Misteri M’isolo E Vivo
|Koran Sipatahoenan edisi 22 Desember 1934, menulis In memorial atas wafatnya DW Berretty, sang Raja media yang juga pemilik Villa Isola. DW Berretty tewas bersama seluruh penumpang lainnya dalam kecelakaan pesawat DC 2 Uiver yang ditumpanginnya dalam perjalanan reguler Amsterdam – Batavia, tiga hari sebelumnya. Sosok Barretty juga disebutkan dalam media tersebut sebagai selebriti dan socialita yang dermawan. Ditulis begini : “Kawentar koe hiroepna noe sesa seubeuh. Kawentar koe mere mawehna. Kawentar koe …affairena”. Ia terkenal karena tak kekurangan pangan. Terkenal karena kedermawanannya. Terkenal lantaran banyak skandal asmaranya.
Disebutkan juga oleh Koran Sipatahoenan yang terbit 22 Desember 1934 dalam kecelakaan pesawat tersebut bahwa “Noe ngamoedina, tiloe penoempang djeung 51.000 soerat2 keur ka Indonesia leboer jadi leboe”. Pilot berikut tiga penumpang dan 51.000 surat surat untuk dengan tujuan orang di Indonesia, hancur menjadi abu. (Asyik, 2018). Itulah kilas balik, dari perjalanan hidup pamungkas sang pemilik nama lengkap Dominique Willem Berretty di akhir hidupnya yang tragis. Anak blasteran dari ayah warga Itali dan ibu asal Jawa toelen. Berkat statusnya sebagai anak keturunan boele, sinyo blasteran, pemuda tampan ini berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi dan menjadi karyawan Post Telecom En Telegraaf (PTT) serta bekerja nyambi sebagai reporter Koran Java Bode.
M’Isolo E Vivo
Pada tahun 1917, dengan berbekal pengalaman sebagai reporter media, Barretty mendirikan kantor berita yang diberi nama Algemeen Niews en Telegraaf Agentshap (ANITA) dengan motto keren Altijd nummer Een Trots Alles. Menjadi nomor satu. Berapapun biayanya. Dari kiprah bisnis media ini lah, menjadikan Berrety sebagai Bos media tajir melintir dan berpenampilan playboy. Berawal dari sini, kisah love storynya bergulir. Berbagai rendevous affair sang raja Koran tersebut sering terendus. Ia menjadi kaya raya dan dikelilingi banyak wanita. Semasa hidupnya, ia tercatat telah menikah sebanyak 6 kali. Ada cerita menarik dari Mang Ucup (2015). Ia seorang netizen yang berdomisili di Belanda dan masih ada ikatan famili dengan keluarga Berretty. Love story tentang mendiang DW Berretty_ sering diceritakan keturunannya secara turun temurun.
Begini penuluturannya. “Sekitar 1932, Berretty yang flamboyant menjalin asmara dengan salah satu putri dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Cornelis de Jonge di Batavia. Tetapi malang, perjalanan cintanya tak mulus. Hubungan asmaranya tak disetujui sang ayah. Kandas di tengah jalan. Berrety tersinggung berat. Ia murka dan merasa dilecehkan. Oleh sebab itu, untuk membuktikan bahwa ia pria terhormat dan layak meminang putri Sang Gubernur Jenderal, ia merencanakanmembangun sebuah istana megah di Bandung.” Kemudian, ia menghubungi seorang arsitek kondang CP Wolff Schoemaker. Ia meminta Schoemaker untuk membangun gedung bak Istana nan megah, berapapun harganya. Dalam tempo kurang dari dua tahun, gedung megah tersebut selesai dibangun. Gedung tersebut, kemudian dikenal dengan nama _Villa Isola.
Cinta tak berbalas
“Jadi sebenarnya Villa Isola itu dibangun atas permintaan Berretty sebagai balas dendam atas cintanya yang ditolak oleh calon mertuanya”, tutur Mang Ucup. Berretty tersinggung berat dan patah hati. Untuk mengenang cinta kasih yang tak berbalas itu, ia memasang plakat di ruang masuk pintu utama dengan tulisan menyolok: M’ISOLO E VIVO. Artinya, Saya mengucilkan diri, untuk bertahan hidup.
Suatu pernyataan mendalam yang memunculkan misteri. Apakah betul Barretty patah hati ? Kemudian berupaya tampak tegar dengan membangun gedung megah untuk membuktikan bahwa dia sangat mencintai putri sang Gubernur Jenderal ? Atau dia sedang berobsesi seperti kisah Taj Mahal di India. Kisah kasih yang melegenda ke seluruh penjuru dunia. Cinta tulus Raja Mughal, Syah Jehan yang memerintah tahun 1628-1658 terhadap istri tersayangnya. Kisah cinta sang raja kepada pramesurinya, Mumtaz Mahal, yang diabadikan dalam arsitektur gedung dan menjadi salah satu keajaiban dunia. Wallahu alam.
Itulah sekilas tulisan M’Isolo E Vivo, yang melekat di atas pintu masuk Villa Isola. Suatu Misteri. Putaran jarum jam terus bergulir. Sejarah mencatat, Vila Isola cantik berganti fungsi dan kepemilikan sesuai dengan dinamika jaman. Kini, gedung tersebut dikenal sebagai Gedung Bumi Siliwangi, untuk mengenang perjuangan para pahlawan bangsa di Bandung Utara. Tulisan M’Isolo E Vivo yang melekat di atas pintu utama pun, diganti dengan tulisan Bumi Siliwangi. Tempat Rektor UPI dan para Wakil Rektor berkantor (Dinn Wahyudin)