Kabar dari Perancis (28) : Unjuk Rasa Kemarahan Petani Perancis
|Oleh : Nenden Nurhayati Issartel (Koresponden, Perancis)
Tri Indri Hardini (Dosen, Universitas Pendidikan Indonesia)
Kemarahan para petani terus menebar di Perancis. Selama beberapa hari ini para petani menunjukkan aksi ketidakpuasan mereka atas hukum yang diberlakukan di Perancis dengan memblokir banyak jalan-jalan tol dengan kendaraan berat (traktor, truk dan kendaraan lainnya), seperti di jalan tol no A64. Demonstrasi ini menyebar di seluruh negeri Perancis, dan unjuk rasa ini belum berakhir.
Rabu tanggal 24 Januari 2024, FNSEA (yang didirikan pada tahun 1946, Federasi Nasional Serikat Operator Pertanian ”Fédération Nationale des Syndicats d’Exploitants Agricoles”, (merupakan serikat pertanian Perancis pertama yang menyatukan semua produksi dari seluruh wilayah), bersama Persatuan Petani Muda (JA: Jeunes Agriculteurs), mereka memperingatkan pemerintah tentang gerakan protes ini yang akan semakin intensif. Serikat Petani Muda menekankan juga akan adanya “peningkatan kekuatan” untuk berunjuk rasa dalam beberapa hari mendatang. Berhenti atau meneruskan aksi unjuk rasa ini tergantung pengumuman Gabriel Attal, Perdana Menteri Perancis yang baru, yang memberi keputusan dan jawaban akan tuntutan para petani ini pada tanggal 26 Januari 2024.
Kemarahan para petani yang semakin kuat ini telah menyebar di seluruh Perancis dan terutama masukan petani ini mulai merayap untuk memblokir “seluruh Île-de-France /daerah Paris dan sekitarnya. Pengendara lain tidak bisa menggunakan sarana jalan tol untuk memasuki ibu kota area.
Kemarahan petani melalui FNSEA mengancam tindakan unjuk rasa ini akan berlangsung “selama diperlukan”
Sementara itu, tindakan nyata pemerintah, daftar tuntutan harus dikomunikasikan dari siang hari Rabu tgl 24 Januari 2024 oleh FNSEA. Serikat-serikat buruh tani juga mengadakan pertemuan-pertemuan sendiri-sendiri. Keluhan, tindakan di masa depan… Masa depan gerakan ini akan menjadi lebih jelas dalam beberapa jam mendatang.
Terdapat empat tuntutan utama yang dipermasalahkan oleh para petani.
- Pajak atas alat-alat produksi yang naik, khususnya GNR ”gazole non routier” (diesel yang dipakai untuk energi mesin pertanian), tanpa ada solusinya.
- Prosedur administratif dan peraturan standar lingkungan hidup yang rumit. Permasalahan yang terjadi adalah dengan menghormati peraturan dan hukum demi perlindungan alam, para petani ini tidak bisa atau sulit memproduksi secara berlimpah.
- Perancis dan negara Eropa mengimpor pangan dari negara-negara lain yang memiliki keuntungan alami dan juga yang tidak memedulikan lingkungan hidup. Petani Perancis tidak dapat bersaing dalam harga ataupun mutu dengan hasil pertanian negara lain dan pemerintah Perancis tidak menerapkan perlindungan agar orang Perancis mengonsumsi pangan yang dihasilkan petani negara ini.
- Terutama menyangkut petani di daerah Normandie: Para peternak harus membiarkan ternak mereka bebas di padang rumput, tidak di kandang, padahal ternak ini sudah berhenti berkembang biak.
Petani menganggap bahwa kerja yang berat ternyata tidak dikompensasi dengan pendapatan yang layak dan perasaan ketidakadilan para petani juga dibebani oleh peraturan-peraturan UE yang memberatkan hidup para petani ini sedangkan pengekspor pangan atau bahan baku dari negara-negara lain mendapatkan kemudahan.
Penurunan peringkat dalam tataan masyarakat, keterlilitan hutang, standar Eropa atau Peraturan yang diterapkan Union Européen dll…membuat para petani mulai berselisih dengan pemerintah karena pemerintah dianggap tidak memberi perhatian terhadap kesusahan para petani. Kenaikan biaya produksi dan penggandaan standar Eropa yang, menurut mereka, telah menghambat pekerjaan mereka.
