Sr. Economist at The World Bank Bahas Hasil Penelitian Dampak Covid-19 terhadap Pembelajaran

Bandung, UPI

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), melalui Wakil Rektor Bidang Riset, Usaha, dan Kerja Sama menyelenggarakan seminar hasil penelitian dengan World Bank yang berkaitan dengan learning loss yang bertema “The Impact of Covid-19 on Students Learning Outcomes and Education System Responses” di Ruang Auditorium Gedung FPEB Lt. 6, Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Rabu (4/10/2023).

Hadir dalam kesempatan tersebut Sr. Economist at The World Bank Mr. Shinsaku Nomura sebagai Guest Speaker yang membahas The Invisible Toll of Covid-19 on Learning. Pathways to Learning Recovery and a more Productive Future for Indonesia’s School Children atau Dampak tak terlihat dari Covid-19 terhadap Pembelajaran. Jalan menuju pemulihan pembelajaran dan masa depan yang lebih produktif bagi anak-anak sekolah di Indonesia. Ada 4 topik bahasan yang disampaikan, yaitu Context of Learning Loss, Study Findings: How much learning losses occurred, for whom?, Economic Implications, dan Conclusions and Recommendations.

Mr. Nomura menjelaskan tentang bagaimana siswa bisa kehilangan waktu belajar karena COVID-19. Dijelaskannya,”Biasanya pembelajaran sebelum COVID-19, siswa menghabiskan waktu di sekolah, dan tingkat pembelajaran mereka meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu ketika terjadi COVID-19, terjadi penutupan sekolah-sekolah, hal ini menyebabkan proses pembelajaran terganggu, sehingga para siswa kehilangan waktu belajarnya. Dampaknya, terjadilah kesenjangan antara apa yang tidak dipelajari oleh siswa dan apa yang seharusnya dipelajari dalam tahun normal, terlupakan dan lupa.”

Berdasarkan data dari UNESCO Institute for Statistics, semakin lama, sekolah-sekolah tetap ditutup, tercatat sekitar 644 hari. Dampaknya, semakin besar pula kehilangan pembelajaran, secara global, ujar Mr. Nomura. Indonesia merupakan salah satu negara dengan penutupan sekolah terlama di dunia.

“Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk mengurangi kehilangan pembelajaran dengan melakukan tanggapan cepat. Pertama, Pemerintah menyiarkan konten pembelajaran melalui TV dan Radio. Pemerintah Indonesia juga memperkenalkan Kurikulum Darurat sebagai respons terhadap pandemi. Berikutnya, Pemerintah mendukung siswa dan guru melalui skema pembiayaan pendidikan yang tepat sasaran, termasuk reformasi alokasi BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Terakhir, Pemerintah Indonesia memperkenalkan panduan pembelajaran jarak jauh dan serangkaian inisiatif berbasis daring dengan kuota internet gratis selama periode pembelajaran jarak jauh,” ungkapnya.

Dalam temuan studi, ditemukan berapa banyak kerugian pembelajaran yang terjadi. Sebuah temberikan bukti baru secara nasional tentang hilangnya pembelajaran setelah penutupan sekolah akibat COVID-19 di Indonesia.

Dikatakan Mr. Nomura,”Sekitar 11 bulan, siswa kehilangan pembelajaran di bidang matematika dan bahasa di tingkat nasional di Indonesia. Meskipun memiliki salah satu periode penutupan sekolah terlama di dunia, kehilangan pembelajaran di Indonesia mungkin tidak sebesar tren global.”

Terjadi ketimpangan yang melebar, ujarnya lagi. Siswa dari rumah tangga miskin kehilangan waktu belajar selama 18 dan 27 bulan untuk mata pelajaran matematika dan bahasa. Kesenjangan pembelajaran di antara subkelompok dengan penggunaan internet yang berbeda. Siswa yang tidak menggunakan internet selama penutupan sekolah memiliki kinerja yang sangat rendah.

“Kesenjangan pembelajaran di antara subkelompok dengan pengalaman yang berbeda di lingkungan mereka selama penutupan sekolah juga terjadi. Siswa yang mengalami kematian atau sakitnya anggota keluarga atau orang terdekat juga terpengaruh,” ungkapnya lagi.

Implikasinya terhadap ekonomi, disebutkan  terjadi kehilangan pendapatan dan produktivitas di masa depan bisa sangat tinggi di Indonesia. Perkiraan hilangnya pendapatan individu seumur hidup adalah untuk laki-laki sebesar 31 % dan 39 % untuk perempuan. Jika kehilangan waktu belajar tidak diatasi.

Berdasarkan hasil penelitian, tercatat ada 3 kesimpulan dari temuan di lapangan. Pertama, sekitar 11 bulan mengalami kesulitan belajar di bidang matematika dan bahasa di antara siswa kelas 4 SD. Kedua, adanya ketidaksetaraan yang semakin melebar. Siswa dari keluarga miskin kehilangan waktu belajar selama 18 dan 27 bulan di bidang matematika dan bahasa. Ketiga, dampak ekonomi dari hilangnya waktu belajar bisa sangat besar. Kehilangan penghasilan dan produktivitas seumur hidup di masa depan.

Namun, ungkap Mr. Nomura, sebagian besar guru TIDAK menyadari adanya kerugian pembelajaran. Kerugian yang tidak terlihat.

Menanggap hal ini, Pemerintah mengusung program Merdeka Mengajar, yaitu seperangkat instrumen komprehensif yang memungkinkan guru dan kepala sekolah untuk membentuk praktik mengajar mereka. Di dalam Kurikulum Merdeka, memungkinkan sekolah untuk mengadaptasi kurikulum agar sesuai dengan konteks dan lingkungan mereka. Kemudian ada program kepemimpinan dan pelatihan untuk guru melalui Pendidikan Guru Penggerak.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini merekomendasikan untuk memulai tindakan yang disengaja untuk pemulihan pembelajaran sekarang juga, dengan menciptakan komitmen politik untuk pemulihan pembelajaran, mengalokasikan sumber daya, dan melibatkan para pemangku kepentingan.

Ditegaskannya,”Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk tindakan pemulihan pembelajaran segera dan mendorong komitmen politik melalui program Merdeka Belajar untuk pemulihan pembelajaran. Pemerintah juga harus meningkatkan kesadaran guru, kepala sekolah, pejabat pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya tentang kehilangan pembelajaran siswa dan peran mereka dalam mengatasinya. Pemerintah juga harus meningkatkan kesadaran orang tua untuk melibatkan mereka dalam pembelajaran tambahan di rumah.”

Rekomendasi berikutnya adalah mengejar ketertinggalan waktu belajar, mengajar pada tingkat yang tepat untuk siswa, dan melacak peningkatan kinerja siswa. “Untuk mengejar ketertinggalan waktu belajar, harap Mr. Nomura, diharapkan menambah jam pelajaran untuk sementara waktu, menawarkan pelajaran remedial, atau memanfaatkan dukungan pembelajaran privat di luar jam pelajaran reguler melalui inisiatif seperti inisiatif Kampus Mengajar,” ujarnya.

Sementara itu untuk mengajar pada tingkat yang tepat untuk siswa, ditekankan penerapan Merdeka Belajar untuk Mengajar di Tingkat yang Tepat dan secara aktif mengadaptasi pembelajaran untuk pemulihan pembelajaran.

Kemeudian untuk melacak peningkatan kinerja siswa, para guru menilai kompetensi siswa secara berkelanjutan dan memantau peningkatan dengan mempromosikan penggunaan instrumen penilaian yang tersedia di platform Merdeka Belajar.   (dodiangga)