Mencari Kunci Atasi Hoax, Etiket Digital Jadi Penekanan:Inilah Penelitian Tim PKM RSH Asal UPI
|Bandung, UPI – Kebebasan dan ketidakterbatasan dalam dunia digital menjadi keresahan tim peneliti asal Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Pasalnya, hal ini membuat alur penyebaran hoaks semakin luas. Melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Sosial Humaniora (RSH), tim melakukan penelitian dengan judul “Digital Citizenship: Upaya Membangun Etiket Digital Bermedia Sosial Gen Z Anti Hoax di Era Society 5.0”
Tim yang dinamakan Zenship ini diketuai oleh Rifda Fathiyah (Ilmu Komunikasi 2020) dan beranggotakan Fathima Nuri (Ilmu Komunikasi 2020), Tia Rachma (Ilmu Komunikasi 2020), Dea Fitri (Bimbingan Konseling 2022), dan Mutia Khairunnisa (Bimbingan Konseling 2022). Dengan arahan dosen pembimbing Dr. Wina Nurhayati Praja, MPd., tim Zenship ini berhasil meraih dana Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud Ristek dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Sosial Humaniora.
Hoax dan Etiket Digital
Penyebaran hoax di era digital telah menjadi ancaman serius terhadap kebenaran dan informasi yang akurat. Dengan kemudahan berbagi informasi melalui media sosial dan platform online, hoax dapat dengan cepat menyebar dan mempengaruhi persepsi masyarakat. Hal ini tidak hanya mengganggu aliran informasi yang benar, tetapi juga berpotensi menciptakan kebingungan dan konflik.
Oleh karena itu, penting bagi setiap individu terutama generasi muda untuk menerapkan etiket digital yang baik, seperti memverifikasi sumber sebelum membagikan informasi dan berkontribusi dalam menghentikan rantai penyebaran hoax demi menjaga integritas informasi dalam lingkungan digital yang semakin terhubung ini.
Istilah etiket digital/netiquette sendiri diambil dari 2 kata yakni Etika dan Digital. Secara sederhana, etiket digital berarti penggunaan etika di dunia digital. Istilah ini muncul karena beranggapan bahwa dunia digital adalah dunia baru yang jalannya berbeda dengan dunia asli. Memang belum banyak yang menggunakan istilah ini. Dari sejumlah informan yang diwawancarai oleh tim Zenship pun, tidak semua familiar dengan istilah ‘Etiket Digital’.
Dalam era digital yang semakin canggih ini, etika digital atau norma-norma perilaku dalam interaksi daring semakin menjadi hal yang perlu diperhatikan. Dalam berkomunikasi di platform-platform digital, penting bagi setiap individu untuk menjunjung tinggi tata krama, toleransi, dan kesopanan, salah satunya dengan melakukan verifikasi sebelum membagikan informasi. Dengan menerapkan etiket digital yang baik, kita dapat menciptakan lingkungan daring yang lebih positif dan bermanfaat bagi semua pengguna. Penelitian ini pun memegang harapan dengan adanya peningkatan etiket digital bermedia sosial pada Gen Z, penyebaran hoax dapat teratasi.
Hiduplah di Dunia Digital Seperti Hidup di Dunia Nyata
Ketika ditanya pendapat akan cara membangun etiket digital, salah satu informan menjawab hal tersebut harus dimulai dari kesadaran penduduk digital itu sendiri.
“Kalau aku mikirnya adalah kalau mau dianalogikan ya ‘hiduplah di dunia maya seperti di dunia nyata’ ya, kalau misalnya kamu ngomong kasar di depan orang, maki-maki kira-kira dipukul juga gitu kan? Cuma kan kita terpisah aja, kamu ngomong seberani itu tuh karena kamu maya, karena kamu enggak ada di depan orang yang mau kamu maki,” tuturnya.
Etiket digital dapat dibangun melalui kesadaran penduduk digital bahwa kehidupan di dunia digital tidak berbeda jauh dari kehidupan di dunia nyata. Etika yang diterapkan di dunia nyata seharusnya dapat diterapkan pula di dunia digital. Dengan begitu, tanggapan pada informasi hoax mungkin akan berbeda dan memperlambat penyebarannya. (Teks & Foto: Fathima Nuri – Kontributor Berita UPI)