Gabriel Attal, Pedana Mentri Perancis yang baru, menerima serikat pekerja pertanian Senin ini di Matignon, sementara FNSEA mengancam dengan mengumumkan “unjuk rasa sepanjang minggu” di seluruh Perancis dan “sepanjang diperlukan”. Tanpa kepastian mereka mengancam akan melakukan convoy traktor sampai Paris, sebelum Pameran Pertanian ”le Salon de l’agriculture” sebulan lagi, tepatnya mulai tanggal 24 Februari 2024. Kemarahan para petani ini berkembang tidak hanya di Perancis tetapi juga di beberapa negara Eropa lain.
Gerakan protes ini dimulai oleh para petani dari selatan Perancis dan alasannya adalah para petani di sana yang paling merasakan perubahan iklim, dengan adanya kekeringan, dan bosan terus-terusan harus memperhatikan lingkungan. Hasil analisis ini disampaikan oleh François Purseigle, profesor sosiologi di National Agronomic School of Toulouse.
Pemerintah juga mengumumkan menunda presentasi rancangan undang-undang baru selama “beberapa minggu”. Undang-undang ini mendukung pembaruan generasi di bidang pertanian. Padahal masalah ini penting dikendalikan: antara tahun 2010 dan 2020, Perancis kehilangan 20% kepemilikan pertaniannya (101.000), menurut sensus pertanian. Hal ini membuat generasi baru tidak tertarik untuk bertani menggantikan orang tua mereka atau menjadi petani.
“Pada tahun 2026, hampir 200.000 petani akan memasuki usia pensiun, namun jumlah pengganti mereka tidak akan mencukupi. Selain itu kita tidak bisa hanya mengandalkan para petani untuk masalah transisi ekologi” menurut François. Lalu hal lain yang membuat petani marah adalah karena mereka menganggap bahwa pemerintahan Macron banyak menjanjikan dengan kata-kata manis tetapi pada kenyataannya tidak dipenuhi janji-janji tersebut.
Kemarahan petani ini tersebar sehingga mereka berdaulat. Kemarahan ini meletus dimulai dengan kenaikan pajak bensin non-jalan raya (GNR) sejak 1 Januari. Bahan bakar yang dianggap menyebabkan pencemaran udara dan polusi ini, yang biasa digunakan untuk mesin pertanian, telah lama mendapat bantuan / alokasi dari pemerintah tetapi karena pemerintah sekarang malah menaikan pajak atas bahan bakar ini, akan berdampak langsung pada biaya produksi pertanian.
Para petani juga mengecam tidak diterapkannya Undang-undang Egalim* (États généraux de l’alimentation atauEstates General of Food disingkat EGA atau ÉGAlim) adalah majelis perwakilan seluruh badan yang berkepentingan dalam bidang pangan di seluruh aspek kualitatif, kuantitatif, dan keamanan mulai dari produsen hingga konsumen melalui transformasi, distribusi produk, dan otoritas publik) yang disahkan pada tahun 2018, yang mengatur mengenai penyetaraan keuntungan dari produksi sampai konsumen. Misalnya jika sekotak tomat berharga 3€, petani harus mendapat 1€, 1€ untuk transpor dan 1€ untuk penjual. Sekarang ini, petani hanya mendapat 10% sementara keuntungan banyak diambil oleh supermarket.
Hal lainnya juga misalnya, ayam hasil ternak di Perancis tidak mampu bersaing harga dengan ayam yang datang dari luar negeri (Belgia, Polandia, Brasil). Biaya berternak ayam di Perancis lebih mahal dari negara-negara pengekspor tersebut sehingga mereka tidak bisa menjual semurah negara-negara itu dan akhirnya tidak ada yang membeli ternak mereka.
Pemerintah juga memberikan kebebasan pembelian daging yang jumlahnya banyak sekali dari New Zealand, dan hal ini menyebabkan kemarahan para peternak Perancis karena mereka tidak bisa bersaing harga.
