Prof. Deni Darmawan: Riset Kolaboratif melalui Peran IKU Humas

Bandung, UPI

Output dari rencana Join Research ini, diharapkan kita menghasilkan 9 model komunikasi dari 3 negara. Pertama, Model Komunikasi versi Indonesia tentang Pendidikan, Budaya dan Teknologi. Kedua, 3 model yang sama, namun versi Jepang. Kemudian yang ketiga, 3 model yang sama hasil dari Republik Rakyat Tiongkok. Ini ada 9 model dengan pelaku komunikasi yang berbeda, sementara modelnya sama namun pelakunya berbeda.

Penjelasan tersebut diungkapkan Dosen Departemen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Prof. Dr. Deni Darmawan, S. Pd., M. Si., M. Ikom., MCE., usai melakukan pertemuan dengan Prof. Tanigaki Mariko, Ph.D., dari University of Tokyo, Jepang, yang diiniasi oleh Dosen Departemen Pendidikan Bahasa Jepang (DPBJ) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dianni Risda, S. Pd., M. Ed. Ketiganya bersepakat untuk melanjutkan joint research yang telah mereka tandatangani sebelumnya pada Senin, (28/10/2019) di Jepang. Riset Kolaboratif ini melalui Peran IKU Humas.

Pertemuan ini berlangsung usai Prof. Tanigaki Mariko menjadi pembicara sebagai visiting professor di Program Studi Pendidikan Sosiologi FPIPS UPI, Senin (13/3/2023).

Prof. Deni mengatakan bahwa model komunikasi tentang pendidikan, budaya dan teknologi menjadi sangat penting, karena 3 negara ini berada di kawasan Asia Pasifik. Ketiganya akan mewarnai perkembangan ilmu lain termasuk politik, ekonomi, sosial dan budaya. Lebih dari itu, bagaimana mereka bisa mempertahankan budaya dengan bahasa-bahasa yang kuat ini.

“Pertama Bahasa, kedua budaya, dan yang ketiga teknologi. Jadi kalau berbicara output-nyakekuatan model komunikasi terbaik diantara tiga negara ini masing-masing memiliki peran. Satu-satu kalau menurut saya,” ujarnya.

Dijelaskan lebih lanjut, teknologinya oleh Jepang. Jadi, kultur teknologi dan budaya teknologi itu dari Jepang, pasti yang kami harapkan. Sedangkan dari Tiongkok itu, a generation of people. Pengaruh ekspansi orang-orang tercepat menyebarkan diri bahwa budayanya itu adalah orang Tiongkok. Sementara itu, pendidikan itu wilayahnya orang Indonesia.

Mengapa pendidikan? tanyanya, karena kami ingin mengangkat nilai-nilai kekuatan Ki Hadjar Dewantara. Pendiri Perguruan Taman Siswa ini sangat terkenal di Jepang dan Tiongkok, bukan pendidikan teknologinya, tetapi Tut Wuri Handayani-nya, dengan nilai-nilai Pancasila. Jika sebagai teknolog pendidikan, sudah pasti menanamkan budaya, budaya teknologi pendidikan. Tetapi ya itu tadi, yang dicontoh adalah aspek pendidikannya.

“Dimulai dari variasi model pendidikan jarak jauh, contohnya VCDLN, itu kan pendidikan. Itu kekuatan yang bisa diharapkan dari negara Indonesia,” harapnya.

Dari tiga tersebut, lanjutnya, ending-nya ada 3 model yang bisa diperankan masing-masing pihak. Kalau pun ingin melengkapi. Indonesia kuat pendidikannya, teknologinya meng-adopt dari model teknologi komunikasi jepang.

Untuk diketahui, ungkapnya, ini merupakan pertemuan yang kedua, sebelumnya terjadi di tahun 2019. Kita bersepakat untuk melakukan joint research,merancang sebuah research tentang komunikasi di 3 negara membahas komunikasi budaya, pendidikan dan teknologi. Namun karena ada pandemi Covid-19, semua penelitian tidak bisa dilaksanakan.

“Pada pertemuan kali ini, dibahas secara detail seperti apa bentuk penelitiannya, penetapan target penyelesaian proposalnya, dan positioning setiap member dalam research kolaboratif ini, siapa reviewer-nya, siapa perumus modelnya, termasuk penetapan staff support research yang kemungkinan akan melibatkan komunitas Tiongkok dan Jepang itu sendiri,” pungkasnya. (dodiangga)