Merawat Semangat Kebangsaan Mahasiswa

Oleh

Dadan Rizwan Fauzi (Pendidikan Kewarganegaraan SPS UPI)

Berbicara tentang mahasiswa tidak akan lepas dengan kampus yang menjadi tempat para mahasiswa kuliah atau menimba ilmu. Mahasiswa dengan segala aktifitasnya, memiliki sifat yang unik dan menjadi daya tarik tersendiri untuk selalu dikaji dan dipahami. Sebagai kaum terdidik, mahasiswa adalah kaum yang mempunyai kebebasan dalam pikiran tanpa harus ada batasan yang dapat mengekang pertumbuhan otaknya dalam memproduksi pemikiran-pemikiran, dan sifat idealis adalah ciri yang paling menonjol dari mahluk yang bernama mahasiswa.

Dalam peraturan pemerintah RI No. 30 Tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di Perguruan tinggi tertentu. Sedangkan menurut  Sarwono (1978) Mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di Perguruan Tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun, berbeda halnya dengan Knopfemacher (Dalam Suwono, 1978) disebutkan bahwa mahasiswa adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual. sedangkan kata “tanggung jawab” berarti kewajiban yang diemban untuk dilaksanakan, dan kata sosial berarti merujuk pada masyarakat atau orang banyak.

Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.

Pada masa kemerdekaan, generasi muda menjadi ujung tombak perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Dulu, musuh para pemuda adalah para penjajah dan jalan perjuangannya bersifat fisik. Tetapi pasca kemerdekaan, tantangan yang dihadapi oleh para pemuda adalah berbagai masalah kebangsaan yang memerlukan peran  generasi muda untuk menjawab berbagai tantangan tersebut. Menjadi aktor pembangunan dan menjadi bagian dari solusi permasalahan.

Lemahnya Semangat Kebangsaan

Namun hal ini berbeda dengan kondisi kita sekarang. Justru terdapat hal-hal yang menghawatirkan dari generasi muda. Banyak kalangan mahasiswa yang telah tidak tahu dan tidak tertarik untuk membaca sejarahnya sendiri. Hal ini berpengaruh terhadap rendahnya rasa kebangsaan. Oleh karena itu, rasa memiliki terhadap bangsa dan negara semakin menurun. Sikap yang muncul justru egois, individualistis, dan pragmatis.

Solidaritas dalam kelompok tampak lebih kokoh dibandingkan dengan solidaritas sesama anak bangsa. Kalau kelompoknya yang dihina, reaksinya sangat ekspresif bahkan mengedepankan emosi, tetapi ketika bangsa dan negaranya terhina, reaksinya dingin-dingin saja, seolah tidak menjadi masalah serius.

Para mahasiwa dihadapkan pada kehidupan hedonis dan materialistis, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, bermental instan, hingga bermental lemah. Narkoba menjadi lonceng kematian bagi para pemuda. Tahun 2015, BNN merilis data bahwa setiap hari ada 50 orang yang mati gara-gara narkoba. Dimana pihak yang banyak disasar adalah anak-anak, pelajar, dan mahasiswa. Mereka adalah generasi muda yang diharapkan untuk melanjutkan tongkat estafet pembangunan bangsa. Apa jadinya negeri ini kalau generasi mudanya banyak yang menjadi korban narkoba?

Saat ini pun bangsa Indonesia sedang menghadapi bahasa radikalisme dan gejala bangkitnya kembali komunisme. Sasaran yang paling empuk adalah para generasi muda. Mereka banyak yang terpengaruh bahkan ikut menjadi bagian dari gerakan-gerakan tersebut. Ada sekian banyak warga negara Indonesia yang ikut menjadi anggota ISIS  dan gerakan yang berbau komunisme.

Gaya hidup mahasiswa pun banyak yang terpengaruh gaya hidup barat. Lebih membangga-banggakan produk barat sedangkan budaya bangsa sendiri sudah banyak tidak kenali. Bahasa daerah sebagai bahasa identitas suku bangsa terancam punah karena telah sedikit yang menggunakannya. Bahkan bahasa Indonesia pun sudah banyak terrusak oleh bahasa-bahasa alay yang datangnya kadang musiman. Saat ini tengah populer ungkapan “kids zaman now” yang entah dari mana hal tersebut pertama kali muncul. Padahal untuk mengucapkan kalimat “anak zaman sekarang” sesuai dengan EYD itu bukan sesuatu hal yang sulit, mungkin biar terlihat lebih gaul dan lebih update.

Meningkatkan Semangat Nasionalisme

Nasionalisme di kalangan mahasiswa harus ditingkatkan. Salah satu kuncinya adalah perlunya penguatan literasi kebangsaan. Literasi kebangsaan perlu diberikan pada berbagai jenjang pendidikan, mulai SD, SMP, SMA/SMK sampai dengan perguruan tinggi. Caranya baik melalui pembelajaran, pembiasaan, keteladanan, cerita, dongeng, dan sebagainya.

Mahasiswa harus diperkenalkan kembali dengan sejarah bangsanya. Jangan sampai mereka lupa terhadap sejarah bangsanya. Begitu berat kemerdekaan ini diraih. Berbasuh keringat, darah, dan air mata. Pada waktu tertentu mereka perlu membaca biografi pahlawan, ziarah kepada makam pahlawan, bersilaturahmi ke veteran pejuang yang masih hidup untuk mendoakan dan meneladani jasa-jasa mereka.

Pasca reformasi, ditemukan realita bahwa banyak generasi muda yang jangankan memahami makna Pancasila, menghapal sila-sila Pancasila pun kesulitan, karena Pancasila terasing bahkan diasingkan dari kehidupan masyarakat. Pancasila sebagai ideologi bangsa perlu diperkenalkan, diketahui, dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Seiring dengan revolusi mental yang dijalankan oleh presiden Joko Widodo, ide penguatan Pancasila kembali dimunculkan. Bahkan dibentuk Unit Kerja Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) bertepatan dengan peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 2017. Walaupun demikian, jangan sampai pembinaan Pancasila hanya dijadikan sebagai jargon-jargon dan diekspresikan dalam kegiatan-kegiatan seremonial. Tetapi, harus mampu dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari, dan utamanya perlu keteladanan pemimpin. Inilah yang saat ini sulit ditemukan. Generasi muda kehilangan figur teladan sehingga mereka lebih bangga terhadap tokoh-tokoh asing daripada pemimpin bangsa sendiri.

Jika zaman dulu generasi pemuda menjadi pahlawan pejuang kemerdekaan, generasi muda khususnya mahasiswa zaman sekarang tentunya bisa menjadi pahlawan-pahlawan pembangunan melalui pendidikan dan pengalaman yang ia dapatkan. Disaat bahaya disintegrasi bangsa mengancam, para mahasiswa harus menjadi agen-agen yang mengkampanyekan semangat toleransi, semangat perdamaian, semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

Bahaya disintegrasi bangsa saat tidak dapat dianggap enteng. Mahasiswa harus memiliki kepedulian terhadap kondisi bangsa yang memiliki tantangan semakin kompleks. Mahasiswa jangan tinggal diam. Harus memiliki daya kritis dan kepedulian. Mampu menawarkan alternatif solusi dari permasalahan bangsa. Mahasiswa harus menjadi pelopor dan lokomotif pembangunan bangsa melalui peningkatan pengetahuan dan prestasi generasi muda.