ARSITEKTUR DAN SEKSUALITAS
|seri esai arsitektur: sebelas
(bagian ketiga, bagian terakhir dari tiga tulisan)
M. Syaom Barliana
Tentang hal ketiga, relasi arsitektur, Arsitek, dan gender, tampaknya harus dimulai dengan kemunculan Arsitek perempuan Zaha Hadid. Di tengah dominasi dan kuasa Arsitek laki-laki, kemunculan Hadid, adalah sesuatu yang fenomenal dan sensasional dalam dunia profesi Arsitek. Hadid menyeruak diantara nama-nama besar Arsitek postmodernis laki-laki seperti Robert Venture, Michael Graves, Frank O. Gehry, Ram Koolhas, Bernard Tschumi, Peter Eisenmen, Daniel Libeskind, dan (laki-laki) lain lain.
Zaha Hadid adalah seorang Arsitek Irak-Inggris, yang menjadi wanita Arab pertama menerima penghargaan bergengsi, The Pritzker Architecture Pize. Dikenal sebagai Arsitek avant-garde, karena desainnya yang sangat ekspresif, inovatif, dan sekaligus eksperimental, yang antaralain ditandai dengan bentuk-bentuk cair dari berbagai perspektif. Salahsatu kredonya adalah: “There are 360 degrees, so why stick to ones?” Lahir pada 31 Oktober 1950 di Baghdad dari keluarga berpengaruh, ia menerima pendidikan menengah di Inggris dan Swiss. Ia belajar matematika di American University of Beirut sebelum pergi ke London untuk menghadiri Architectural Association School of Architecture. Dia akhirnya menjadi warga negara Inggris. dan memulai praktik arsitekturnya sendiri yang terbukti sangat sukses.
Sumber: https://www.zaha-hadid.com/ architecture/
Jauh sebelum itu, ada nama Margarete Schütte-Lihotzky, Arsitek perempuan asal Wina, Austria, yang sedikit menyeruak di antara para Arsitek modernis laki-laki seperti Walter Gruphius, Le Corbusier, Mies van de Rohe, Adolf Loss, Peter Behrens, Philip Johnson, Frank Llouis Wright, Llouis Sullivan, dan (laki-laki) lain-lain. Lihotzky, adalah penemu Frankfurt Kictchen, dapur modern yang sangat efisien, modular, dengan pendekatan inovatif yang didasarkan pada dua konsep: hygienes dan ergonomi. Margarete Lihotzky lahir pada 23 Januari 1897 dalam keluarga borjuis di Margareten, yang sejak 1850 bagian dari Wina. Lihotzky belajar arsitektur di bawah Oskar Strnad, memenangkan hadiah untuk desainnya bahkan sebelum dia lulus. Strnad adalah salah satu pelopor sozialer Wohnbau di Wina, perumahan sosial yang terjangkau namun nyaman untuk kelas pekerja. Terinspirasi olehnya, Lihotzky memahami bahwa menghubungkan desain dengan fungsionalitas adalah tren baru yang akan diminati di masa depan. Setelah lulus, di antara proyek-proyeknya yang lain, ia berkolaborasi dengan Adolf Loos, merencanakan pemukiman untuk orang cacat dan veteran Perang Dunia I.
Tentu ada banyak Arsitek perempuan lain yan menonjol, antara lain para arsitek yang dipromosikan oleh Architizer’s A+Awards, seperti Julie Eizenberg Stella Betts, Kimberly Dowdell, Tatiana Bilbao, Raha Ashrafi, dan lain-lain. Di Indonesia, komunitas Perempuan Beraksitektur, yang antara lain digagas oleh Arsitek Ghati Subekti, mencoba berkolaborasi untuk mengangkat nama nama Arsitek perempuan. Namun demikian dari segi jumlah, tetap saja laki-laki mendominasi dunia karier profesional Arsitek.