Selain menuduh dan meminta tanggung jawab Uni Eropa akan situasi ini, petani juga menuntut pembayaran yang merupakan hak mereka. Anggaran pemerintah sebesar €53,7 miliar untuk mandat tahun 2023-2027, Kebijakan Pertanian Bersama (CAP/ Politique agricole commune) merupakan salah satu pengeluaran utama UE yang belum dibayarkan kepada seluruh petani Perancis untuk tahun 2023. Akibatnya, beberapa dari petani mengalami kesulitan dengan bank atau pemasok mereka.” tidak mampu membayar”, jelas Yohann Barbe dari Federasi Serikat Petani Nasional FNSEA.
Lima bulan sebelum pemilu Eropa, Partai Politik ekstrem Kanan (Rassemblement National – RN) tidak segan-segan memanfaatkan kemarahan para petani ini untuk menyalahkan Brussels (Head quarter EU) dengan meluncurkan kampanye mereka. Pemimpin RN Jordan Bardella juga menghabiskan hari Minggu di lahan perkebunan anggur Médoc, di Gironde, dengan para petani perkebunan anggur (untuk wine): ”Eropanya Macron menginginkan kematian pertanian kita” dengan terus-menerus “membiarkan persaingan dengan produk pertanian dari berbagai belahan dunia yang tidak menghormati hukum apa pun […] yang sebaliknya diberlakukan pada petani Perancis”, katanya kepada wartawan yang hadir.
Sementara itu, para petani telah mengumumkan bahwa mereka tidak akan ragu untuk memblokir Paris jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, atau mengganggu Pameran Pertanian, yang dimulai pada tanggal 24 Februari.
Kemarahan muncul di komunitas pertanian Perancis. Dengan populasi yang menua dan prospek perekonomian yang semakin sulit, seluruh sektor berada dalam bahaya. Populasi pertanian Perancis semakin menua. Berdasarkan sensus yang dilakukan pada tahun 2020, operator rata-rata berusia 51,4 tahun pada tahun 2020 dibandingkan dengan 50,2 tahun pada tahun 2010. Secara total, hampir 200,000 dari mereka akan memenuhi syarat untuk pensiun pada tahun 2026.
Pada saat yang sama, kaum muda tidak mempunyai sarana untuk berinvestasi pada properti pertanian: “Pembayaran hutang yang harus dibayar oleh seorang petani muda di tahun-tahun pertama menjadi terlalu tinggi dibandingkan dengan keuntungannya dari hasil pertanian”, analisis Alessandra Kirsch, dokter di bidang pertanian, ekonomi pertanian. Kaum muda yang ingin terjun ke dunia pertanian harus berinvestasi ratusan ribu, bahkan jutaan euro, untuk mengejar profesi yang dikenal sulit, yang memerlukan banyak jam kerja, kewajiban panggilan, sedikit hari libur, dan pendapatan yang terbatas. “Kita harus memberikan prospek kerja dalam kondisi yang baik,” tambah Yohann Barbe, peternak sapi di Vosges dan anggota kantor Federasi Serikat Petani Nasional (FNSEA). “Kita mempunyai peluang untuk bekerja bersentuhan dengan alam, namun kita juga berhak berpendapatan yang layak.
Perancis kehilangan hampir 21% kepemilikan pertaniannya antara tahun 2010 dan 2020, berdasarkan sensus pertanian. Bagi ekonom dan insinyur Alessandra Kirsch, ada dua faktor yang harus dipertimbangkan untuk menjelaskan fenomena ini: “Ada kesulitan dalam mewariskan domain seseorang, di satu sisi, terkait dengan harga yang pantas untuk lahan pertanian tersebut, dan di sisi lain karena kurangnya calon untuk pengambilalihan. Belum lagi nilai produksi pertanian menurun seiring berjalannya waktu: untuk menghasilkan panen yang sama, dibutuhkan lebih banyak modal dan lebih banyak tenaga kerja. Akhirnya dengan lebih banyak lahan pertanian yang mempekerjakan lebih banyak orang , tapi tanpa menghasilkan lebih banyak hasil panen. Hal ini menjelaskan mengapa luas lahan pertanian yang dapat digunakan (UAA) tetap stabil antara tahun 2010 dan 2020, turun hampir 1% di seluruh negeri.
Ketidakseimbangan antara beratnya pekerjaan dan penghasilan membuat banyak petani dan peternak frustasi yang mengakibatkan aksi bunuh diri. Banyak petani yang tidak memiliki hari libur. Bekerja dari pagi sekali sampai malam tanpa henti dan para politikus tidak mengenal beratnya kehidupan mereka.
