebenarnya dunia telah mencapai kemajuan dalam pengurangan pekerja anak. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, dengan adanya konflik, krisis, dan pandemi HIV/AIDS dan juga Covid 19, hal ini telah membuat banyak keluarga jatuh ke dalam jurang kemiskinan dan memaksa jutaan anak menjadi pekerja di bawah umur. 

 Pertumbuhan ekonomi  dan rasa solidaritas nasional ataupun internasional belum mencukupi  untuk menyejahterakan masyarakat. Banyaknya anak dalam suatu keluarga memperbesar jumlah masyarakat  dan hal ini mau tidak mau telah meningkatkan biaya hidup. Salah satu solusi yang diambil adalah anak-anak harus bekerja.  Saat ini, 160 juta anak masih bekerja ( hal ini mewakili satu orang di antara 10 anak bekerja di dunia).

Afrika menempati urutan pertama di antara wilayah dunia dilihat dari persentase pekerja anak, dengan jumlah seperlima dari pekerja anak di dunia dengan jumlah total 72 juta.  Sedangkan negara Asia Pasifik menduduki urutan kedua dengan 7% dari semua anak (62 juta anak bekerja di wilayah ini, termasuk Indonesia). Menurut Statistik tentang jumlah pekerja anak, dari 84 juta pekerja anak ini , 56%nya tinggal di negara berpenghasilan menengah dan tambahan 2 juta lagi tinggal di negara berpenghasilan tinggi.

Bagaimana dengan kondisi di Perancis?

Di Perancis, sekitar tahun 1840-1850, di pabrik -pabrik industri, diperkirakan 15 sampai 20% pekerjanya adalah anak-anak di bawah umur 14 tahun, dan di akhir Revolusi Industri, banyak tekanan yang mendesak diperlukannya beberapa undang-undang untuk mengakhiri praktik ini. 

Peraturan pertama keluar pada tahun 1841 yang melarang pekerjaan anak di bawah 8 tahun dan pada tahun 1958 undang-undang tersebut diperluas untuk tidak memperkerjakan juga   anak-anak di bawah 16 tahun.   Dasar hukum yang diterapkan saat ini adalah Konvensi internasional Organisasi Perburuhan Internasional yang dikeluarkan pada tahun 1973.

Penerapan Undang-undang Ferry (tahun 1881 dan 1882) merupakan hukum Generalisasi atau keseluruhan (diterapkan tanpa kecuali pada segala golongan masyarakat di Perancis) tentang Pendidikan Dasar yaitu pendidikan menjadi gratis dan menjadi wajib buat anak-anak di bawah umur. Selain itu, tuntutan ekonomi modern membuat negara Perancis dan juga semua negara Eropa secara bertahap memperluas wajib belajar. Sejak Perang Dunia Pertama, perkembangan teknik industri membutuhkan pengetahuan dan keterampilan serta pelatihan yang hanya bisa didapat dengan melakukan  transfer pengetahuan lewat sekolah. Wajib sekolah inilah yang menyebabkan berkurangnya pekerja anak-anak.

Di Perancis, memperkerjakan anak di bawah umur (termasuk anak-anak imigran) adalah ilegal dan hukuman dendanya ada kelas lima, yaitu denda yang dikenakan bagi perusahaan yang memperkerjakan anak-anak di bawah umur dengan denda sebesar 1500€-3000€  per anak.

Namun selama masa liburan yang lebih dari 14 hari, seorang anak di atas 14 tahun boleh bekerja dengan persetujuan Inspektur Tenaga kerja, dan mereka hanya boleh melakukan pekerjaan ringan. Peraturan ini berlaku juga untuk perusahaan keluarga.

Sejak lama Peraturan Ketenagakerjaan telah menerapkan bahwa anak di bawah usia 16 tahun diizinkan bekerja untuk bioskop atau di bidang hiburan, tetapi dengan izin administratif individu ( tidak ada paksaan, jadi anak itu harus punya pernyataan secara tertulis bahwa dia setuju untuk bekerja), dan mereka bisa bekerja hanya untuk waktu terbatas dan hanya pada hari-hari tertentu. 

Khusus untuk pekerjaan sebagai artis film, televisi, atau bintang iklan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syaratnya adalah sebagai berikut. 

  1. Produser harus memberitahukan secara detail tentang pembuatan film pada orang tua wali yang sah. 
  2. Aturan jam kerja diterapkan buat anak-anak di bawah umur :
  3. Hingga usia 3 tahun : 1 jam sehari dengan 1/2 jam istirahat.
  4. Usia 3-5 tahun: 2 jam per hari dengan 1 jam istirahat.
  5. Usia 6-11 tahun : 3 jam kerja/ hari (4 jam selama liburan sekolah) dengan waktu istirahat setelah 1,5 jam bekerja)
  6. Usia 12-16 tahun : 4 jam sehari (6 jam pada saat libur) dengan  wajib istirahat setelah 2 jam bekerja.
  7. Anak tersebut harus melalui tes kesehatan sebelumnya.
  8. Persentase gaji ditentukan sebesar 90% untuk anak dan 10% untuk wali yang sah.
  9. Anak-anak boleh bekerja malam hari dengan waktu yang ditentukan oleh hukum, karena harus ada surat khusus yang membolehkan anak-anak berusia kurang dari 16 tahun bekerja dari pukul 10 malam sampai pukul 12 malam.
  10. Anak yang berprofesi sebagai artis tidak boleh menelantarkan sekolah. Mereka harus tetap memperhatikan kebersihan dan mereka tetap harus diawasi dan diperhatikan tentang perkembangan anak dilihat dari sudut pandang psikologis dan  mereka harus diperhatikan jika mengalami kesulitan. Dengan demikian,  mereka harus diawasi dengan ketat dan dilaksanakan secara terus menerus.
  11. Jika peraturan ini tidak dipatuhi, misalnya tidak menghormati waktu istirahat anak, produser film harus membayar denda yang sangat mahal, yaitu sekitar 75000 € ditambah 5 tahun penjara.
  12. Gaji yang pasti tentu harus dihormati oleh pembuat film yaitu minimal sebesar 300 € per hari dan minimal 400 € per hari jika ada dialog yang harus dihafalkan oleh anak.
  13. Anak-anak kembar, baik dua maupun tiga, sangat disukai di dunia produksi karena mereka dapat saling bergiliran bermain film.
  14. Menurut Hukum Kerja,  anak di bawah 16 tahun harus melaporkan diri ke La Commission des Enfants du Spectacle, yaitu Komisi Seni Pertunjukan Anak, yang melindungi mereka dari eksploitasi dari para produser film.
  15. Menurut  Hukum Kerja No. R7124, Kepala Kepolisian melalui DRIEETS (direction régionale et interdépartementale de l’économie, de l’emploi, du travail et des solidarités) yaitu sebuah direktorat antardepartemen untuk bidang ekonomi, ketenagakerjaan, tenaga kerja dan solidaritas, harus memberikan izin kepada anak yang akan bermain di sebuah film, televisi, atau menjadi bintang iklan.

Bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Sudah selayaknya aturan-aturan seperti ini juga dapat diberlakukan di negara kita tercinta.