Kesenjangan gender dalam profesi, sesungguhnya bukan hanya monopoli dunia arsitektur. Masalahnya, menurut Rashid (2021), ada banyak bukti yang luas, bahwa rute menuju partisipasi yang setara antara pria dan wanita dalam profesi arsitektur di Inggris, jauh lebih sulit. Dan juga, terjadi di banyak negara lain. Penelitian terbaru, mengungkapkan bahwa wanita muda sering meninggalkan profesinya, sebagian karena jam kerja yang panjang, kemajuan karir yang lambat, gaji yang rendah, masalah persepsi sosial ketika , arsitektur sering dilihat sebagai “profesi pria”, serta dilema keluarga menyangkut peran sebagai ibu/istri atau ketidakadilan aturan cuti hamil, dan sebagainya. Rashid (2021), Ribaj (2011).
Dari segi penghasilan, secara umum, memang biaya jasa profesi Arsitek jauh lebih rendah daripada di bidang kedokteran atau hukum, tetapi perempuan berpenghasilan lebih rendah lagi dalam profesi Arsitek ini. Ada banyak sebab yang bisa ditunjuk sebagai penyebab kesenjangan penghasilan Arsitek laki-laki dengan perempuan. Marshall (2019), antara lain menyebutkan tiga hal: Laki-laki mendominasi peran senior Arsitek; Perempuan lebih cenderung berada dan mendominasi peran administratif; Sebaran tenaga profesional perempuan cenderung lebih junior daripada sebaran tenaga profesional laki-laki.
Sumber: https://www.uh.edu/engines/
Namun demikian, bagi Lico (2001) lebih jauh, bahwa ketidaksetaraan gender bukanlah sekedar masalah sederhana menyangkut angka, dominasi numerik laki-laki dalam profesi arsitektur dan perencanaan. Ini adalah dominasi laki-laki dalam teori, standar, dan ideologi yang perlu dipertanyakan, ditantang, direvisi, dan diresapi dengan sensitivitas gender. Tentang hal ini, sebagian telah dibahas dalam esai bagian pertama dan kedua. Oleh sebab itu, Arsitek profesional perempuan diharapkan tidak menyerah untuk menekan kecenderungan maskulinisasi profesi Arsitek.
Demikianlah, Gamolina (2019), Arsitek yang juga Direktur Strategi di Trahan Architects, menyatakan frustrasi pada feature New York Times “Where Are All the Female Architects?” yang menggambarkan gejala ketidaksetaraan gender. Menurut Gamolina; “Saya tidak ingin lagi mendengar orang bertanya, di mana semua arsitek wanita?” Daripada bertanya, di mana para wanita ini? Lebih baik mulai menulis tentang mereka dan ceritakan kisah unik mereka.” Lebih utama, mencari narasi konstruktif dan advokasi nyata bagi perempuan dalam profesinya. Publikasi media harus berhenti memperlakukan ketidaksetaraan di tempat kerja, seolah-olah itu semacam misteri tanpa akhir. Media, harus mulai menyoroti Arsitek perempuan yang telah berhasil terlepas dari realitas tersebut.
Hal terakhir itu, yang tampaknya yang sedang dilakukan oleh Architizer’s A+Awards dan Komunitas Perempuan Beraksitektur.
Perempuan berarsitektur
rebutlah takdirmu untuk menjadi pengatur
Penglipur bagi jiwa kota dan pohonan yang gugur
Kreatur bagi habitat kota, moda, dan kultur
sebab arsitektur bukan hanya fasad dengan gincu
dan pupur
Referensi
Gamolina (2019) on 50 Women Rocking the World of Architecture. Tersedia di: https://architizer.com/blog/inspiration/industry/women-architects-to-watch/
Lico, Gerard R.A. (2001). Architecture and Sexuality: The Politics of Gendered Space. Humanities Diliman (January-June 2001) 2:1,
Marshall, Eleanor (2019). The Gender Pay Gap in Architecture. Tersedia di: https://archinect.com/features/article/150163865/
Rashid, Mamuna (2021). Architecture and Gender: Are gendered spatial arrangements used to implement sexual segregation and stereotypical roles? Oxford Brookes School of Architecture. Tersedia di: https:// www.academia.edu/32429318/ Gender and Architecture.
Ribaj (2011). Market analysis statistics gender ethnicity socio economic background architects. Tersedia di: https://www.ribaj.com/intelligence/