43% peningkatan risiko bunuh diri dibandingkan dengan populasi umum
17,4% rumah tangga pertanian hidup di bawah garis kemiskinan
Di Perancis, tingkat rumah tangga pertanian yang hidup di bawah garis kemiskinan lebih tinggi dibandingkan pekerja (13,9%) dan untuk majikan (12,1%) dan hampir dua kali lebih miskin dibandingkan seluruh populasi (9,2%), menurut INSEE.
Bagi Alessandra Kirsch, kerapuhan ini dapat dijelaskan oleh besarnya ketidakstabilan pendapatan pertanian: “Harga pasar akan berubah dalam beberapa minggu dan bencana iklim dapat menghancurkan panen dalam beberapa jam. Dalam profesi lain, Anda dapat menegosiasikan gaji Anda, menentukan harga jual Anda, lakukan studi peramalan. Di bidang pertanian, Anda tidak dapat mengetahui berapa pendapatan Anda sebelum memanen dan menjualnya, dan bukan Anda yang menentukan harga.”
Bagi para petani Perancis: “Kondisi penanaman sangat buruk, sulit untuk memasuki ladang yang terendam banjir dengan traktor untuk menyiapkan lahan dan menabur pada waktu yang tepat”, jelas Alessandra Kirsch. “Oleh karena itu, kami memperkirakan panen setengah harga di bawah biaya produksi. Tidak ada keuntungan tetapi sebaliknya malah merugi.
Setelah operasi penjungkiran panel / papan penunjuk jalan, hal ini menunjukkan bahwa mereka tertindas pada akhir tahun 2023, yang diklaim oleh Federasi Serikat Petani Nasional (FNSEA) dan Petani Muda (JA), yang menyatakan bahwa perjuangan terus berlanjut. Petani Perancis menilai kehidupan sehari-hari menjadi semakin sulit.
Untuk menjawab dan meredakan kemarahan para petani ini, Gabriel Attal, pada hari jumat tanggal 26 Januari 2024 ini Perdana Menteri Perancis baru, memberi jawaban yang berupa janji memperlakukan peraturan yang meringankan beban petani.
Apa yang perlu diperhatikan dari pengumuman Gabriel Attal untuk menanggapi kemarahan para petani?
Gabriel Attal dengan stafnya berkumpul di sebuah peternakan di Haute-Garonne. Gabriel Attal menjanjikan “Pengadilan” bagi pertanian dengan mengumumkan langkah-langkah penyederhanaan yang menguntungkan para petani.
- Tidak ada kenaikan pajak atas GNR (bahan bakar non transpor jalanan) dan penyederhanaan proses pengembalian uang dalam pengurangan harga bahan bakar ini. Gabriel Attal mengumumkan pada hari Jumat ini bahwa dia membatalkan kenaikan pajak solar pertanian non-jalan raya, sehingga memenuhi salah satu tuntutan utama para petani. Untuk “menyederhanakan” prosedur, ia juga mengumumkan bahwa potongan pajak atas bahan bakar ini akan dipotong pada saat pembelian, dan tidak lagi setelah diterima, “pada musim panas”.
- Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Undang-undang EGalim “Dalam beberapa hari mendatang”. Pemerintah akan “memberi sanksi yang sangat berat” kepada tiga perusahaan yang tidak menghormati undang-undang ini, yang bertujuan untuk melindungi pendapatan petani dalam negosiasi dengan produsen dan supermarket. Attal juga menjanjikan penguatan kontrol dan “tekanan maksimum” pada negosiasi yang sedang berlangsung di antara pihak yang terkait.
- Sepuluh langkah dalam penyederhanaan administrasi yang mempermudah para petani. Kepala pemerintahan menjanjikan “kejutan penyederhanaan” administratif dengan “sepuluh langkah penyederhanaan langsung”. Ia secara khusus menyebutkan “pembersihan saluran air pertanian” atau “pemanjangan waktu pengajuan proyek-proyek pertanian”. Gabriel Attal juga bermaksud untuk “mengakhiri ketidakmasuk-akalan yang tidak menguntungkan siapa pun: baik petani maupun lingkungan”, seperti “kewajiban pembukaan lahan atau kewajiban memotong pohon liar”.
