Pemuda Menyiapkan Diri Menjadi Pemimpin Masa Depan
|Direktur Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Pendidikan Indonesia Dr. H. Syahidin, M.Pd., membuka Konferensi Antar Bangsa Kepemimpinan Mahasiswa UPI-UiTM 2015, yang mengusung tema “Ancora Imparo-Membentuk Pemimpin Masa Depan”, Selasa (27/1/2015), di Isola Resort UPI, Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Materi tentang kepemudaan disampaikan Dr. Syahidin usai membuka konferensi, sementara itu Dr. Mohd Bahrin Othman sebagai Pengarah Pembangunan Pelajar di UiTM juga memberikan materinya pada kesempatan yang sama.
Konferensi tersebut dihadiri beberapa organisasi kemahasiswaan UPI di antaranya BEM Rema UPI, FK UKM, Menwa Yon XI UPI, Lepim dan Propbumsil untuk melakukan sesi pemaparan. Dalam sesi pembentangan, dibagi dua ruangan yaitu dari UPI dan UiTM dicampur ada di ruang satu dan ruang dua. Ruang satu diisi mahasiswa UiTM didampingi BEM Rema UPI dan Lepim ruang dua mahasiswa UiTM didampingi FK UKM, Menwa Yon XI UPI dan Propbumsil, selanjutnya mereka memulai sesi tersebut.
Menwa secara khusus memaparkan materi dengan judul “Peran Menwa dalam Membentuk Karakter Mahasiswa Sebagai Calon Pemimpin Masa Depan” yang disampaikan oleh Aan Misbahuzaman sebagai Wakil Komandan Batalyon XI UPI. Aan bercerita tentang pemuda menurut Undang-undang No. 40 tahun 2009. Warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun dan Kepemudaan adalah berbagai hal yang berkaitan dengan potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda.
Aan mengatakan,“Kondisi pemuda saat ini paling kuat pengaruhnya yaitu dari segi lingkungan, diantaranya pengaruh didikan orang tua, teman sepermainan, sosial masyarakat. Dengan kemajuan teknologi sekarang ini masih banyak pemuda yang kurang memahami kemanfaatan dari teknologi itu sendiri, akibatnya muncul tantangan yang dihadapi pemuda saat ini.”
Mengutip perkataan sambutan Dr. Syahidin M. Pd., tantangan globalisasi yaitu dengan teknologi dan jejaring sosial di dunia maya, modernisasi yang mengikis budaya lokal, reformasi yang kebablasan yang mulai melupakan nilai-nilai kebaikan dahulu, emansipasi yang berlebihan sehingga keluar dari fitrah kemanusiaan, sekulerisasi, sepesialisasi berleihan yang merugikan yang lain, dan hedon atau gaya hidup untuk bersenang-senang, ujarnya.
Lebih lanjut dipaparkan,”Nah tantangan ini khususnya dalam teknologi apakah itu TV, Radio, Internet dan lain sebagainya kondisi negatifnya contoh pemuda yang selalu mengupload kegiatan jelek yang tidak ia sadari tayangkan ke facebook, tweter, BBM dan media sosial yang lainnya. Sebagai bukti real dan data dari rating acara TV berdasarkan jam sumber AGBNielsen Newsletter (2010) menyatakan dalam grafik penonton yang banyak melihat acara TV yaitu dari pukul 19.00-22.00.
Kalau dilihat di salah satu koran bahwa acara pada jam itu kebanyakan yang kurang edukasi bagi pemuda karena pada tayangan jam tersebut sering disajikan tayangan sinetron yang bahayanya tentang percintaan, ini sangat berbahaya jika tayangan film ini dilihat oleh anak-anak yang belum tahu apakah itu baik atau buruk yang sangat ditakutkan jika anak itu kebiasaan terus menerus maka akan masuk ke dalam pikirannya bahwa perilaku, karakter harus sesuai dengan artis idola dia. Ini merupakan perusakan mental generasi muda sampai-sampai bahasa baku berubah menjadi bahasa alay contoh keles, okay, omg hellow. Dan lain sebagainya.”
Di sisi lain pemuda yang peka teknologi untuk dimanfaatkan beliau membuat usaha dalam media sosial contoh pendiri Kaskus Andrew Darwis, Eka Lesmana tadinya pengangon itik sekarang bisnis oneline. Contoh positif ini yang harus jadi insfiratif anak muda Indonesia, ujarnya.
Dikatakannya, mahasiswa yaitu seorang yang mampu berfikir logis, nalar, keritis, dapat menerima informasi untuk kemudian dapat memberikan kesimpulan, insfiratif, penuh inovasi, dan paling penting didasari oleh agama yang kuat. Karena dalam realita sekarang banyak yang menyebutkan ada mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang), Laba-laba (lempar batu lapis baja) mahasiswa yang suka demonstrasi sampai brutal, Kuda-kuda (kuliah dagang), Tikus (aktifis) menurut penulis dan sumber yang lain yang menunjang pengembangan softskill dan hardskill ialah menjadi mahasiswa Tikus (aktivis kampus). Salah satu aktivis kampus yang dapat membentuk karakter yang baik mampu belajar menjadi pemimpin atau seorang yang dipimpin, disiplin, tanggungjawab, peduli kepada lingkungan sosial, adalah Resimen Mahasiwa.
Menurut bapak Dr. Mohd Bahrin Otman dari UiTM dalam pembicaraannya sebelum sesi pemaparan tiap organisasi, ada beberapa penyakit sebagai pemimpin yaitu kudis (kurang disiplin), kurap (kurang rapi), kutil (kurang teliti), kuman (kurang iman), kulat (kurang Latihan) dan kusam (kurang sambutan).
Menurut Aan, Menwa Batalyon XI UPI dalam mengkader pemimpin masa depan harus menghilangkan penyakit-penyakit pemimpin dengan pengkaderan yang baik. Seperti yang pernah di tulis Menwa UPI sebagai Resimen Pendidikan kita dalam mengkader dan mempersiapkan pemimpin masa depan harus selalu belajar untuk memimpin contoh Menwa Yon XI UPI mengadakan pelatihan komdis dan keamanan, pemateri pelatihan kepemimpinan, membina fisik, mental dan disiplin siswa dari perusahaan Indomobil Learning and Development Center, pelatihan kepemimpinan mahasiswa dengan bekerjasama dengan Pusdik Hukum TNI AD, simulasi tanggap bencana di SLB D YPAC Bandung tujuannya untuk peduli terhadap lingkungan sosial.
“Contoh pemuda yang pernah merasakan pengkaderan di Resimen Mahasiswa dan sekarang menjadi seorang pemimpin yaitu Abdulah Gymnastiar (Aa Gym) pimpinan pondok pesantren Darut Tauhid dan Dr. H. Syahidin, M. Pd. sekarang menjabat sebagai Direktur Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan. Mereka sudah menjadi pemimpin umat harus kita teladani karena pada hakikatnya setiap manusia itu ialah pemimpin bagi dirinya sendiri,” jelasnya.
Menwa Batalyon XI UPI tentunya sangat bahagia sekali dapat berjumpa bertukar ilmu organisasi mengenai kepemudaan dengan mahasiswa UiTm Malayasia karena mendapatkan pengalaman yang baru, ilmu yang baru. Suatu kebanggan bagi Menwa Indonesia walaupun kita tidak ada pengkat atau gaji dari negara Indonesia, kita harus berbangga hati bahwa bela negara tidak harus dibatasi dengan materi tapi loyalitas kesetiaan dan pengabdian untuk negara Indonesia tercinta, pungkasnya. (Aan Misbahuzaman/dodiangga)