- Bantuan darurat kepada peternak menghadapi MHE (la maladie hémorragique épizootique). Perdana Menteri mengumumkan upaya untuk mempercepat bantuan darurat, khususnya yang berkaitan dengan penyakit hemoragik epizootik (EHD) dimana penggantian biaya perawatan hewan oleh negara meningkat dari 80% menjadi 90%. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan pengusir hama ini terutama menyerang rusa dan sapi. Sebagian besar wabah ini menyerang di daerah Pyrénées-Atlantiques dan Hautes-Pyrénées.
- Bantuan luar biasa untuk sektor organik (bio). Gabriel Attal mengumumkan bahwa dia akan “menyumbangkan 50 juta euro untuk sektor organik”, karena para petani dan peternak di sektor ini telah mengalami penurunan pendapatan selama dua tahun terakhir yang disebabkan oleh penurunan permintaan akan produk-produk ini. Pemerintah telah berkomitmen pada tahun 2023 untuk menyumbang 94 juta euros kepada peternak yang mengalami kesulitan.
- Penolakan terhadap perjanjian perdagangan dengan Mercosur (importasi pangan hasil pertanian dari negara lain). Perancis “menentang penandatanganan” perjanjian perdagangan kontroversial antara Uni Eropa dan negara-negara Mercosur di Amerika Latin. Mercosur dan UE telah menegosiasikan perjanjian ini selama bertahun-tahun, namun tersandung pada masalah lingkungan. Para petani Perancis, pada bagiannya, mengecam risiko persaingan tidak sehat dari produk-produk Amerika Selatan yang tersirat dalam perjanjian tersebut.
Beratnya kerja di lahan pertanian baik secara fisik maupun secara mental karena terlalu banyak halangan hukum yang dibuat EU dan kaum ekologis, tak adanya keuntungan dari panen atau ternak mereka, dan rendahnya gaji pensiunan, membuat banyak petani frustrasi.
Walaupun pidato Gabriel Attal yang mengesankan dan ahli berbicara, tidak semua petani yang unjuk rasa ini setuju dan percaya atau senang dengan janji yang diberikan pemerintah pada mereka.
Kematian dua orang petani perempuan dengan putrinya yag sedang unjuk rasa dan tertabrak orang-orang imigran gelap yang harusnya tidak ada di daratan Perancis membakar kemarahan orang Perancis khususnya orang-orang yang anti imigrasi gelap dan juga para petani yang marah karena anggota unjuk rasa menjadi korban sia-sia.
Berita terakhir di akhir minggu, Federasi Serikat Petani Nasional (FNSEA) akan meneruskan unjuk rasa mereka dengan memblokir jalanan tol di daerah Paris mulai Senin ini sampai waktu tak terbatas karena mereka tidak puas akan pidato yang berisi janji Gabriel Attal…. Mereka berpikir Perdana Menteri muda yang berusia 35 tahun ini, pandai bicara tapi tidak ada tindakan dan kebijakan yang ditawarkannya tidak memuaskan semua petani…
Masalahnya bukan hanya petani saja yang semakin miskin tetapi juga masyarakat umum dan menengah di Perancis kehilangan kekuatan daya beli. Harga-harga menjadi mahal . Pemerintahan Macron bersama EU mendatangkan pangan dan bahan baku dari negara lain yang lebih murah secara berlimbah agar supaya rakyat Perancis tidak kekurangan pangan. Jika penduduk Perancis hanya mengandalkan panen dari petani dan peternak Perancis, pertanyaannya : Apakah akan ada cukup makanan buat orang Perancis?
Di sisi lain, para petani masih tidak puas dengan janji kebijaksanaan pemerintah yang memudahkan pekerjaan mereka. Bahkan kabar terbaru : karena kebijakan Gabriel Attal Jumat lalu tidak memuaskan para petani, kendaraan berat mulai merayap ke Paris, ibukota Perancis dan menghambat lalu lintas akhir minggu ini. Gabriel Attal akan memberi kebijakan baru sementara Macron mencoba bernegosiasi dengan UE untuk meringankan standar yang diterapkan di negara-negara anggota EU, dan tentu saja terutama untuk para petani di Perancis.
Mungkin cerita ini belum berakhir di sini….
Sumber: